Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Sumanto
"ABSTRAK
Kebutuhan akan bandar udara bagi Sumatera Utara sudah sangat mendesak. Bandara yang ada saat ini yaitu Sandara Polonia sudah tidak layak untuk dijadikan bandar udara internasional di kola terbesar ketiga di Indonesia itu. PT. Angkasa Pura II sebagai perusahaan yang diberi hak oleh pemerintah dalam mengelola bandara diharapkan dapat berpartisipasi dalam membangun bandara yang Baru. Pemerintah akan membantu dengan menyediakan fasilitas pembangunan jalan tol serta jalur kereta api dari Medan.
Investasi pembangunan bandara merupakan hal barn bagi PT. Angkasa Pura II karena selama ini pembangunan bandara dilakukan oieh pemerintah dan kemudian diserahkan sebagai penyertaan modal pemerintah untuk dikelola. Hal ini terkait dengan fungsi bandara sebagai salah satu fasilitas keamanan. Investasi ini memerlukan biaya yang sangat besar dan pengembalian yang lama.
Selain investasi yang mahal risiko yang ditanggung pengelola jugs cukup tinggi. Pendapatan yang diterima dari penumpang luar negeri sangat tergantung dengan keamanan suatu negaraldaerah. Dilain pihak kontribusi pendapatan yang diterima dari penumpang luar negeri sangat besar. Selain itu juga ada risiko inflasi dan penetapan tarif yang ditentukan oleh pemerintah. Dengan investasi yang besar perusahaan tidak secara otomatis memiliki bandara karena tanah yang dipergunakan milik pemerintah sehingga tidak dapat diagunkan ke bank.
Karena pembangunan bandara tersebut tetap hares dilakukan maka perlu dilakukan evaluasi dalam memilih alternatif pendanaan yang tepat sehingga investasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam melakukan evaluasi dilakukan dengan metode capital budgeting. Pada metode ini dilakukan penghitungan Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) serta Profitability Index (PI) untuk menentukan alternatif pendanaan yang paling tepat.
Untuk melakukan penghitungan maka dikembangkan asumsi-asumsi yang dapat mempengaruhi penghitungan. Asumsi tersebut ada yang bersifat umum seperti makro ekonomi, inflasi serta nilai tukar rupiah dan ada yang bersifat khusu seperti investasi, biaya modal, arus kas dan lain-lain.
Berdasarkan penghitungan PP, NPV, IRR dan PI dengan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dari ketiga alternatif pendanaan hanya altematif pendanaan 11 yang layak dipilih untuk proyek investasi. Altematif pendanaan merupakan alternatif dengan komposisi modal sendiri sebesar 10% dan pinjaman sebesar 90%. Pada alternatif pendanaan ini pemerintah melakukan pinjaman langsung ke lembaga donor lalu menyalurkannya ke PT. AP II. Dengan cara tersebut pemerintah menjamin pengembalian pinjaman sehingga biaya bunga yang dikenakan relatif kecil.
Pada evaluasi ini juga dilakukan analisis sensitivitas dengan mengasumsikan bahwa perekonomian Indonesia sangat Balk sehingga inflasi relatih kecil (6%). Dengan asumsi yang optirnis tersebut maka depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD semakin kecil. Perubahan asumsi tersebut membuat alternatif pendanaan II juga layak untuk dipilih. Alternatif pendanaan ini mensyaratkan pecan serta pemerintah untuk menanggung sebagian dari kebutuhan investasi.

ABSTRAK
The new airport for North Sumatera provence is urgently necessary. For a third biggest city in Indonesia, Polonia is no more proper as the international airport. Indonesia government hopes PT. Angkasa Pura II will participate in the establishment of the new airport. The government will help the facilitation of the construction of the new highway construction and the new railway pay.
New Airport investment is a new thing for PT. Angkasa Pura, since the government has only done it and then the premise would be handed over as a government capital to be managed. That is due to the function of an airport as one of the security facilities. Thisinvestment requires a large capital and has a long period of return.
As the investment is highly costly, the risk managing it is of high level. Income from foreign passengers will be highly determined by the safety factor in the country/area, while the contributive income is always at a large scale. There are also risks of inflation and tariff regulation from the local government. With such a big investment, the managing company is not automatically entitled to the proprietorship of the land, since the land is the property of government. Thus, the land cannot be offered as a warranty in any mortgage.
The establishment of the new airport has to go on. So, an evaluation in choosing investing alternates, which is right and proper to improve the company value, needs to be done. In such evaluation a capital budgeting method is recommended. With this method figures like: Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) and Profitability Index (PI) will be calculated to determine the best investing alternate.
Assumptions that influence the calculation will be developed. Some assumptions are general like economic macro, inflation and exchange money. And some assumptions are specific like investment, capital expenses, cash flow etc.
