Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Riza Pahlevi
"Tujuan penulisan karya akhir ini adalah untuk menentukan nilai intrinsik (intrinsic value) saham PT. Indosat Tbk yang merupakan perusahaan terbuka yang sudah terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan Bursa Efek New York. PT. Indosat Tbk sendiri merupakan perusahaan jasa telekomunikasi yang telah cukup lama berkiprah di Indonesia dan memiliki pangsa pasar kedua terbesar setelah PT. Telkom Tbk. Penentuan nilai intrinsik ini digunakan sebagai dasar untuk membandingkan nilai intrinsik perusahaan dengan harga sahamnya di pasar. Dalam pasar yang tidak sempurna, perbe!aan nilai intrinsik dengan harga pasar sahamnya dimungkinkan terjadi. Sebelum sampai pada nilai saham, beberapa analisis hams dilalui untuk mengetahui kondisi bisnis perusahaan. Analisis demikian disebut analisis fundamental. Analisis fundamental adalah proses penentuan nilai pasar wajar (fair market- value) atau nilai intrinsik suatu saham. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (cumin' market value) untuk menentukan tindakan yang akan diambil: beli, jual, atau tahan. Hasil analisis fundamental yang dilakukan terhadap PT. Indosat Tbk menunjukkan bahwa fundamental perusahaan cukup kuat karena berada pada industri yang profitable dan high growth yaitu industri telekomunikasi dengan kontributor utama adalah telepon seluler. Telepon seluler diyakini masih akan tumbuh pesat mengingat tingkat penetrasi di negara Indonesia yang masih rendah sehingga masih banyak peluang untuk berkembang. Dari hasil perhitungan, nilai intrinsik per lembar saham PT Indosat Tbk adalah sebesar Rp. 4.107, sedangkan harga pasar pada penutupan tanggal 24 Maret 2006 adalah Rp, 4.950 per lembar saham. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga pasar saham PT Indosat Tbk diperdagangkan overti'ahred terhadap nilai intrinsiknya. Dengan posisi harga pasar yang overvalued terhadap nilai intrinsiknya sedangkan PT Indosat Tbk merupakan salah satu perusahaan terbesar pada industri telekomuniasi yang sedang mengalami pertumbuhan yang pesat_ maka disarankan bagi para investor yang telah memiliki saham perusahaan untuk mengambil posisi hold (tahan) untuk mengantisipasi potensi keuntungan yang masih terbuka. Investor yang belum memiliki saham perusahaan dapat mengambiI posisi short sell namun harus selalu siap melakukan cut-loss untuk menghindari gagal serah. Guna menjaga dan meningkatkan nilai perusahaan di masa depan, PT, Indosat Tbk diharapkan tetap konsisten dalam program pengelolaan biaya operasional agar pertumbuhan laba operasi bisa dipertahankan lebih tinggi dari pertumbuhan total revenue.

The purpose of this thesis is to determine the intrinsic value of PT. Indosat Stock, which is a publicly traded company listed in Jakarta Stock Exchange, Surabaya Stock Exchange, and New York Stock Exchange. PT. Indosat is a telecommunication service company in Indonesia and has the second biggest market share after PT. Telkom. The intrinsic value can be use as a base to compare it with the stock price in the market. In an inefficient market, difference between intrinsic value and market value is a common. Before getting to the stock price, a couple of analysis must be performed to understand company's business condition. Such analysis is called fundamental analysis. Fundamental analysis is a process to determine the fair market value or intrinsic value of a stock. This value can be compared with the current market value to find out which action should be taken: buy, sell, or hold. The result of fundamental analysis on PT Indosat shows that company's fundamental is fairly strong because of its profitable and high growth telecommunication industry. Revenues from cellular is assured to be the fastest growth since its low penetration in Indonesia so there are plenty of opportunities to grow. From calculation result, the intrinsic value of PT Indosat is Rp. 4.107 for each share, while the market closing price at March 24, 2006 was Rp. 4.950 for each share. So the market price of PT Indosat was overvalued to its intrinsic value. Eventhough it's traded overvalued, PT Indosat is known as one of the biggest company in fast growing telecommunication industry, hence the investors who already have the stock should take hold position to anticipate potential gain. For those who haven't have the stock should take short sell position but they must ready to cut-it-loss to provide the stock. To increase the company value in the future, PT. Indosat should continue its active cost management program with consistency in order to maintain its operating income growth higher than its total revenue growth.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Ivan Kusuma
"Untuk mendapatkan profit atau keuntungan dalam suatu sekuritas, investor dapat melakukan analisa teknikal dan fundamental. Analisa fundamental adalah analisa nilai intrinsik suatu perusahaan dan investor mengharapkan imbal hasil berupa deviden. Sedangkan analisa teknikal adalah analisa pergerakan saham di masa mendatang berdasarkan trend pada masa lalu. Salah satu analisa adalah pergerakan volume transaksi suatu saham pada pengumuman earning announcement mitten tersebut.
