Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariasari
"Setelah diperkenalkannya ekonomi uang dalam masa Raffles, walau kemudian mengalami kegagalan. pemerintah kolonial mulai merasakan bahwa diperlukan sebuah bank untuk mengatur akumulasi modal dan perdagangan, pada sebuah tanah jajahan. Untuk tidak mengulangi kegagalan yang dialami pada masa Raffles. didirikan NHM, yang di Indonesia juga berfungsi sebagai sebuah bank perta_nian, yang memberikan, pinjaman untuk memperlancar usaha perke_bunan. Dengan modal bersama antara NHM dan Pemerintah Hindia Belanda, kemudian berdiri sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai sebuah bank sirkulasi dan bank pemberi kredit yang se_paruh modalnya adalah milik sebuah perusahaan swasta. NHM sebagai pemegang hak monopoli dagang pada masa Tanam Paksa, mempunyai kepentingan yang besar dalam pengakumulasian modal di Indonesia, oleh karena itulah. dirasakan perlu untuk mempunyai sebagian modal yang ada pada De Javache bank untuk tetap melancarkan investasi yang dilaksanakannya di Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimanakah bank baru ini kemudian menjalankan fungsinya untuk mengernbangkan modal dalam usaha tanaman ekspor. yang lalu di pasar an Eropa. Bank ini kemudian memberikan pinjaman pada pengusaha yang terlibat dalam usaha penanaman tanaman ekspor tersebut. Disamping untuk memenuhi kebutuhan usaha penanaman. Pinjaman itu iuga djperlukan untuk pernbayaran upah buruh tani serta untuk pembayaran pekerjaan bebas seperti pengangkutan dengan gerobak dan lain sebagainya. Jadi akibat diperkenalkannya ekonomi uang untuk pembayaran upah, secara tidak langsung bank ini telah ikut serta dalam menunjang kehidupan masyarakat sehubungan dengan kondisi sosial ekonomi mereka. nampak sistem, Tanam Paksa yang sangat berpengaruh pada_ struktur sosial ekonominya ialah bahwa sistern ini hanya merupakan suatu intensifikasi sistem produksi prakapitalis, sehingga tidak mampu menciptakan kekuatan-kekuatan yang melahirkan pertumbuhan ekonorni dengan perkembangan kapitalismenya. Sistem Tanam Paksa menciptakan usaha pertanian yang padat karya pada pihak pribumi, serta usaha industri pertanian yang padat modal pada pihak pengu_saha Eropa atau asing lainnya. Dalam masa paruh terakhir pelaksanaan Sistem Tanam Paksa, yaitu antara tahun 1850-1870. juga terdapat suatu proses timbal balik antara pertumbuhan ekonomi kerajaan Belanda dengan perge_seran dari kapitalisme komersiai ke kapitalisme industri pada satu pihak dan perkembangan politik liberal di pihak lain. Hubungan De Javasche Bank dalam sebuah sistern perekonomian yang kapitalistik dengan sebuah perusahaan besar yang lainnya seperti NHM dan onderneming yang juga terdapat pada periode ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Arief
"Kurangnya sekolah nasional pada awal tahun 1950-an baik negeri maupun partikelir membuat banyaknya anak-anak WNI terutama mereka yang keturunan Cina belajar pada Sekolah Cina. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi perkembangan anak-anak WNI karena pada sekolah tersebut tidak memakai kebijakan pendidikan nasional (Indonesia) tetapi lebih ke negeri Cina. Lagi-pula unsur politic telah masuk pada sekolah-sekolah tersebut sesuai perubahan di negeri Cina. Walaupun perkembangan ini'mengkhawatirkan namun Pemerintah tidak dapat begitu saja melarang atau menutup sekolah-sekolah tsb, hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pengawasan sambil menunggu waktu dan kondisi yang tepat untuk menutup sekolah-sekolah tsb. Untuk mengawasi oleh Kementrian PPK dibentuk UPBA pada pertengahan tahun 1950, yang kemudian diperbaharui dengan khusus untuk mengawasi.Sekolah Cina dibentuk IPA pada akhir tahun 1951. Kemudian Kementrian PPK atas Jawatan Pengajaran pada tahun 1952 mengeluarkan