Based on PP, NPV, IRR and PI with the assumptions, a summary will be stated that investing alternate second is the best chosen as Investment Project, out of three. The investing alternate second is the one composed of 10% own capital and 90% bank loan_ Upon this alternate, the government will get a direct loan from a donating institution and flow the fund to PT. Angkasa Pura II. That way, government guarantees the payment to minimize the interest as low as possible.
In this evaluation a sensitivity analyses is done by assuming that Indonesia economy is in a good condition that the inflation rate is relatively low (6%). With such optimistic assumption, the depreciation of foreign exchange rate towards USD will get lower. The change of assumption also makes the investing alternate second get chosen. This investing alternate requires the active involvement of government to deal with some of the investment necessities.
"
2007
T 19683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjafardamsah
"Rencana merger PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENERGI) merupakan berita yang cukup menyita perhatian kalangan pasar modal. Selain besarnya nilai transaksi yaitu Rp 11.52 triliun berbagai aksi korporasi lainnya dari kedua perusahaan menjadikan rencana merger ini menjadi cukup fenomenal. Hal ini jugalah yang mendorong rasa ingin tahu penulis mengenai rencana tersebut. Walaupun pada akhirnya rencana ini secara resmi telah dibatalkan namun beberapa hal masih dapat dijadikan contoh kasus yang bermanfaat, terutarna dalam menerapkan beberapa teori yang berkaitan dengan penilaian perusahaan khususnya metode Adjusted Present Value (APV).
Pembahasan karya akhir ini diawali dengan mencari nilai perusahaan ENERGI per 31 Desember 2006. Penilaian ini dilakukan dengan pertimbangan bila Lapindo Brantas Inc (LBI) salah satu anak perusahaan yang mengalami musibah luapan lumpur pada salah satu sumur galiannya didivestasi. Berdasarkan Iaporan keuangan per 30 Juni 2006 penulis membuat penyesuaian laporan keuangan bila LBI didivestasi kemudian membuat proyeksi laporan keuangan ENERGI per 31 Desember 2006. Selanjutnya penulis membuat proyeksi laporan keuangan selama sepuluh tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2016 dengan menggunakan model simulasi sehingga didapatkan nilai free cash flow setiap tahunnya. Dengan menggunakan metode discounted cash flow, free cash flow tersebut di present value kan pada tingkat cost of capital dimana diasumsikan perusahaan seluruhnya didanai dengan modal sendiri (unlevered firm). Tidak ada terminal value karena setelah sepuluh tahun diasumsikan tidak ada lagi cadangan yang dapat diproduksi. Sehingga diperoleh nilai ENERGI sebesar Rp. 8.529.993.432.000 atau Rp 592 per lembar saham. Dengan demikian nilai transaksi yang direncanakan sebesar Rp. 11,52 triliun menjadi jauh lebih mahal dari nilai perusahaan itu sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai Rp. 11,52 triliun belum memperhitungkan divestasi LBI.
Kemudian pembahasan dilakukan terhadap transaksi leveraged buyout (LBO) yang terjadi bila BUMI mengambil alih ENERGI dengan struktur pendanaan sebagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga. Dalam karya akhir ini diasumsikan nilai transaksi sebesar niliai buku ENERGI per 31 Desember 2006 sebesar Rp. 8.163.685.200.000. 90% pendanaan berasal dari pinjaman yaitu sebesar Rp. 7.347.316.680.000. sedangkan sisanya sebesar Rp. 816,368,520,000 didanai menggunakan modal sendiri. Dengan menggungakan metode Adjusted Present Value (APV) dapat diketahui nilai perusahaan setelah LBO yaitu sebesar nilai unlevered firm ditambah tax shield dikurangi bankcruptcy cost yang masing-masing sebesar Rp, 8.529.993.432.000. ; Rp. 1.286.597.767.000; dan Rp. 36.081.873.000 sehingga nilai perusahaan menjadi Rp. 9.780.509.327.000. Nilai tersebut terdiri dari nilai utang sebesar Rp. 7.347.316.680 dan nilai ekuitas sebesar Rp. 2.433.192.647.000. Dengan demikian terdapat nilai positif bagi investor ekuitas sebesar Rp. 1.616.824.127.000 dimana nilai awal ekuitas sebelum LBO Rp. 816.368.520.000 meningkat menjadi Rp. 2.300.793.644.000 setelah LBO.
Sehingga dengan demikian disarankan agar BUMI meaakukan LBO terhadap ENERGI dengan komposisi pendanaan 90% nya berasal dari pinjaman pihak ketiga. Untuk itu pihak manajemen BUMI hares mampu mencari sumber-surnber yang mampu memberikan pinjaman dalam rangka LBO tersebut.

