Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1720 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nita Ernawati
"Skripsi ini terssun ke dalam dua babak. Babak pertama adalah periode 1945-1966 yang rnerupakan masa kekuasaan Sukarno. Kekuasaan Sukarno mencapai puncaknya pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), dalam mana ia tampil sebagai pembuat keputusan utama kebijaksanaan negara, termasuk kebijaksanaan-kebijaksanaan luar negeri.
Sukarno menggunakan masalah-masalah kebijaksanaan luar negeri untuk menyokong pola kekuasaan yang di dalamnya dia sendiri sebagai aktor penting yang mengambil manfaat terbesar. Dalam hal ini, Ia giat menggelorakan konfrontasi Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Salah satu alasan yang tersembunyi dalam politik konfrontasi Sukarno dengan Malaysia ini adalah untuk menjaga perimbangan kekuatan dalam negeri yang saling bertentangan yaitu antara Angkatan Darat (AD) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ironisnya, konfrontasi dengan Malaysia malah menyebabkan semakin buruknya perekonomian Indonesia. Konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia menyebabkan macetnya usaha-usaha pembangunan yang seharusnya digiatkan lagi oleh Soekarno setelah berakhirnya konflik Irian Barat.
Konfrontasi dengan Malaysia juga membuat renggangnya hubungan Indonesia dengan masyarakat dunia. Pertentangan Indonesia dengan negara-negara Asia-Afrika semakin tajam, hubungannya dengan Inggris dan sekutu-sekutunya praktis terganggu akibat konfrontasinya dengan Malaysia, dan Uni Soviet menolak memberikan dukungan kepada kampanve Indonesia untuk mengganyang Malaysia. Sementara itu, Amerika Serikat memberikan sanksi ekonomi dan menghimbau Jepang untuk melakukan hal yang sama.
Saat itu, mitra diplomatik yang paling dekat hubungannya dengan Indonesia yang memberikan dukungan penuh kepada politik konfrontasi Indonesia dengan Malaysia adalah Cina. Hubungan kedua negara semakin mesra dengan dibentuknya Poros Jakarta-Peking.
Seimbang dengan akrabnya hubungan Indonesia dan Cina, di dalam negeri Sukarno semakin mendekatkan dirinya dengan PKI. Kedekatan ini Pula yang menyebabkan timbulnya kecurigaan akan keterlibatan Sukarno dalam kudeta yang dilancarkan PKI pada tanggal 30 September 1965.
Kudeta PKI berhasil digagalkan oleh Angkatan Darat yang kemudian memonopoli pentas politik nasional. PKI dibubarkan, Sukarno berhenti dari jabatannya sebagai Presiden. Soeharto, yang namanya semakin dikenal karena kepemimpinannya dalam menumpas pemberontakan PKI, menggantikannya pada awalnya sebagai pejabat Presiden dan kemudian dikukuhkan sebagai Presiden. Berhentinya Sukarno dan tampilnya Soeharto di atas mimbar kekuasaan ini menandai berdirinya Orde Baru.
Di bawah kepemimpinan Soeharto, politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk menunjang pencapaian tujuan nasional, yaitu stabilisasi politik dan ekonorni. Di dalam memaksimalkan strategi politik luar negerinya, Soeharto memanfaatkan jalur-jalur yang berasal dari kalangan Angkatan Darat, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta Departemen Luar Negeri. Jalur jalur ini pulalah yang memegang peranan penting dalam proses mengakhiri konfrontasi, normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia, dan pembentukan ASEAN.
Dukungan dan peran aktif Indonesia bagi ASEAN pada awalnya ditujukan untuk memulihkan kredibilitas Indonesia sebagai anggota komunitas dunia yang damai dan bertanggung jawab, terutania di mata negara-negara tetangganya dan negara-negara industri Barat yang kaya, Keikutsertaan Indonesia. dalam ASEAN merupakan pengukuhan atas komitmennya pada politik bertetangga baik dan merupakan isyarat yang penting dalam usahanya menarik bantuan negara-negara Barat.
Sementara itu, di dalam tubuh AD telah terdapat pernikiran bahwa pembentukan ASEAN merupakan antisipasi untuk mencegah penyebaran komunisme di Asia Tenggara seiring dengan semakin buruknya situasi di Vietnam. Pada masa itu Vietnam Utara merupakan suatu sumber kekhawatiran negara-negara nonkomunis di kawasan ini, meskipun bukan alasan yang sangat mendesak bagi pendirian ASEAN. Pada akhirnya, Perang Vietnam mempengaruhi pendirian ASEAN -- perang tersebut telah membangkitkan kesadaran negara-negara pendirinya tentang pentingnya menyelesaikan perbedaan-perbedaan politik di antara mereka di dalam suatu wadah proses regional.
