Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1720 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiar Anwar Bachtiar
"Penelitian ini berjudul Respon Intelektual Persatuan Islam Terhadap Kebijakan Politik Orde Baru. Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah mengungkap siapakah intelektual-intelektual Persis pada masa Orde Baru, bagaimana respon mereka terhadap kebijakan Orde Baru, dan efeknya terhadap perkembangan Persatuan Islam. Metode penelitian yang dipakai adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap penelitian, yaitu heuristik, ktitik, interpretasi dan historiografi.
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa tokoh-tokoh kunci intelektual Persis pada awal Orde Baru adalah murid-murid A. Hassan, yaitu Mohammad Natsir di Jakarta, Abdul Kadir Hassan di Bangil, dan Endang Abdurrahman di Bandung. Selama Orde Baru ketiga tokoh ini menarik diri dari wilayah politik praktis dan terjun ke dunia dakwah. Sikap ketiga tokoh ini sendiri terhadap kebijakan politik Orde Baru terbelah ke dalam dua kelompok, yakni kelompok Bangil-Jakarta yang tetap ikut bersuara kritis terhadap berbagai kebijakan Orde Baru dan kelompok Bandung yang sama sekali ingin mengisolasi diri dari dunia politik sehingga sama sekali tidak ingin memberi respon apapun terhadap berbagai kebijakan politik Orde Baru. Polarisasi ini sedikit banyak juga dipicu oleh konflik internal antara kelompok Bandung dan Bangil pada Muktamar tahun 1960 di Bangil.
Sejak Muktamar Bangil 1960, kendali Persis secara organisasi berada di bawah kelompok Bandung sehingga sikap Persis secara organinasi sampai dua dekade awal Orde Baru pun sama, yaitu mengisolasi diri. Sementara kelompok Bangil-Jakarta mengembangkan sendiri kader-kadernya melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Polarisasi itu terjadi sampai paruh pertama tahun 1980-an ketika kepemimpinan formal Persis pindah ke tangan Abdul Latif Muchtar. Sosok tokoh intelektual ini relatif lebih terbuka dibandingkan pendahulunya karena faktor pendidikan dan pergaulannya yang sangat luas. Di tangannya Persis mulai membuka diri kembali untuk ikut merespon berbagai kebijakan pemerintah yang tengah berlaku. Berbagai kebijakan yang dibuatnya menunjukkan sikapnya yang Selain itu pula, ia juga terus berusaha untuk menyatukan kembali potensi-potensi kader Persis yang sebelumnya terpecah karena persoalan-persoalan internal. Usaha-usaha ke arah sana terus dilakukannya sampai ia meninggal tahun 1997.

The Title of this research is Respon Intelektual Persatuan Islam Terhadap Modernisasi Orde Baru (Respons of Persis's Intellectual to The New Order's Modernization Policy).The goals of this reasearch are to find who the Persis's intellectuals a long the New Order period were, how they gave them respons, and what the effects to the Persis's development were. The method used is historical method which has four phases of research: heuristic, critic, interpretation, and historiography.
According to the reseach, was found that the key figures of Persis's intellectuals on the first period of the New Order were A. Hassan's students, i.e.: Mohammad Natsir in Jakarta, Abdul Kadir Hassan in Bangil, and Endang Abdurrahman in Bandung. During the New Order period, these three figures withdrew from the political practice and dealed with the Islamic preaching. Respons of these three figures to the New Order political policy dicided in to two groups, i.e: Bangil-Jakarta's group which still gave critical attention to every the New Order's political policy and Bandung's group which wanted to withdraw purely from any kinds of politic untill do not any respon to the New Order policy. This polarization caused, a little, by intern conflict on Muktamar1960 in Bangil.