Merger plan between PT Bumi Resources Tbk (BUMI) and PT Energi Mega Persada Tbk (ENERGI) was very interesting news for the capital market society. Not just the large amount that involved in this transaction as mush as Rp 11.52 triliun, but also several corporate action from both company make this merger plan become so phenomenal. It also seems to be the reason of this thesis. Even though the merger was officially being canceled but it still left some item that can be a good sample for case study, especially for implementation of valuation theory more special for Adjusted Present Value (APV) method.
This thesis begins with the valuation of ENERGI per December 31, 2006. This valuation is performed with consideration that Lapindo Brantas Inc (LBI) the subsidiary of ENERGI which experiencing the mud flow accident is being divested. Based on financial statement per June 30, 2006 this thesis make any adjustment to accommodate the divestment of LBI and then based on this adjustment we can make the projection of financial statement for ENERGI per December 31, 2006. This thesis also makes the projected financial statement for the next ten years from 2007 until 2016 using the simulation method so that the free cash flow every year can be determined. The present value of free cash flow can be determined using the Discounted Cash Flow method with discount rate at cost of capital with assumption that the company only financed with equity (unlevered firm). This thesis do not calculate the terminal value since it is assumed that there would be no more deposit of oil and gas after ten years production. Then we get the value of the firm for ENERGI is Rp. 8.529.993.432.000 or Rp 592 per share. So the value of the merger that was planned to be Rp. 11,52 trillion seems to be very expensive. Possibly it happened because the divestment of LBI is not being considered.
After this, the thesis analyzed the leveraged buyout (LBO) transaction that could be happened if BUMI take over ENERGI with most of financing structure come from third party. It is assumed that the take over was using the book value of ENERGI per December 31, 2006 that is Rp. 8.163.685.200.000. 90% of this transaction is financed by loan that is Rp. 7.347.316.680.000. And the rest 10% is financed by equity as much as Rp. 816,368,520,000. Using the Adjusted Present Value (APV) method, the value of the firm after LBO can be calculate as the sum of unlevered firm value plus tax shield less bankruptcy cost that is Rp, 8.529.993.432.000. ; Rp. 1.286.597.767.000; and Rp. 36.081.873.000 so the value of the firm is Rp. 9.780.509.327.000. It consist of debt value Rp. 7.347.316.680 and equity value Rp. 2.433.192.647.000. It is clear that there is a positive value for the equity investor as much as Rp. 1.616.824.127.000 that comes from the difference between equity value before LBO Rp. 816.368.520.000 that increase to Rp. 2.300.793.644.000 after LBO.
So it recommended that BUMI should take over ENERGI using LBO method with 90% of financing structure comes from loan. The management of BUMI should find any sources from the third party to finance the LBO.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Maria C.
"PT. AKR Corporindo Tbk adalah perusahaan terbuka yang bergerak di bidang distribution, logistic dan chemical trading di Indonesia. PT. AKR Corporindo Thk merupakan produsen terbesar di Asia Pasitik dan No. 2 di dunia dalam menyediakan bahan baku Sorbitol dan turunannya.
Selama tahun 2002 sampai dengan 2005, baik revenue maupun net profit yang diperoleh PT. AKR. menunjukkan kenaikan kinerja dari tahun ke tahun akan tetapi peningkatan revenue dan net profit perusahaan tidak diikuti dengan peningkatan dari earning per share yang dihasilkan oleh perusahaan. Nilai EPS PT. AKA terus menurun dari tahun ke tahun sejak tahun 2003 yaitu sebesar Rp. 259/lembar saham, Rp. 248/1embar di tahun 2004 dan Rp. 191/embar saham di tahun 2005. Perolehan nilai EPS dihitung berdasarkan net profit tahun berjalan dibagi dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa.
Adapun misi yang dimiliki oleh PT AKR Corporindo yaitu berkomitnien untuk meningkatkan nilai stakeholder melalui pertumbuhan yang stabil dan pengoperasian bisnis yang excellent menjadi sejalan dengan apa yang dikatakan dalam ilmu corporate finance, dimana tujuan dan tugas manajemen dalam suatu perusahaan adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dengan cara meningkatkan nilai perusahaan.
Tujuan dari karya akhir ini adalah untuk menganalisa kinerja PT. AKR dengan menggunakan metode EVA dan MVA serta memprediksi kebangkrutan perusahaan.

PT. AKR Corporindo Tbk is a public company which operates in distribution, logistic and chemical trading in Indonesia. PT AKR Cot Corporindo Tbk is the largest supplier for Sorbitol and derivatives starch in Asia Pacific and No. 2 in the world.
Since 2002 until 2005, both performance of PT AKR 's revenue and net profit have been increasing front year to year, however the incremental has not been followed with the increasing of earning per share. In contrary, the EPS of PT AKR has been declining from year to year since 2003 which was Rp. 259/share, Rp. 248/share in 2004 and Rp. 191/share in 2005. The computation of EPS was based on the net income divided by the weighted average number of ordinary shares.