Periode 1967-1969 merupakan tahap orientasi dalam perkembangan ASEAN, suatu periode dimana para anggotanya berusaha untuk saling mengenal dan mengatasi sikap saling mencurigai sebagai akibat masa sebelurnnya, terutama dalam masa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Dalam periode awal ini kemajuan ASEAN tidak menonjol dalam bentuk proyek-proyek raksasa, hasil-hasil yang telah dicapainya dalam kerjasama ekonomi dan kebudayaan sangatlah minim. Meskipun' demikian, kontak-kontak personal yang terns berlanjut, konsultasi-konsultasi bersama dan pertukaran pandangan di antara para pemimpin, para ahli dan teknokrat telah memperkuat rasa solidaritas dan good will di antara negara-negara ASEAN."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Marliana
"Dalam penulisan skripsi ini masalah yang diketengahkan adalah tentang ekonomi pertanian di daerah Kabupaten Klaten. Permasalahan yang diteliti adalah mengenai Revolusi Hijau yang terjadi di Klaten, yaitu suatu revolusi di bidang pertanian yang dimulai dengan dlketemukannya bibit jenis padi baru pada tahun 1968. Dalam penulisan ini permasalahan yang diangkat adalah tentang dampak dari Revolus Hijau tersebut di. K1aten. Revolusi Hijau adalah suatu Cara atau metode baru di bidang pertanian yang sudah dimulai di negara-negara Asia lainnya seperti Vietnam, Philipina, Thailand. Metode tersebut sebenarnya ditemukan oleh Amerika Serikat pada akhir tahun 1940-an, hal tersebut sehubungan dengan sernakin banyaknya negara-negara yang kekurangan pangan dan mengalami kelaparan sehingga mereka mengimpor bangan pangannya dari luar negeri. Dari peristiwa itulah maka penemuan baru Jenis bibit padi disebarkan oleh Amerika Serikat ke seluruh dunia terutama Asia dan Afrika yang kemudian terkenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Untuk Indonesia istilah tersebut sebenarnya tidak terialu popular, karena metode tersebut hampir bersamaan dengan metode pertanian yang disebut Intensi fikasi da Ekstensifikasi Pertanian. Tetapi cara tersebut bukanlah suatu inovasi baru dalam bidang pertanian sehingga tidak banyak mernberikan hasil yang maksimal. Revolusi Hijau di Indonesia dilaksanakan pertama kali adalah di Klaten ,pada tahun 1968. Klaten dijadikan sebagai Pilot Project 'dari pelaksanaan Revolusi Hijau hal ini disebabkan karena daerahnya yang subur dan dikenal dengan sistem pertanian sawah yang cukup luas dibandingkan daerah lainnya di Jawa, selain itu Klaten dijadikan sebagai pemasok bahan-bahan pangan seperti sayur dan buah-buahan, ini terjadi sejak abad ke-19. Dari faktor tersebut diatas masalah yang diangkat adalah tentang Pelaksanaan Revolusi Hijau di Klaten dengan melihat dampak atau akibat dari penerapan Revolusi Hijau yang dapat mepengaruhi sistem pertanian serta yang mengakibatkan adanya perubahan--perubahan Sosial-Ekonomi masyarakatnya. Hal ini mengingat pemakalan istilah Revolusi Hijau itu sendiri tidak secara langsung digunakan dalam pelaksanaannya, tetapi istilah yang dikenalkan adalah Program Bimas Tani Makmur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hotma S. Evlin M.M.