Since Muktamar Bagil 1960, Persis as organization controlled by Bandung's group. Because of that, behaviour of Persis as organization was same with the behaviour of Bandung's group, i.e. isolated itself from any kinds of politic, while Bangil-Jakarta's group doveloped it's cadres by itselfs, out from the organization, throughout Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. That polarization was untill fist half of 1980s when formal leadership of Persis has taken by Abdul Latif Muchtar. This figure was more inclusive than his former becauce of his education and his large interactions with the others. By his ledership, Persis opened it's mind again to respons the goverment's pilicies at that time. Many of his pilicies for Persis showed clearly that he want to bring back again Persis to national and international interactions. Beside that, he tried to unite the separate potential cadres of Persis caused by internal frictions. His efforts to these goals was initiated untill his died in 1997.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin
"Penelitian ini berjudul kuli kontrak di perkebunan tembakau Deli - Sumatera Timur tahun 1880 - 1915, yaitu sejak dikeluarkannya Koeli Ordonantie sampai di cabutnya Koeli Ordonantie itu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kontrak-kontrak tentang konsesi tanah antara Sultan Deli dan pengusaha perkebunan dan mencari hubungan dengan pengusaha perkebunan berdasarkan Koeli Ordonantie. Selain itu juga mendeskripsikan tenaga kerja serta dampak yang muncul dengan diberlakukannya Koeli Ordonantie. Daerah Deli adalah salah satu daerah di Sumatera Timur yang paling banyak memiliki perkebunan tembakau dibandingkan dengan wilayah Sumatera Timur lainnya. Perkebunan tembakau di Deli di usahakan pertama kali oleh Jacobus Nienhuijs dengan mendapat konsesi tanah dari Sultan Deli selama 99 tahun tanpa membayar sewa sepeserpun. Selain masalah tanah adalagi masalah tenaga kerja. Pada mulanya pengusaha perkebunan tembakau mendatangkan tenaga kerja dari Cina via Penang dan Singapura. Akan tetapi karena tenaga kerja Cina semakin sulit didapatkan akhirnya didatangkan tenaga kerja dari Jawa. Demi terlaksananya perusahaan perkebunan dan untuk mengatur tenaga kerja maka di keluarkan peraturan-peraturan tentang kuli (Koeli Ordonantie) yang beberapa kali diubah dan dilengkapi pasal-pasalnya. Dalam peraturan ini tidak hanya mengenai hak dan kewajiban kuli tetapi juga hak dan kewajiban pengusaha. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya perkebunan tembakau ini adalah adanya perjudian dan pelacuran. Hal ini memang disengaja yang tujuannya untuk mengikat kuli-kuli itu agar tetap bekerja lebih lama di perkebunan.

The Objective of this study was to describe contracts on land concession between the Sultan of Deli and plantation business owners and as well to find its relations with plantation business owners based on Koeli Ordonantie. Further to these, this study was directed to provide description on works and its impact when Koeli Ordonantie starts to take place. Deli is one of the regions in East Sumatra that owns the most tobacco plantation. The tobacco plantation business in Deli was first started by Jacobus Nienhuijs whom received the privilege of land concession from the Sultan of Deli for 99 years without rental cost. Despite the land problems, there had been workers problem. At first, tobacco plantation owners flew workers from China through Penang and Singapore. However as it was increasingly difficult to get China workers then they landed workers from Java region. The impact caused by tobacco plantation was gambling and prostitution. These were done with the intention to tie the workers so they would work in the plantation longer than required. To enforce the plantation business and ruled the workers, Koeli Ordonantie regulations experienced changes, including the articles. The regulation provided not only articles on workersÂ? rights and responsibilities but also business owners."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sanggupri Bochari
"Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan dua suratkabar yaitu Surabaja Post dan Sinar Harapan terhadap penggabungan Irian Barat ke dalam wilayah Kekuasaan RI 1961-69. Selain itu untuk menjelaskan pergeseran peranan yang dimainkan suratkabar selama periode kepemimpinan Presiden Soekamo. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan menggunakan sumber¬sumber sejarah tertulis balk primer maupun sekunder. Dengan melihat corak kehidupan politik negara Indonesia pada masa 1961-69 dengan pendekatan state centered dimana Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari berbagai peranan yang telah dimainkan, suratkabar telah memberikan sumbangan tak ternilai bagi kesatuan tanah air, memelihara kesadaran berbangsa, dan mempertangguh nasionalisme Indonesia dari waktu ke waktu. Hal ini ditunjukkan dari Pandangan suratkabar Surabaja Post dan Sinar Harapan terhadap penggabungan Irian Barat pada periode 1961-69.