Surat Edaran yang intinya membatasi kebebasan sekolah tersebut. Pengawasan yang dilakukan oleh IPA antara lain adalah menyeleksi buku-buku yang dipakai oleh sekolah tersebut, dan hasilnya sampai tahun 1957 adalah ratusan buku dilarang dipergunakan di sekolah-sekolah tsb_ Ketika negara dalam keadaan darurat perang pada tahun 1957 maka pihak Militer mempunyai alasan yang tepat untuk melarang anak-anak WNI belajar pada Sekolah Cina, namun mereka belum mempunyai alasan yang tepat untuk melarang adanya Sekolah tersebut. Alasan untuk menutup sebagian dari sekolah tersebut muncul ketika pihak Kuo Mintang disinyalir membantu para pemberontak di Sumatera- Maka keluarlah keputusan Penguasa Perang A. Nasution pada pertengahan tahun 1958 yang mencabut semua izin bagi Sekolah Cina Kuo Mintang dan memberi kuasa pada Kementrian PPK untuk menasionalisasi sekolah tsb."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sarief Arief
"Kebijakan pemerintah kolonial terhadap perfilman di Hindia Belanda tergantung kepada satu hal. Yaitu, semakin menguatnya penonton pribumi memasuki pasaran perfilman, dalam arti pengkonsumsi bentuk film. Bila film-film itu secara _nuansa_ dapat memberikan hasil relatif positif terhadap pemerintah kolonial tentulah kebijakan pemerintah kolonial tidak akan mengutak-katik keberadaan bentuk perfilman ini. Yang terjadi adalah, penonton pribumi yang ketika itu menjadi penonton aktif di bioskop banyak mengkonsumsi film-film keluaran Hollywood yang jelas-jelas memperlihatkan kebrutalan orang barat, ketidak efektifan hukum yang dipergunakan. Kesemuanya ini jelas-jelas akan mengaburkan pandangan orang pribumi terhadap orang barat. Citra yang kemudian ditakutkan oleh pemerintah kolonial adalah orang pribumi melihat orang baratbukan sebagaimana yang telah diracik oleh pemerintah kolonial dengan ujudnya menjadikan orang barat orang nomor satu di Hindia Belanda yang secara tak tertulis menyiratkan bahwa orang baratlah yang harus dicontoh dalam hidup sehari-hari orang pribumi. Ketidak sinkronan ini menyebabkan pemerintah kolonial mengambil kebijakan. Kebijakan menghentikan masuknya film import amat mustahil, karena bentuk hiburan film ketika itu bisa dikatakan menjadi mata pencaharian cukup baik bagi beberapa orang Belanda dan Indo Belanda. Untuk itulah pemerintah kolonial mengambil dua kebijakan. Pertama, kebijakan memperketat jaringan perluasan pemutaran film import. Ini ditempuh dengan pembentukan komisi sensor serta hak dan wewenang anggota komisi sensor. Sayangnya, komisi sensor ini tidaklah terikat dengan lembaga apapun dalam birokrasi kolonial. Sehingga anggota komisi sensorpun tidak bertanggung jawab secara formal terhadap kekuasaan pemerintah. Hal ini tercermin dengan direvisinya beberapa kali kebijakan pemerintah kolonial akan komisi sensor film ini. Kebijakan kedua adalah membantu dasar hukum peredarannya serta menyokong fasilitas pembuatannya. Namun konsekuensi yang harus dibuat adalah film-film produksi di Hindia Belanda haruslah dapat menyiratkan pula bagaimana rendahnya moral dan tidak taatnya orang pribumi dengan hukum yang ada. Hal ini dikaitkan dengan keinginan pemerintah kolonial untuk menyemakan citra buruk orang barat dalam fil Genre Hollywood dengan film produksi dalam negeri. Kondisi inilah yang tidak disadari oleh pemerintah Indonesia setelah tampuk kedaulatan diakui oleh seluruh bangsa di muka ini. Jadilah kemudian persinggungan yang ada adalah monopoli film dalam kerangka mengindonesiakan film Indonesia. Bukan berupaya memberikan alternatif citra lain terhadap film-film buatan dalam negeri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifina
"Konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia yang terjadi pada tahun 60-an cukup mendapat perhatian dunia. Konflik ini terjadi karena Indonesia menentang rencana pembentukan Federasi Malaysia yang akan terdiri dari Federasi Malaya, Sabah, Sarawak, Singapura dan Brunei. Alasannya, karena Indonesia menganggap bahwa negara ini didirikan untuk melindungi kepentingan Inggris di Asia Tenggara. Dalam perkembangannya kemudian, telah ditempuh satu upaya penyelesaian berupa perundingan-perundingan antara kedua negera. Namun upaya ini gagal dan konfrontasi makin meruncing dengan diproklamirkannya negara baru ini pada 16 September 1963. Usaha perdamaian yang ditempuh kemudian gagal pula karena ketidak_sepakatan kedua belah pihak. Dapat dikatakan, setelah KTT Tokyo 1964, usaha untuk berdamai terhenti sama sekali. Sementara itu, dari dalam negeri muncul kelompok-kelompok yang tidak menginginkan konfrontasi terus dilanjutkan. Mereka berhasil mengadakan kontak satu sama lain untuk merundingkan upaya perdamaian. Dari pihak Indonesia, inisiatif ini diambil oleh pihak ABRI. Tapi, konfrontasi tidak bisa diselesaikan hanya dengan tindakan-tindakan yang diambil oleh ABRI. Penyelesaian konfrontasi membutuhkan sesuatu yang membuatnya kelihatan legal di mata hukum Internasional. Pada tahap inilah, Departemen Luar Negeri dibutuhkan. Deplu dan militer bekerjasama agar tujuan penyelesaian konfrontasi dapat tercapai. pihak militer membutuhkan Deplu sebagai wakil resmi pemerintah yang menangani urusan luar negeri dan sebaliknya, pihak Deplu membutuhkan pihak militer karena merekalah yang lebih mengenal situasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Ariyani
"Skripsi ini memfokuskan menjawab permasalahan dari mana bangsa Indonesia mendapat dana untuk membiayai perang kemerdekaan dan jalannya pemerintahan dengan kenyataan bahwa ketika merdeka Indonesia tidak dalam keadaan normal--proklamasi kemerdekaan dilakukan secara spontan tanpa menghiraukan lagi PPKI, sebuah lembaga yang khusus dibuat untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, kehancuran bidang ekonomi akibat pendudukan Jepang yang menguras tidak hanya sumber daya alam Indonesia, tetapi juga sumber daya manusianya ditambah kenyataan bahwa uang yang beredar sangat banyak sehingga menimbulkan inflasi--dalam keadaan seperti iniiah Indonesia merdeka. Secara politik sejak pertama Indonesia merdeka para pemuda menginginkan ketiadaan unsur Jepang yang fasis dan mendapat pengakuan internasional. Oleh sebab itulah kemudian Soekamo membolehkan berdirinya partai-partai, mengangkat Sjahrir sebagai perdana mentri untuk membatasi kekuasaan presiden dan menjadi juru runding dengan Belanda, seita menyambut kedatangan Inggris dengan harapan bahwa Inggris akan mempertimbangkan untuk menyerahkan Indonesia kepada pemerintahan sipil yang telah dibentuk oleh bangsa Indonesia sendiri. Selain itu dalam setiap perundingan Syahrir selalu mengajukan pasal arbitrase agar jika terjadi perselisihan antara Republik Indonesia dan Belanda akan dibawa ke dunia internasional dan bukan masalah negara penjajah dan yang dijajah yang dianggap sebagai urusan dalam negeri Belanda. Secara ekonomi sumber-sumber pembiayaan negara Indonesia dibagi menjadi dua; yang bersandar kepada kekayaan alam seperti, karet, gula, teh, candu, emas, batubara dan minyak, serta yang berasal dari bantuan berupa sumbangan dari rakyat dan juga bantuan dunia internasional, antara lain berupa sumbangan pada Fonds Kemerdekaan, Pinjaman Nasional, pembayaran pajak dan bantuan dari Palang Merah Internasional, India dengan diplomasi beras, serta Birma yang memberikan ijin mengadakan penerbangan komersial. Selain itu pembukaan-pembukaan Kantor berita Indonesia yang berpusat pads empat negara Singapura, Brisbane (Australia), Kairo (Mesir) dan New Delhi (India). Untuk menjadikan kekayaan alam Indonesia sebagai sumber pendapatan dengan mengadakan perdagangan ekspor