"Perdagangan Candu pada akhir pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia tahun 1904-1942 merupakan masalah yang penulis uraikan dalam skripsi ini. Perdagangan candu pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dilaksanakan melalui badan-badan yang ditunjuk resmi oleh pemerintah Kolonial Belanda. Seperti Opium Societeit,, Opium Directie, Opiumpacht, Opium Regie. Penulisan ini sendiri membahas perdagangan candu pada masa Opium Regie, yang berarti penjualan candu pada masa itu dilaksanakan langsung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan sistem pembagian wilayah dimana dalam setiap wilayah telah ditempatkan orang-orang yang ditunjuk resmi oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjalankan candu tersebut. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran bahwa perdagangan candu merupakan suatu komoditi yang tidak sedikit memberi keuntungan dalam bidang ekonomi bagi pemerintah Hindia Belanda pada masa pemerintahannya di Indonesia, namun juga memiliki dampak yang negatif pada masyarakat saat itu. Dalam penulisan skripsi ini penulis memakai bahan-bahan berupa sumber kepustakaan seperti buku-buku, majalah dan artikel yang sebagian besar masih dalam bahasa Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Fachrudin
"Disepanjang hidupnya Divisi bambu Runcing (DBR) menolak perundingan-perUndingan diplomatik sebagai cara menyelesaikan revolusi Indonesia. Mereka melihat bahwa cara ini membutuhkan sikap yang terbuka untuk bekerja sama dengan Belanda yang sedang berusaha merestorasi ponjajahannya di Indonesia. Tapi pada saat yang sema DBR menganggap bahwa sikap ini sama halnya dengan menerima Belanda di Indonesia. Karenanya, DBR mempersalahkatn strategi diplomasi sebagai jalan yang menyalahi prinsip-prinsip revolusi nasionalis. Bagi DBRBelanda hanya harus dihadapi dengan perlawanan yang tanpa kompromi. Untuk ini DBR melancarkan aksi-aksi gerilyanya selama revolusi di beberapa bagian Jawa Barat, sejak pembentukannya di akhir Juli 1947 hingga Oktober 1749. Sebab Jawa Barat juga menjadi daerah yang berhasil direbut Belanda, yang kemudian di_absahkan lewat perundingan-perundingan yang dilakukannya dengan pemerintah Republik. Sementara aksi gerilya DBR ditujukan agar Belanda terusir dari Jawa Barat, dalam rangka keseluruhan impian DBR untuk mewujudkan sebuah negara Republik yang tak berkonsesi apapun kepada Belanda.pada saat yang sama DBR pun menjadi penentang pemerintah Republik yang te1ah menempuh kebijaksanaan diplomasi. DBR mempersalahkan bahwa, akibat-akibat kebiiakan-kebilakan yang disepakati pemerintah Republik guna menghadapi Belandalah yang menyebabkan Belanda dapat menguasai Jawa Barat. Bahkan, karena Pemerintah Republik tak ambil perduli dengan penentangan ini, DBR kemudian ikut serta dalam gerakan pemerintahan sebagai tandingan atas pemerintah Republik di Yogyakarta.Namun hambatan dan tantangan yang dihadapi DBR dalam perjuangannya ternyata lebih besar dan berat dari_pada kemampuan dan semangat yang dimilikinya. Belanda tak apat ditandingi secara militer ikap menetang DBR erhadap pmerintah Republik: kemudian membawa DBR untuk berhadapan kesatuan Siliwangi yang mendukung tindakan perundingan-perundingan. Apalagi pada akhirnva DBR sendiri menghadapi dari dalam tubuhnya sendiri.mampukah DBR mencapai tujuan-tujuan perjuangannya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Fadli
"ABSTRAK
Budaya Amerika adalah budaya pengharapan, kaum Puritan meyakini The Promised Land yang akan membebaskan mereka dari tirani pada daerah sebelumnya menuju cita-cita yang kini dikenal sebagai American Dream Berkembangnya Great Awakening kedua di Amerika yang terjadi pada awal abad ke-19 membawa sekali lagi perkembangan agama di Amerika menuju pemikiran yang lebih religius. The Great Awakening II melahirkan pemikiran-pemikiran tentang ketuhanan, kemanusiaan dan rasionalisme. Pemikiran yang rasional, keadaan sosial yang ada, ketidakstabilan politik, pendidikan yang tidak bagus, dan rusaknya kehidupan beragama merupakan faktor pendorong berkembang pesatnya usaha-usaha untuk menciptakan suatu kelompok atau sekte pembaru yang mulai berkembang pada era 1830-an di Amerika.