PT. AKR Corporindo's mission which is committed to building stakeholder value through sustainable growth and operational excellence is harmonized with the corporate finance discipline, where the purpose and duty of the management was to maximize the wealth of the stakeholder by increasing the value of the firm.
The purpose of this thesis is to analyze the management performance of PT AKR by utilizing the method of EVA and MVA as well as to predict the financial distress by applying the Altman 's Z-Score. Altman's Z-Score method is utilized in order to predict the company's condition to the possibility of bankruptcy (financial distress). EVA method is the tool to measure how much value has been created for the shareholders while the MVA method is to analyze the company's successful of the post invested capital and how success that investment in the glare from investors? of view.
The result showed that company's Z-Score has been declining -since 2002 to 2005 which was finally staved in grey area where the company has the possibility of experiencing the financial distress. Z-Score has been decreased due to the increasing of the short term debt for the working capital improvement.
The result of EVA showed the negative value in 2002-2003 but their increased positively in 2004-2005 which indicates that the management has succeeded to create the value.
In the contrary, the negative EVA in 2007-7005 indicates that the company's invested capital was higher compare to the market value of company's equity. Nevertheless, the MVA has shown that the trend will positively growth and therefore indicates that investor' trust has been raised towards the ability of PT. AKR to create the added value of the investment.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdi
"Selama tiga tahun terakhir, reksa dana menjadi instrumen pasar modal yang paling agresif. Tahun 2004 yang lalu merupakan tahun cemas bagi perkembangan reksa dana di Indonesia dimana dana kelolaan reksa dana hingga akhir Desember 2004 mencapai 100,9 triliun. Hal ini menenjukan bahwa para investor di tahun 2004 lebih tertarik menanamkan investasinya pada jenis investasi reksa dana dimana return yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan investasi lainnya seperti deposito. Namun di tahun 2005, sejak awal tahun hingga akhir tahun terjadi redemption (pencairan dana besar-besaran) yang mengakibatkan dana kelolaan sampai akhir Desember 2005 tinggal 28,3 triliun. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi para investor, apakah reksa dana masih bisa dijadikan alternatif instrumen investasi yang menarik dan aman bagi investor. Pemilihan jenis reksa dana menjadi sangat menentukan berapa besarnya risiko dan hasil yang bisa didapat dari investasinya. Banyak investor yang ingin menempatkan dananya pada reksa dana saham, tapi masalah yang dihadapi mereka adalah bagaimana cara mengukur kinerja dari masing-masing reksa dana saham tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dilakukanlah penelitian untuk menganalisis kinerja reksa dana saham yang ada di Indonesia sehingga layak untuk dijadikan alternatif investasi. Sampel yang diambil merupakan perusahaan yang menawarkan reksa dana saham untuk periode 2003 sampai dengan 2005. Sedangkan data-datanya didapat dari BAPEPAM, Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Kemudian dari data-data tersebut diolah dan diperoleh hasil penelitian bahwa selama kurun waktu 2003 sampai 2005, reksa dana reksa dana saham yang terbaik adalah reksa dana Si Dana Saham yang memiliki nilai Sharpe sebesar 0.583042 (22% diatas kinerja market 0.477710). Pada periode ini terdapat enam reksa dana yang memiliki nilai Sharpe diatas market. Selain reksa dana Si Dana Saham, masih ada reksa dana Rencana Cerdas (0.582370), Dana Megah Kapital (0.555640), Citireksadana Ekuitas (0.499665), Mawar (0.486986), dan Panin Dana Maksima (0.481414).
Reksa dana saham dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif investasi yang menguntungkan walaupun ada beberapa reksa dana saham yang harus dihindari untuk berinvestasi karena memiliki kinerja yang kurang baik. Berdasarkan dari basil penelitian ini, reksa dana saham yang memiliki kinerja terbaik dengan menggunakan Sharpe Measure adalah reksa dana Si Dana Saham. Namun dengan catatan hahwa kondisi dan risiko yang ada sama dengan periode penelitian. Investor sebaiknya melakukan investasi pada reksa dana saham yang memiliki kinerja diatas kinerja market dengan memperhatikan juga risiko dari tiap-tiap reksa dana saham tersebut seperti yang telah diteliti diatas. Di samping itu pula harus dihindari reksa dana yang kinerjanya berada dibawah market.