terutama dengan Singapura, akan tetapi karena blokade yang dilakukan Belanda, perdagangan yang terjadi adalah dengan menerobos blokade tersebut, yang oleh pihak Belanda disebut sebagai perdagangan gelap. Aktivitas perdagangan gelap ini terutama dilakukan oleh militer, akan tetapi kemudian pemerintah Indonesia membuka secara resmi hubungan perdagangan ini dengan mendirikan Indoff (Indonesia Office) di bawah Kementrian Kemakmuran, dan KPULN (Kantor Pertahanan Urusan Luar negeri) di bawah Kementrian Pertahanan. Selain pemerintah Indonesia membuka hubungan secara resmi, perdagangan ini sebelumnya dijalankan oleh kongsi dagang swasta yang kebanyakan kerjasama antara pengusaha pribumi dan Cina."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S12318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zon Arya
"Penulisan karya ilmiah ini terdiri dari 5 bab, bab I merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan diungkapkan selain alasan pemilihan judul, permasalahan, sifat pelitian, mengenai ejaan juga gambaran singkat dari karya ilmiah ini, bab ini sebagai ancang-ancang untuk melangkah pada bab-bab selanjutnya. Dalam bab II akan dibahas mengenai pengertian dari Undang-undang, yang merupalan hak luar biasa Gubernur Jenderal dan bagaimana serta sejauh mana kedudukannya di dalam undang-undang Hindia-Belanda. Pada bab ini juga akan dibahas latar belakang pelaksanaan Undang-undang ini. Kesalahan utama pada bab ini adalah mengenai Exorbitante Rechten itu sendiri, bab ini merupakan ancang-ancang untuk mamasuki bab selanjutnya yaitu penerapan Undang-undang itu sendiri. Dalam bab III akan dibahas mengenai Pergerakan Nasional Indonesia yang mencakup dari tahun 1926 sampai tahun 1936. diambilnya tahun ini sebagai patokan adalah karena dalam periode tahun ini memerintah dua orang Gubernur Jenderal yang beraliran Liberal dan Konservatif yaitu: de Graeff dan de Jonge. Kedua Gubernur jenderal ini mempunyai pandangan yang berlainan tentang pergerakan nasional di Indonesia. Pada bagian pertama bab ini akan dilihat sekilas pintas tentang pergerakan Nasional dari lahirnya Budi Utomo dan menyusul lahirnya Indonesisch Vereniging di negeri Belanda yang merupakan cikal bakal partai yang paling menonjol dan radikal pada tahun-tahun awal pemerintahan de Graeff. Pada bagian ini sengaja tidak dibahas secara panjang lebar mengenai partai-partai yang muncul di Hindia Belanda , karena karya ilmiah ini akan memfokuskan kepada partai nasional radikal pada periode 1926-1936, yaitu PNI dilanjutkan Partindo dan PNI Baru beserta tokoh-tokohnya. Pada bagian kedua bab ini akan dibahas mengenai kegiatan-kegiatan partai yang radikal pada masa periode pemerintahan dua orang Gubernur Jenderal yaitu: de Graeff dan de Jonge. Dimulai dari pemberontakan PKI yang gagal. pada tahun 1926. Pada bagian ini penulis hanya akan menyoroti Pada kegiatan partai-partai: PNI, Partindo dan PNI baru sampai kepada penangkapan dan pengsingan tokoh-tokohnya. Bab II dan III merupakan latar belakang bagi bab IV yang merupakan permasalahan dari karya ilmiah ini, setelah dibahas pengertian Exorbitante Rechten itu sendiri dan pergerakan nasional. Pada bab ini akan dilihat pengaruhnya terhadap lajunya perjuangan pergerakan nasional, dan akan dilihat keadaan Organisasi dan aktifitasnya setelah para tokohnya ditangkap dan diadili tahun 1929 dan begitu juga dengan Partindo dan PNI baru setelah tokoh-tokohnya diasingkan. Pada bagian kedua bab ini akan dilihat reaksi-reaksi atas penangkapan, pengadilan dan pengasingan tokoh-tokoh pergerakan nasional ( reaksi sekitar Exorbitante Rechten). Dari uraian-uraian pada bab I sampai bab IV akan diperoleh suatu kesimpulan yang merupakan penutup dari karya ilmiah ini."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Hajar Aryanto H.