Penulis melihat terjadi gejolak sosial ketika ajaran Mormon yang dibawa oleh Joseph Smith dengan justifikasi/pembenaran sebuah kitab dan pewahyuan yang diterimanya pada awal abad ke-19, membawa ajaran tersebut sebagai gerakan religius yang besar pada jamannya. Walaupun mereka tidak dapat menyaingi sekte-sekte yang sudah ada sebelum kelahirannya, seperti Metodis dan Presbiterian, sejarah pembentukan konsentrasi mereka di wilayah Barat, Utah, menjadi subjek yang sangat menarik pada kajian perkembangan agama di Amerika ataupun kajian tentang perluasan daerah Barat (Westward Movement)
Salt Lake adalah tempat mereka mengembangkan suatu sistem ekonomi yang maju dan bervariasi yang didasarkan pada sistem pertanian dengan irigasi, pertambangan, dan perindustrian, pengembangan lebih lanjut di bidang sumber daya alam dan manusia yang dilakukan dengan menanamkan investasi yang cukup besar di bidang pendidikan, perbaikan lahan dan tanaman, dan di bidang industri, menyebabkan pertambahan penduduk, naiknya potensi, dan kemajuan kebudayaan. Kota Salt Lake, pada masa selanjutnya merupakan kota terbesar di Utah karena orang-orang Mormon yang pertama menghadapi masalah-masalah alam di pedalaman daerah Barat berhasil memecahkan sebagian besar permasalahan tersebut.
Diresmikannya Utah sebagai negara bagian Amerika pada tahun 1898 merupakan hasil dari komulasi konflik dan konsensul antara Gereja dan orang-orang non Mormon di Amerika. Dengan mengkaji usaha kaum Mormon membangun pemukiman di Salt Lake City, dapat dipahami proses dan dinamisasi dari kebudayaan Amerika dipengaruhi oleh semangat kebebasan. Walaupun tulisan mengenai good society yang menitik beratkan pada peran tokoh yang kharismatik dan cenderung melupakan efek marjinal yang terjadi akibat perubahan sosial dengan menyoroti perjuangan kaum Mormon yang akhirnya mempunyai tempat yang layak, namun dibalik itu tercermin sebuah irama dari proses perkembangan kebudayaan Amerika yang beraneka ragam."
2001
S12349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risbiani Fardaniah
"ABSTRAK
Setelah terjadi peristiwa 30 September 1965, Indonesia dilanda krisis politik dalam negeri. Pemerintahan sipil di bawah pimpinan Presiden Sukarno mengalami krisis kepercayaan karena tidak berhasil mengatasi masalah politik keterlibatn.n PKI dalam peristiwa 30 September 1965 dan inflasi yang tinggi. Sehingga timbul gejolak politik di masyarakat terutama di kalangan intelektual muda yang berbasis di civitas academica. Dalam keadaan_ demikian ABRI (TNI-AD) di bawah komando Suharto tampil ke panggung politik dan berhasil merebut opini publik akan pembaharuan politik yang akan dibawa oleh kepemimpinannya dalam Orde Baru.
Di saat itulah muncul gagasan-gagasan dari berbagai kelompok pendukung Orde Baru, mengenai format politik yang tepat bagi Indonesia. Satu diantaranya yang me_nonjol dan sempat menimbulkan gejolak politik di dalam parlemen (DPRGR) adalah gagasan dwi partai yang diik_rarkan rakyat Jawa Barat. Berdasarkan pembagian Maurice Duverger dalam buku Political Parties ada tiga system kepartaian, yaitu sistem satu partai, sistem dua partai, dan sistem multi partai. Setelah dianalis oleh kaum intelektual pembaharu yang banyak bermukim di Bandung, sistem dua partai dianggap lebih tepat bagi Indonesia yang sedang mencari format politik setelah pemerintahan Sukarno jatuh, karena sistem ini terbukti berjalan dengan baik di banyak negara Barat.
Namun gagasan alternatif pembaharuan sistem kepartaian itu, tidak berjalan dengan mulus, bahkan kemudian di tinggalkan, dan baru muncul kembali nuansanya setelah situasi politik lebih stabil. Bagaimana gagasan ini lahir, berkembang dan ditinggalkan, merupakan bahasan yang menarik untuk melihat perjuangan dan sikap kritis intelektual muda Bandung menghadapi intrik politik nasional.