During three last years, mutual fund becomes the most aggressive capital market instrument. In the last 2004 represent the gold year for growth of mutual fund in Indonesia where total fund until December 2004 reaching 100, 9 trillion. This involve investors in 2004 more interested to invest at mutual fund where return bigger than deposit. But in 2005 since early year-end year happened redemption and make fund to the last December 2005 only 28, 3 trillion. This becomes the big question for investors, what is mutual fund still interesting as investment instrument alternative for investor. Choosing type of mutual fund become very determining how big is the risk and result can be obtained from its investment. A lot of investor wishes to place its fund at equity fund, but the problem how to measure the performance from each the equity fund, based on that, a research to analyze the performance of equity fund in Indonesia as an alternative investment. The sample represents the company offering equity fund for the period of 2003 to 2005. While its data from BAPEPAM, Bank of Indonesia and Jakarta Stock Exchange. Then from the data, the result of research during 2003 until 2005, the best equity fund is Si Dana Saham with Sharpe value 0.583042 ( 22% above market performance 0.477710). Also in this period there are six equity funds with Sharpe value above market. Besides Si Dana Saham, there are Rencana Cerdas (0.582370), Dana Megah Kapital (0.555640), Citireksadana Ekuitas (0.499665), Mawar (0.486986), and Panin Dana Maksima (0.481414). Equity Fund can be made as one of beneficial alternative investment although there are some Equity fund must he avoided for the investment because under performance.
From this research result, the best equity fund by using Sharpe Measure is Si Dana Saham. But with the note that existing risk and condition is equal to research period. Investor should invest at equity fund with performance above market by paying attention to the risks from every equity fund such as have been checked above. Besides that, investor should avoid equity fund with performance below/under market."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komala Dewi
"Akibat memburuknya kondisi perekonomian akibat kenaikan harga minyak mentah dunia, perusahaan dan bank-bank harus memikirkan cara untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup dari usahanya. Kondisi perekonomian seperti ini menyebabkan perusahaan dan bank-bank mengalami apa yang disebut dengan financial distress, yaitu berdasarkan definisi yang dikemukakan Stephen A. Ross dalam Buku Corporate Finance Sixth Edition; Financial distress is a situation where a firm's operating cash flows are not sufficient to satisfy current obligations (such as trade credits or interest expenses) and the firms is forced to take corrective action.
Edward I. Altman telah mengembangkan suatu model yang dapat digunakan oleh Para analis keuangan untuk mengetahui kebangkrutan suatu perusahaan, yaitu Z-Score Model, yang diterapkan pada perusahaan manufaktur dan non manufaktur; perusahaan private dan perusahaan non manufaktur.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap Laporan Keuangan Bank-Bank yang telah dicabut ijin usahanya, didapatkan hasil test bahwa lebih dari 50% bank-bank tersebut tergolong bangkrut. Atas dasar hat tersebut, penulis berkesimpulan bahwa Z -Score Model Altman untuk perusahaan private dan manufaktur dapat diterapkan pada Laporan Keuangan Bank.
Bank-bank yang telah tergolong bangkut tersebut oleh Bank Indonesia disebut sebagai bank bermasalah. Bank-bank ini mendapatkan pengawasan khusus dari Bank Indonesia dan diupayakari untuk dapat disehatkan kembali kondisinya, dengan berbagai cara seperti merger, akuisisi, mencari investor, dan lain-lain, selanjutnya apabila tidak bisa disehatkan kembali maka bank tersebut akan dilikuidasi.
Z-Score Model yang dikembangkan oleh E.I. Altman ini masih perlu diteliti kembali khususnya untuk meramalkan kebangkrutan bank-bank, karena terdapat perbedaan yang mendasar dan kegiatan usaha perusahaan dengan perbankan. Di samping itu Z-Score Model dan Altman ini belum memasukkan unsur risiko, off balance sheet transactions dan prudential banking sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perbankan.

Because of the deterioration of economic conditions since the government increased fuel prices, many companies included banks have been in trouble in its financial condition. To maintain the sustainability of its business, every company must have a good solution in order to deal with this problem. This condition complies with the definition made by Stephen A. Ross in his book Corporate Finance Sixth Edition stating that Financial distress is a situation where a firm's operating cash flows are not sufficient to satisfy current obligations (such as trade credits or interest expenses) and the firms is forced to take corrective action.
Edward I. Altman had developed Z-Score Model to predict firm's bankruptcy. He made two models for different company, that were Z-Score Model for manufacturing and non manufacturing companies and Z-Score Model for private company and non manufacturing company.
The result of testing Z-Score Model to Financial Statement from liquidated banks is that, more than 50% of these banks are proven to be bankrupt banks. Based on this empirical result, I conclude that Z-Score Model from Altman is a good model to predict bank's bankruptcy.
This finding is appropriate with the measures taken by Bank Indonesia as a Central Bank that classified these banks as insolvent banks. These banks, then, received special treatment from Bank Indonesia. In order to make financial condition of these banks was sound, banks and Bank Indonesia must have such solutions as searching new investor, adding up capital, merger, acquisitions, takeovers, etc. Bank Indonesia gave opportunity to bank as follows; if a bank cannot be restored or fail after acquiring special treatment, banks will be closed by Bank Indonesia.