"Franklin Delano Roosevelt adalah seorang Presiden Amerika Serikat ke-32 yang sukses menduduki kursi Kepresidenan Amerika Serikat empat kali secara berturut-turut . Jabatan pertamanya dimulai sejak tangga! 4 Maret 1933 dimana pada saat itu Amerika Serikat sedang mengalami suatu masa depresi yang sangat hebat, sehingga mampu menghancurkan rasa percaya diri rakyat Amerika untuk keluar dalam kemelut tersebut. Adalah Roosevelt seorang presiden yang mengalami cacat tubuh akibat penyakit polio yang dideritanya, namun mampu mengajarkan rakyatnya untuk menemukan kembali jiwa bangsanya yang hilang dilanda oleh sebuah krisis. Dengan munculnya kembali esensi dari pembangunan yaitu rasa percaya diri, harapan, kehormatan, rasa kemampuan dan kemauan untuk bertindak rnenyebabkan F. D. Roosevelt berhasil mengisi lembaran Sejarah Amerika dengan arti kepemimpinan yang tangguh.
Dalam memimpin F. D. Roosevelt memiliki gaya yang kharismatik dengan cara komunikasi yang penuh semangat serta si at kepeduliannya pada orang-orang kecil yang membuat F. D. Roosevelt begitu dicintai oleh rakyatnya. Begitu juga sikapnya yang fleksibel, mudah bekerjasama dengan berbagai kalangan dan keberaniannya dalam melakukan berbagai eksperimen guns mencari jalan yang tepat dalam menghadapi keadaan adalah kunci sukses dalam keberhasilan pemerintahannya. Oleh karenanya tidak mengherankan apabila 100 hari pertama pemerintahannya dengan 15 Undang-undang pengendalian keadaan, F. D. Roosevelt mampu mengembalikan rasa aman dan kepercayaan rakyatnya, juga senantiasa membuat mereka berpikir dan mengambil rasa tanggung jawab akan keadaan yang dihadapi bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S12276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Isa Anshari
"ABSTRAK
Kilang Minyak Pangkalan Brandan:llsaha-Usaha Angkatan Darat dalam Menyelamatkan Kilang Minyak Pangkalan Brandan dari keterbengkalaian 1957-1961, yang merupakan judul skripsi, di_pilih berdasarkan alasan-alasan:yaitu alasan pribadi penulis dibesarkan di kota Pangkalan Brandan selama 15 tahun sejak umur 6 tahun(1964) sampai melanjutkan kuliah di FSUI Jakarta(1979). Selama 15 tahun di Pangkalan Brandan, banyak kenangan yang menyatu dengan kehidupan penulis terutama dengan kilang minyak Pangkalan Brandan. Kilang minyak Pangkalan Brandan sejak tahun 1945 sampai tahun 1957 tidak mampu berkembang. Setelah kehadiran TNI-AD(Ba talyon X Sriwijaya) atau lebih tepatnya sejak menjadi Persero_an Terbatas Perusahaan Minyak Nasional(PT. PERMINA) 10 Desem_ber 1957, kilang minyak Pangkalan Brandan mampu berkembang, yang pada akhirnya menjadi tulang punggung perekonomian Negara Republik Indonesia.' Mengapa antara tahun 1957-1961 kilang

"
1986
S12446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asiah
"Nur Asiah. Peranan Politik Perempuan Amerika Serikat, 1952-1960 (Di bawah bimbingan Dr. Nana Nurliana Soeyono). Fakultas limu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005.Sebelum amandemen ke-I9 disahkan pada tahun 1920, perempuan Amerika tidak memiliki hak untuk turut berpartisipasi dalam bidang politik. Hak pilih yang diterima oleh perempuan setelah amandemen tersebut diratifikasi pada kenyataannya tidak banyak dimanfaatkan. Para aktivis yang semula mengira perempuan akan antusias akan hak barunya tersebut harus kecewa, sebab tidak semua perempuan menyadari keuntungan yang bisa