"
1995
S12399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Siti Fatima
"Keberhasilan dalam peningkatan produksi pertanian tentu dilandasi oleh keberhasilan penguasaan ilmu dan teknologinya. Untuk itu maka peranan lembaga penelitian mulai dari pembinaan sarana sampai dengan kecukupan sumber daya manusia berikut kegiatan-kegiatannya menempati tempat yang amat strategis. Lembaga penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor telah begitu berperan dalam meningkatkan produktifitas pertanian juga perkembangan ilmu pengetahuan. Lembaga Penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor dirintis dengan didirikannya _s Lands Plantentuin oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817. s Land Plantentuin tau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kebun Raya Bogor. Lembaga tersebut mengalami perkembangan yang pesat dalam kurun waktu 1876-1942, baik itu bagian-bagiannya maupun kegiatan penelitiannya di bidang pertanian dan perkebunan. Perkembangannya itu juga telah memicu tumbuhnya lembaga-lembaga swasta (proefstation-proefstation) yang lebih memfokuskan pada penelitian tanaman tertentu saja. Dalam melakukan kegiatan penelitian lembaga itu lebih memfokuskan pada penelitian tanaman-tanaman ekspor, hal ini seiring dengan seiring dengan kebijakan ekonomi pertanian pemerintah kolonial Hindia Belanda yang menginginkan dicapainya produksi pertanian yang tinggi guna memperoleh keuntungan ekonomis. Namun demikian kegiatan penelitiannya juga begitu bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya di Hindia Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Fauzia
"Sejarah organisasi feminis bernama National Organization for Women yang berdiri di Amerika Serikat pada tahun 1967. Organisasi ini berdiri ketika Amerika Serikat sedang berada di dalam atmosfir pergerakan sosial menuntut dihapuskannya rasisme. Ternyata pcrgerakan sosial ini mcmicu pula bangkitnya gerakan feminisme. Dalam kebangkitan ini banyak terungkap kondisi diskriminatif yang dialami oleh perempuan di AS. National Organization for Women didirikan oleh orang-orang yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi ini. Isu-isu besar yang diusung oleh organisasi ini amtara lain isu kesetaraan upah, legalisasi aborsi, pengadaan pusat penitipan anak yang diselenggarakan oleh negara dan ratifikasi Equal Rights Amendment. Amandemen ini menuntut kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan di dunia publik. Penulisan dilakukan dengan menelusuri literatur, baik tercetak maupun di layanan internet."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zesfi Febriani
"ABSTRAK
Front Nasional sebagai institusi kenegaraan yang dibentuk setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden ini, sesuai dengan konsep dan ide Soekarno tentang massa aksi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila Front Nasional aktivitasnya lebih banyak di bidang pengerahan massa, seperti membentuk Tim Komando Rakyat, yang bertugas menampung para sukarelawan yang akan berjuang di Irian. Selain itu juga mengerahkan massa untuk menerima tamu negara, perayaan-perayaan hari bersejarah dan mengadakan kursus-kursus kader. Kursus-kursus kader ini dianggap penting karena merupakan usaha indoktrinasi yang paling ampuh.
Dalam mobilisasi massa yang memperoleh keuntungan fasi_litas dan politis adalah PKI. PKI menggunakan fasilitas Front Nasional untuk memperkuat dirinya. Bahkan PKI berhasil mendominasi Front Nasional sehingga tujuan Front Nasional semula, yaitu sebagai tempat penyatuan aspirasi semua golongan, pada akhirnya hanya dimonopoli golongan PKI saja.
Hal di atas membuat Front Nasional lemah dan oportunis. Terbukti ketika terjadi peristiwa G-30-S/PKI, Front Nasional menjadi lumpuh dan bersikap plin-plan. Oleh karena itu sebagian partai-partai politik menyatukan diri dalam Front Pancasila, yang kemudian mengadakan aksi secara gigih membantu ABRI dalam usaha memulihkan keamanan dan ketertiban dan sekaligus menumpas sisa-sisa G-30-S/PKI di ibukota dan seluruh Indonesia.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan berupa buku-buku, surat kabar, artikel, majalah dan sumber-sumber yang tidak diterbitkan seperti arsip-arsip.
Dari hasil penelitian menunjukkan, bahwa latar belakang dibentuknya organisasi Front Nasional karena rasa tidak puas Soekarno terhadap FNPIB. Soekarno menganggap FNPIB paling sedikit minatnya terhadap perjuangan Irian Barat.

"
1990
S12623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andalia Nuriani Febrita
"ABSTRAK
Kesulitan hidup yang melanda sebagian besar penduduk Pulau Jawa pada paruh kedua abad ke-19 telah mendorong tercetusnya ide dan pendirian Bank Priyayi Poerwokerto. Pada tahun 1895 bank ini didirikan oleh kalangan priyayi di Purwokerto dan menghadirkan R. Bei Patih Aria Wiriaatmadja sebagai bapak perkreditan rakyat di Indonesia. Dalam pengelolaan bank selanjutnya, ada kerja sama yang baik dengan pemerintah setempat dalam hal ini Asisten Residen Purwokerto yaitu W.P.D de Wolff van Westerrode.
Bank Priyayi Poerwokerto terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan semangatnya telah mampu menjadikannya megah seperti Bank Rakyat Indonesia sekarang ini.

"
1990
S12104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12 13   >>