Pada masa ini suratkabar seharusnya berperan sebagai wrong penguasa, terkait diterapkannya sistem politik Demokrasi Terpimpin sejak 1959 oleh Presiden Soekarno, namun dalam mengemban peran ini tidak berarti surat kabar hanya mengikuti saja terhadap keingian penguasa pada waktu itu. Ternyata Surahaja Post dan Sinar Harapan tetap dapat menjaga independensinya dengan tetap kritis pada pemerintah atas kebijakan yang diputuskan dalam menangani masalah Irian Barat. Memang dalam memberikan kritik itu dilakukan dengan cara yang santun dengan menggunakan bahasa yang halus, dibanding pada masa demokrasi liberal yang cenderung menggunakan bahasa yang tegas, terusterang, dan bahkan kasar. Selain itu Surabaja Post dan Sinar Harapan selain memperlihatkan persamaan pandangan mengenai strategi diplomasi juga perbedaan pandangan mengenai cara penyerahan kekuasaan atas wilayah Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia.

This thesis aim to opinion description of two newspaper that is Surabaja Post and Sinar Harapan to merger of West Irian into region Power of RI 1961-69. Besides to explain friction of played by role newspaper during period of leadership of President Soekarno. This research apply method history of by using source of history of good written of secondary and also primaries. With seeing pattern of life of Indonesia state politics at a period of 1961-69 with approach of state centered where President Soekamo apply Democracy Is led so that life of nation and state fully controlled by government. Research result indicate that from various roles which have been played, newspaper have given priceless contribution for unity of fatherland, look after awareness of nation, and make tart Indonesia nationalism from time to time. This thing is shown from Opinion of newspaper Surabaja Post and Sinar Harapan to merger of west Irian at period of 1961-69.
At this term newspaper ought to personate power funnel, relevant apply it Democracy politics system Is led since 1959 by President Soekarno, but in responsible this role don't mean Newspaper only following is just to willing power by then. Simply Surabaja Post and Sinar Harapan remain to can take care of the independency by fixed critical at government to policy which decided in handling problem of West Irian. Truely in giving the criticism done by the way of decent by using smooth language, compared at a period of liberal democracy tending to apply coherent language, honestly, and even harsh. Besides Surabaja Post and Sinar Harapan Besides showing equation of opinion concerning diplomacy strategy also difference of procedural opinion of delivery of power of region superior West Irian from Dutch to Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T39169
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo
"Tesis ini membahas tentang Perkembangan RSUP Sanglah Pascaperistiwa Bom Bali dari tahun 2002-2008. RSUP Sanglah adalah rumah sakit terbesar di Bali sekaligus Rumah Sakit Rujukan Bagi wilayah Bali, NTB dan NTT. Namun, status RSUP Sanglah sebagai rumah sakit rujukan ternayata belum memiliki fasilitas yang memadai sebagai Rumah Sakit Umum Pusat. Hal ini dapat dilihat pada saat menangani korban peledakan Bom di Bali pada tahun 2002. Korban Bom Bali sebagian besar dievakuasi, diidentifikasi dan dirawat di RSUP Sanglah. Dengan menggunakan fasilitas yang seadanya dan juga pengalaman yang kurang dalam penanganan korban bom, RSUP Sanglah mampu menangani pasien korban bom dengan baik. Atas jasa-jasa dari RSUP Sanglah inilah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Australia memberikan penghargaan dengan membangun fasilitas pelayanan kesehatan bertaraf Internasional di RSUP Sanglah seperti Burns Unit dan Wings Internasional. Peristiwa Bom Bali ternyata menjadi titik balik dalam perkembangan RSUP Sanglah, karena Pascaperistiwa Bom Bali, RSUP Sanglah semakin berkembang pesat dan menjadi Rumah Sakit bertaraf Internasional. Studi ini memanfaatkan sumber lisan dan tulisan mengenai sejarah berdirinya, perkembangan, dan penanganan korban Bom Bali menjadi fokus dalam uraian tesis ini.