didapat dengan mengapresiasikan amandemen yang baru. Gerakan perempuan yang gencar memperjuangkan persamaan hak secara perlahan kehilangan dukungan, terpecah-pecah dan mengalami demobilisasi akibat Depresi Besar dan Perang Dunia II. Di sisi lain perempuan yang masuk dalam angkatan kerja mengalami peningkatan yang mengakibatkan semakin luasnya ruang gerak mereka. Memasuki tahun pasca perang perempuan didesak kembali kepada peran tradisional yang sesuai dengan kepribadiannya menyebabkan tumbuhnya ideologi domestik di era limapuluhan. Namun, peran politik perempuan ternyata justru menampakkan peningkatan. Pada pemilihan presiden tahun 1952, Dwight David Eisenhower, calon presiden dari Partai Republik mendapat lebih banyak suara konstituen perempuan daripada laki-_laki. Kesadaran perempuan untuk berpartisipasi dalam politik terlihat melalui aktivitasnya di berbagai kegiatan politik mulai dari kampanye calon presiden dan calon wakil presiden, hingga pada posisi jabatan-jabatan publik. Mereka yang tidak terlihat politik dalam pemerintahan tetap aktif dengan membentuk kelompok-_kelompok kepentingan yang mewakili perempuan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Secara aktif mereka menyuarakan opini mereka kepada pemerintah yang menyangkut perbaikan kualitas kehidupannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S12526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Widia Astuti
"ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji pemikiran salah seorang sastrawan Indonesia yaitu Taufiq Ismail. Taufiq Ismail adalah salah seorang sastrawan yang mengalami konteks kehidupan politik yang dominatif di atas sendi-sendi kehidupan masyarakat termasuk dalam kehidupan seni dan budaya pada masa Demokrasi Terpimpin, Taufiq Ismail, sebagai seorang sastrawan, mengalami pergulatan bat in dan pemikiran melihat kehidupan kesejahteraan rakyat yang menurun, tertutupnya ruang kebebasan individu untuk menuangkan gagasan-gagasan kreatif, sendi-sendi kehidupan masyarakat dipenuhi oleh doktrin-doktrin politik dan ideologis serta kemandulan kehidupan seni dan budaya. Kondisi itu tercipta karena pemerintah lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan dan politik. Kondisi itu berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Taufiq Ismail yang terlihat dari pergeseran orientasi pemikirannya dalam puisipuisinya. Puisi-puisi awalnya adalah puisi-puisi perjuangan pads masa revolusi fisik dan relijius mengenai perjalanan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1963-1966, puisi-puisinya lebih bersifat sebagai protes sosial dan politik terhadap kekuasaan politik pada masa Demokrasi Terpimpin.
Kemudian pemikiran Taufiq Ismail yang bersifat protes sosial dan politik juga dituangkan dalam kolom Renungan Hari Ini (Harlan KAMI) dan kolom Seni dan Budaya (Sinar Harapan) dalam periode 1966-1970. Skripsi Ini mengkaj i pemikirannya dalam empat konsentrasi, yaitu pemikiran tentang moralitas pemimpin, tentang hubungan kreativitas dengan politik, perjuangan moral KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), sikap dan peran kecendekiawanan seperti yang dituangkan dalam kumpuian puisinya Tirani dan Benteng, kolom Seni dan Budaya (Sinar Harapan) dan kolom Renungan Hari Ini (Harlan KAM]) yang ditulis dalam periode 1963-1970.

"
2001
S12675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>