Z-Score Model from E.I. Altman must have developed again because these models are designed for manufacture and non manufacture and private company. If these models are used to banking, many thing likes risk, off balance sheet transactions and prudential banking should be accounted in order to create a suitable models for bank's bankruptcy.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Bagiarta
"Berlakunya UU No. 36 tahun 1999 menubah paradigma penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia dari monopoli menjadi kompetisi, baik untuk badan penyelenggara maupun jenis jasa yang akan dilayani oleh para operator. Dengan kompetisi yang sangat ketat tersebut memicu kreatifitas setiap pelaku bisnis untuk selalu berusaha menjadi terdepan yang berdampak terhadap kinerja perusahaan itu sendiri. PT Telkom Tbk dengan kemampuan, pengalaman serta infrastruktur yang dimiliki berusaha untuk menjadi terdepan dengan melakukan inovasi-inovasi mengikuli perkembangan teknologi komunikasi yang sangat dinamis perkembangannya. Sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi domestik dan internasional, diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya sehingga secara fundamental sahamnya makin menarik untuk dilirik oleh penanam modal (investor). Pembicaraan mengenai nilai sebuah saham juga menyangkut perkiraan prestasi perusahaan di masa depan yang dinilai dari kinerja keuangan selama waktu tak terhingga, yang dapat diamati dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Dalam penulisan karya akhir ini, penulis akan mencoba menganalisis kinerja keuangan dan menilai harga saham PT Telkom, Tbk, dengan melakukan analisis laporan keuangan selama periode tahun 2001-2005.
Sedangkan dalam penilaian harga saham dilakukan analisis fundamental sebelum membuat asumsi-asumsi untuk peramalan earning perusahaan mass depan. Dalam melakukan penilaian fair value dari PT Telkom Tbk penulis menggunkan n letode discounted cash flow valuation dengan membandingkan metode penilaian Free Cash Flow to Equity de^gan F''nsh Flow to the Firm, dan mempertimbangkan pengaruh lingkungan di mana perusahaan melakukan usahanya dengan melakukan top-down analysis sebelum membuat asumsi untuk meramalkan prospek perusahaan di masa datang. Dari hasil analisis kinerja keuangan PT Telkom, Tbk, secara umum menunjukkan bahwa kinerja keuangan Telkom dari tahun 2001 - 2005 menunjukkan pertumbuhan yang membaik. Sedangkan basil perhitungan valuasi terhadap saham PT Telkom, Tbk diperoleh intrinsic equity per share sebesar Rp 6.649,00 serta intrinsic firm per share sebesar Rp 6.369,00. Dengan rnembandingkan nilai tersebut dengan current market price (share (tanggal 29 Desember 2005) sebesar Rp 5.900,00 maka dapat dikatakan bahwa saham PT Telkom, Tbk berada pada posisi undervalue rata-rata sebesar Rp 609 per Iembar sahamnya.
Kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan, baik bagi manajemen perusahaan serta para penanam modal (investor). Bagi perusahaan, pemilihan strategi yang tepat yang didasarkan pada prediksi ke depan sebelum melakukan strategi tersebut, akan mengurangi resiko ketidakpastian dalam pelaksanaannya. Bagi investor, mengingat bisnis telekomunikasi memiliki potensi yang cerah di masa depan, dan berdasarkan perhitungan nilai intrinsik saham ini berada pada posisi undervalued, maka PT Telkom, Tbk merupakan alternatif yang baik untuk berinvestasi dan disarankan untuk mengambil posisi buy (beli).

Since UU No.36 Year 1999 (Government regulation) begin to rules, paradigm of all telecommunication operator has change from monopoly to become competition, for both operation and product that served. Tight competition will create creativity from all businessman in objective to become the leader, by which will effect companies own productivity. PT. TELKOM Tbk, with its ability, experiences, and infrastructures, commit to become the leading company by creating new innovation in communication technology where evolution is very dynamic. As a telecommunication operator for domestic and international region, Public hopes that PT Telkom will increase its productivity, in which fundamentally will increase its share value and automatically will interest investors. The value of a share is depend on company achievement in the future based on finances evaluation during several period of time, which can be evaluated from finances activity evaluation that was released periodically.
Related to the thesis, writer will analyze finances report of PT.Telkom during period of 2001 - 2005. While on share value estimation, we will analyze fundamentals before making any assumption for Estimate Company earning in the future. In calculating fair value of PT. Telkom Tbk, writer will use discounted-cash-flow-valuation method by comparing free cash flow to equity with free cash flow to the firm, and also considering the surroundings/ environment where the company live, by conducting top-down analysis before making any assumption to predict company prospect in the future.