This thesis discusses the development of Post-Incident Sanglah Hospital from 2002 to 2008 Bali bombings. Sanglah Hospital is the largest hospital in Bali as well as Referral Hospital For Bali, NTB and NTT. However, the status Sanglah Hospital as a referral hospital not have adequate facilities as the General Hospital Center. It can be seen when dealing with victims of bomb explosions in Bali in 2002. Bali Bombing Victims largely evacuated, identified and treated at Sanglah Hospital. Using a makeshift facility and also a lack of experience in the handling of bomb victims, Sanglah Hospital is able to handle patients with a good bomb survivors. For the services of this Sanglah Hospital Central Government and the Australian Government to give the award to build an international health care facilities in such Sanglah Hospital Burns Unit and Wings International. Bali Bombings turned out to be a turning point in the development Sanglah Hospital, because the post-Bali Bombing Incident, Sanglah Hospital is growing rapidly and becoming an International Hospital. The study relied on oral sources and written about the history of the establishment, development, and handling of Bali bomb victim becomes the focus of this thesis in the description."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28707
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzan bin Ab Hamid
"KMM yang dibentuk atas prakarsa golongan muda nasionalis Melayu muncul sebagai satu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan bagi Malaya. Bagi KMM sudah waktunya orang-orang Melayu membuka mata melihat dan membuat penilaian terhadap pemerintahan Inggris di Malaya. Penindasan terhadap orang Melayu yang membawa dampak yang buruk baik dari segi ekonomi, sosial dan politik sepantasnya ditentang oleh orang-orang Melayu.Konsekuensi dari sikap KMM itu, mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Inggris, sehingga mereka sanggup bekerjasama dengan pihak lain, dalam hal ini Jepang untuk meruntuhkan kekuasaan Inggris di Malaya. Bekerjasama dengan Jepang tidaklah dapat diartikan sebagai upaya untuk melepas apa yang diperjuangkan dan apa yang dicita-citakan kemerdekaan Malaya, tetapi hanya sekadar taktik dari KMM dengan harapan Jepang bersedia memberikan kemerdekaan atau paling tidak suatu bentuk pemerintahan sendiri kepada Malaya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Abas
"Situasi politik Indonesia pascapemilu 1955 ternyata melahirkan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa kalangan masyarakat. Presiden Sukarno yang terasing secara politik melihat celah untuk kembali ke panggung politik dengan memanfaatkan ketidakpuasan beberapa kalangan di masyarakat terhadap tingkah lake partai politik dalam menangani beberapa. Salah satunya adalab intervensi pada urusan militer. Pada pertengahan 1957 Sukarno mengungkapkan keinginannya terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia. la ingin satu situasi politik yang stabil yang disebutnya demokrasi terpimpin.1 Kemudian, presiden mengajukan konsep yang intinya pertama, dalam kabinet seharusnya terdapat semua golongan masyarakat atau pembentukan sebuah kabinet koalisi berkaki banyak. Hal ini didasarkan pads selalu ditolaknya Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk masuk dalam kabinet oleh partai yang dominan kala itu, yaitu partai yang berbasis agama (Islam) seperti Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua, dibentuknya sebuah dewan nasional yang berdasarkan pada sifat-sifat fungsional dan akan dipimpin langsung oleh Sukarno? Usul Sukarno itu mendapat tanggapan positif dari kalangan militer...."