Result of analysis Finances activity of PT Telkom Tbk, generally that Management activity from year 2001 - 2005 shows a better growth. While valuation calculation to PT. Telkom,Tbk share we have intrinsic equity per share is Rp 6,648 while intrinsic firm per-share is Rp 6,369. Comparing those value with current market price/share (29 December 2005) by Rp 5,900.00, we can conclude that PT.Telkom, Tbk share is in undervalue position with average Rp 609 per share. We hope that this would give a benefit for all concerned parties, both management and investors- Company must choose the prefect strategy which based on future prediction before applying strategy in order to reduce uncertainty in implementation. Considering that telecommunication business has bright potency in the figure, and based on calculation in intrinsic value, this share is in undervalue position, therefore PT. Telkom,Tbk could be one of a good alternative to invest money (buy position)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Puspita Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh size, likuiditas, non debt tax dan profitabilitas terhadap struktur modal perusahaan perbankan, baik pengaruh dari masing-masing variabel independent itu sendiri maupun pengaruh secara bersama-sama variabel independent tersebut. Obyek penelitian ini adalah 20 perusahaan perbankan dengan periode waktu penelitian 1991- 2002.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji hipotesa yang menguji signifikan atau tidaknya pengaruh variabel-variabel independent terhadap variabel dependent. Variabel independent yang digunakan size, likuiditas, non debt tar dan profitabilitas. Variabel dependent yang digunakan adalah struktur modal yang diindikasikan sebagai leverage yaitu rasio hutang terhadap total aset.
Setelah melalui pengujian hipotesa dan uji t-test maka didapatkan basil bahwa variabel independent yang berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal adalah variabel size dan profitabilitas. Untuk variabel size berpengaruh positif terhadap struktur modal, berarti bahwa dengan meningkatnya size perusahaan maka akan meningkat pula rasio hutang sebagai indikator dalam struktur modal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ozkan (2001). Sedangkan untuk variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal, berarti bahwa dengan meningkatnya profitabilitas akan mengakibatkan menurunnya rasio hutang, hal ini sesuai penelitian Myers (1984) serta Rajan dan Zingales (1995). Variabel likuiditas dan non debt tax tidak berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal Untuk variabel likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal yang berarti jika rasio likuiditas meningkat maka penggunaan hutang akan menurun, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ozkan (2001). Sedangkan variabel non debt tar berpengaruh positif yang berarti jika non debt tax meningkat maka penggunaan hutang akan meningkat pula, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh DeAngelo dan Masulis (1980). Diantara variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan, yang paling besar pengaruhnya terhadap struktur modal adalah variabel profitabilitas.
Hasil pengujian F-test untuk menguji apakah variabel-variabel independent tersebut berpengaruh secara bersama-sama terhadap struktur modal didapatkan bahwa variabel size, likuiditas, non debt tar dan profitabilitas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap struktur modal.

This research purposes for analyze the influence of size, liquidity, non debt tax and profitability on capital structure banking company, either influence from each independent variable or influence all independent variable. This research object is 20 banking companies for research time period 1991 - 2002.
Hypothesis testing is used to examine the significance of independent variables influence on dependent variable. Dependent variable used in this research is capital structure and the independents variable are size, liquidity, non debt tax and profitability.
Trough the t-test hypothesis, we can conclude that capital structure is influenced significantly by size and profitability. Size variable has positive impact to capital structure, this mean that the increasing of size will cause the increasing too of debt ratio as the indicator of capital structure, it supports study such as Ozkan (2001). Profitability variable has negative impact to capital structure, this mean that increasing of profitability will cause the decreasing of debt ratio, it supports study such as Myers (1984) and Rajan and Zingales (1995). Liquidity and non debt tax variables are not influence significantly to capital structure. Liquidity variable have negative impact to capital structure, this mean that increasing of liquidity will cause the decreasing of debt ratio, it support study such as Ozkan (2001). Non debt tax variable have positive impact to capital structure, this mean that increasing of profitability will cause the increasing too of debt ratio, it does not support study such as DeAngelo dan Masulis (1980). Profitability is the Digest variable among influence significantly variables to capital structure.
The result of F-test hypothesis for all independent variable influence to capital structure, we can conclude that size, liquiditas, non debt tax and profitability to posses all independent variable influence to capital structure."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T20027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suripno
"Penelitian ini menganalisis dampak parameter ekonomi makro terhadap imbal hasil saham di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan Arbitrage Pricing Theory. Pengamatan dilakukan setiap bulan dari bulan Januari 1993 sampai dengan bulan Juli 1996. Sampel yang digunakan adalah Saham Industri Pertanian dengan jumlah saham 7 perusahaan dan industri non pertanian dengan jumlah saham 20 perusahaan.