2001
S12421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurakhman
"Penulisan Skripsi ini dimulai pada pertengahan tahun 1992. Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan Dewan Konstituante gagal untuk menetapkan dasar negara. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, dengan pencarian sumber-sumber primer, kemudian sumber-sumber sekunder dan sumber pendukung lainnya. Sumber-sumber ini penulis peroleh di Arsip Nasional, dan perpustakaan-perpustakaan yang ada di Jakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa gagalnya Dewan Konstituante menentukan alternatif dasar negara karena dua faktor. Pertama, faktor dari dalam Dewan Konstituante dan yang kedua faktor dari luar. Kedua faktor tersebut merupakan sebab dan akibatnya. Gagalnya Dewan Aonstituante menentukan alternatif dasar negara karena tidak tercapainya kesepakatan di antara anggota Dewan sendiri, sehingga Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945 tanpa adanya perubahan. Usulan Soekarno tersebut ternyata tidak mampu membuat jalan keluar kerja, Dewan, tetapi mengakibatkan kemacetan. Soekarno menganggap kemacetan di Dewan tersebut sangat membahayakan kehidupan bernegara di Indonesia. Soekarno yang sejak ditetapkannya UUD'S 1950 hanya sebagai kepala negara yang tidak terlibat langsung dengan pemerintahan, mulai melibatkan diri secara langsung, dan ini bertentangan dengan UUD'S 1950. Tindakan Soekarno mengusulkan kembali ke UUD 1945 hanya kedok belaka untuk menerapkan sistem politik yang selalu digembar-gemborkannya Demokrasi Terpimpin. Ini terbukti usulan kembali ke UUD 1945 yang akhirnya gagal, mendorong Soekarno semakin terlibat lebih jauh, yaitu mengeluarkan dekritnya pada tanggal 5 Juli 1959. Isinya antara lain membubarkan Dewan Konstituante, ini berarti Dewan Konstituante gagal menentukan alternatif dasar negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Jenal Abidin
"Skripsi yang berlandaskan kajian sosial-ekonomi ini, mencoba melihat gejolak ekonomi di Hindia Belanda yang terkena dampak dari krisis dunia tahun 1930, yang dikenal dengan nama Malaise. Lebih jauh lagi skripsi ini, akan melihat sampai seberapa jauh aktivitas masyarakat Hindia Belanda dalam menanggapi terjadinya depresi ini, dan bagaimana pula sikap dari pemerintah Hindia Belanda dalam menanggulangi terjadinya krisis ini.
Terjadinya krisis dunia tahun 1929, yang berlang_sung cukup lama tersebut, secara praktis melumpuhkan sendi-sendi perekonomian Hindia Belanda. Walaupun sebenar_nya krisis ini dilatar belakangi oleh anjloknya bursa saham di Amerika, tetapi imbasnya justru lebih menimpa pada negara-negara pengahasil bahan mentah. Hindia Belan_da, yang hampir seluruh devisa negara didapat dari ekspor bahan mentah, mengalami nasib yang sangat tragis. Dan hal ini berpengaruh besar pada situasi dan kondisi masyarakat_nya. Muncul kekacauan ekonomi dalam masyarakat yang diaki-batkan oleh pengangguran, pemotongan upah, dan semakin rendahnya harga produk--produk pertanian. Pada saat seperti itulah masyarakat dipaksa untuk bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit.
Sistim ekonomi modern/Barat yang bertopang pada sistim ekonomi uang, sangat menyulitkan posisi masyarakat Hindia Blelanda. Pola-pola yang diterapkan dalam sistim ini sangat sulit untuk diintegrasikan dengan sistim ekonomi pribumi, dan mencapai puncak kesukarannya pada terjadinya malaise ini.
Ada satu hal yang menarik, bahwa dengan terjadinya krisis ini, masyarakat mencoba kembali sistim ekonomi tradisional dalam usahanya untuk mencoba bertahan. Sistim barter pun mulai menjadi model kegiatan ekonomi. Tetapi walau bagaimana sistim ekonomi uang yang diterapkan Peme_rintah secara ketat, (dalam pembayaran pajak, bunga hutang, dll) menyebabkan masyarakat mencoba bentuk lain dari usaha yang mereka jalani selama ini.
Usaha ini mencapai titik terang tatkala, Pemerintah mendukung (walaupun untuk maksud yang lain) pemanfaatan lahan-lahan yang kosong (akibat pengurangan produksi Perusahaan-perusahaan besar), pengaturan kebijakan regulasi agar produksi bisa berjalan tanpa terlalu terpengaruh kondisi pasar dunia, dan kebangkitan kembali industri_industri kecil masyarakat, yang kesemuanya dapat menjadi buffer (penyeimbang) dari krisis yang sedang berjalan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Abidin
"KPH (Koninklijke Paketvaart-Maatschappij) adalah perusahaan pelayaran Belanda yang memegang hak monopoli atas pelayaran antarpulau di Indonesia sejak 1890. Dalam mempertahankan monopolinya KPM mempergunakan berbagai cara yang sifatnya menghambat, seperti tidak memberikan fasilitas baik itu pelabuhan maupun pinjaman bank terhadap para pesaingnya. Akibatnya perusahaan-perusahaan pelayaran yang dikelola oleh pribumi sulit berkembang. Tahun 1942-1945, KPM menghentikan sementara usaha pelayarannya karena pendudukan Jepang terhadap Indonesia. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, bersamaan dengan datangnya kembali Belanda di Indonesia, KPM kembali menjalankan usaha pelayarannya di Indonesia. Sementara itu Pemerintah Indonesia yang telah merdeka menganggap bahwa kembalinya KPM di Indonesia menimbulkan kecurigaan terhadap kembalinya dominasi modal asing di Indonesia. Untuk itulah Pemerintah berkeinginan untuk menggantikan peranan KPM di Indonesia, maka baru pada tahun 1952 Pemerintah Indonesia membentuk PELNI (Perlayaran Nasional Indonesia). Dalam perkembangannya sejak berdirinya PELNI mengalami berbagai hambatan dalam usaha perkembangannya salah satunya adalah masih beroperasinya KPM di Indonesia. Sejak tahun 1957, ketika KPM dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia, maka PELNI sebagai perusahaan dalam negeri yang paling dominan menggantikan peranan KPM. PELNI mengalami berbagai kemajuan yang menyolok baik itu jumlah armada, pangsa muatan barang dan penumpang, serta luasnya pengoperasian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa nasionalisasi KPM tahun 1957 merupakan titik tolak berkembangnya pelayaran nasional Indonesia..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Achdian
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas persoalan disekitar pelaksanaan landreform pada masa Demokrasi Terpimpin sejak dicanangkannya kebijakan tersebut pada tahun 1960 sampai dengan runtuhnya pemerintahan Orde Lama. Serangkaian pertentangan yang muncul di antara kekuatan-kekuatan politik di sekitar struktur kekuasaan pemerintahan Demokrasi Terpimpin, pada akhirnya justru menjadi kekuatan yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan landreform. Dalam skripsi ini, diuraikan bagaimana penyusunan kebijakan. pelaksanaan landreform, pelaksanaannya dan konflik-konflik yang timbul di sekitar kebijakan tersebut. Kemudian diuraikan pula bagaimana kemacetan pelaksanaan program landreform ketika dijalankan organisasi pelaksana landreform yang dibentuk oleh pemerintah. Lemahnya kekuasaan negara pada saat itu menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi kegagalan pelaksanaan landreform di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Landreform pada akhirnya menjadi satu isu politik yang melibatkan peranan organisasi-organisasi massa yang radikal dalam menghadapi struktur sosial di pedesaan. Namun, tingkat radikalisasi massa yang tidak terkendali pada akhirnya justru menjadi bumerang yang menghancurkan kekuatan organisasi massa tersebut.

"
1996
S12137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>