Metodologi empiris yang dipergunakan adalah dengan melakukan regresi linear berganda dart faktor-faktor makro Inflasi, Suku Bunga Bank, Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar Amerika, Pertumbuhan Industri dan Market Return.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa imbal hasil saham Industri Pertanian tidak signifikan dipengaruhi oleh variabel faktor makro market return , inflasi, suku bunga dan pertumbuhan industri, sedangkan imbal hasil saham industri non pertanian signifikan dipengaruhi oleh suku bunga bank, faktor-faktor ekonomi makro lainnya seperti inflasi, market return dan pertumbuhan industri tidak berpengaruh."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Rahmat Machribi
"Sektor yang sangat berhubungan dengan terpuruknya kinerja perbankan adalah sektor properti. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar permodalan sektor properti diperoleh dari kredit yang diberikan oleh pihak bank. Upaya pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi diharapkan bisa mengembalikan kinerja properti yang selama krisis praktis hilang. Untuk itulah penelitian ini melihat bagaimana pengaruh Variabel makro seperti tingkat bunga, inflasi, kurs dan uang beredar terhadap tingkat pengembalian saham properti di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Penelitian menggunakan populasi semua saham properti yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BE)) sedangkan sampel dalam penelitian menggunakan data makro seperti tingkat inflasi, jumlah uang beredar, tingkat bunga SBI dan Kurs Dollar Amerika Serikat yang diperoleh dan Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik serta data harga saham properti dan IHSG diperoleh dari Bursa Efek Jakarta sebanyak 33 emiten. Data yang digunakan data time series bulanan yaitu mulai bulan Juli 1998 sampai dengan Juli 2003. Analisa dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda.
Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel-variabel makro (tingkat bunga, inflasi, kurs dan uang beredar Y Variabel independen mempunyai pengaruh yang beragam terhadap kinerja saham properti. Pengaruhnya pun bervariasi , ada yang negatif dan ada pula yang positif: Tingkat pengembalian pasar sangat berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian saham properti (32 saham positif dan I saham negatif). Tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian saham properti (19 saham negatif dan 14 saham positif). Variabel perubahan uang beredar berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian saham properti (17 saham positif dan 16 saham negatif). Variabel kurs dolar Amerika berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian saham properti (23 saham negatif dan 10 saham positif), Variabel tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian saham properti (19 saham negatif dan 14 saham positif).
Hasil regresi tersebut menunjukkan terjadinya penyimpangan teoritis. Artinya, hasil regresi secara substantif menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori. Sebagai contoh, pengaruh tingkat bunga SBI yang seharusnya berpengaruh positif, ternyata dalarn realitasnya tidak selalu demikian. Bahkan untuk beberapa saham properti, pengaruh SBI justru berbanding terbalik. Hal yang sama juga ditemukan pada variabel kurs dolar Amerika."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Ariyati Dewi
"Metodologi Event Study diterapkan pada penelitian ini untuk menyelidiki pengaruh pengumuman pembentukan Indeks FTSE/ASEAN pada hari Rabu, 21 September 2005 terhadap return dan volume transaksi saham. Negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura) bekerjasama dengan grup FTSE meluncurkan dua indeks yang baru terbentuk ; Indeks FTSE/ASEAN (AWASEAN) yang terdiri dari 180 perusahaan yang akan menjadi benchmark bagi kelima bursa dan Indeks FTSE/ASEAN 40 (ASEAN40) yang terdiri dari 40 perusahaan berkapitalisasi terbesar dari indeks tersebut. Diharapkan event ini akan membawa pengaruh yang positif karena akan mempermudah investor asing untuk melihat saham yang bagus di lima bursa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah saham-saham Indonesia yang masuk ke dalam kedua indeks. Untuk menyelidiki pengaruh dari pengumuman tersebut, penulis menggunakan tiga model untuk mendapatkan abnormal return : Mean-adjusted, Market-adjusted dan Market model bagi setiap indeks.
Hasil menunjukkan bahwa untuk kedua indeks, model mean-adjusted pada umumnya menghasilkan nilai AAR yang negatif, sementara pada model market-adjusted untuk indeks AWASEAN tidak terdapat satupun nilai AAR yang signifikan sepanjang periode penelitian, tetapi untuk indeks ASEAN40 model ini menghasilkan dua AAR yang signifikan, bemilai positif dan negative. Hasil dari market model adalah sama untuk kedua indeks, tidak ditemukan adanya AAR yang signifikan. Untuk keseluruhan indeks dan model menunjukkan basil yang sama, bahwa rerata AAR sebelum event tidak lebih kecil dibandingkan sesudah event. Sedangkan baik untuk kelompok AWASEAN dan ASEAN40, rerata Trading Volume Activity sebelum event tidak lebih kecil dibandingkan sesudah event."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>