Yang dimaksud dengan earning announcement adalah informasi penting yang diberikan perusahaan kepada public berkaitan dengan kinerja perusahaan tersebut. lsi dari Earning announcement merupakan ringkasan dari laporan keuangan perusahaan atau financial statement. Informasi yang terkandung dalam earning announcement dapat mempengaruhi keputusan dari investor. Informasi tersebut dapat berguna sebagai pendoman dalam pengambilan keputusan. Kegunaan informasi tersebut antara lain mengukur kinerja perusahaan, memprediksi harga saham dan return di masa datang, dan mengukur kemampuan hidup jangka panjang perusahaan. Sedangkan dalam penelitian ini. earning announcement yang digunakan adalah laporan keuangan triwulan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Untuk melihat keputusan yang diambil oleh investor maka perlu diadakan event study untuk mengetahui dampak dari laporan triwulan tersebut. Dalam event study ini juga ingin melihat tingkat efisiensi pasar yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah saham-saham yang berada secara konsisten dalam indeks LQ-45 dari Februari 2000 sampai Desember 2005. Sedangkan event yang dimaksud adalah pengumuman laporan keuangan triwulan, variabel operasi menggunakan volume saham mengingat return telah sering digunakkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa laporan keuangan triwulan tidak memberikan dampak yang besar terhadap investor karena lonjakan volume melebihi normal atau abnormal volume tidak terjadi selama 30 hari pengamatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BEJ tidak berada pada pasar setengah kuat dalam hal efesiensi.

Investor can use either technical or fundamental analysis to get a profit from stock trading. Fundamental analysis is a calculation to determine the value of the firm. In the other hand, technical analysis is an analysis that uses a historical data of the stock movement. An example of this analysis is the movement of transaction volume in the earning announcement period.
Earning announcement is a publicly information that reflect the performance of the limn. Content of this announcement is usually a summary of the financial statement. This information can change investor's decision and it also can be used for decision making. In this study, earning announcement is a quarter financial report of the firm that published by the Jakarta Stock Exchange (JSX).
An Event Study is used to determine the effect of the decision that was made by investors. This event study can also tell us about market efficiency of Jakarta Stock Exchange. Sample that used iii this study contains stocks in the LQ-45 from February 20(X) until December 2(105. The event in this study is quarter financial report.
The result in this study is quarter financial report do not have significant effect because there is no abnormal volume in 30 days after the announcement. So, the JSX is not a semi strong market.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yuly Indarto
"Dalam prinsip bisnis asuransi dikenal adanya istilah "hukum bilangan besar", dimana jika perusahaan asuransi telah berhasil mencapainya maka telah dicapai pula skala ekonomis dalam pengoperasian perusahaan yang merupakan syarat mutlak untuk dapat bertahan (survive) dalam persaingan di industri yang makin ketat.
Dalam tugas karya akhir ini, penulis berusaha memetakan evolusi persaingan lengkap dengan tekanan dan kekuatan persaingan yang dihadapi perusahaan-perusahaan pemimpin pasar (lop ten firms) di industri asuransi kerugian di Indonesia selama kurun waktu periode 2000-2004, serta dampaknya terhadap profitabilitas perusahaan yang sating bersaing memperebutkan `kue' premi, dengan mengambil dua pairs competitor sebagai unit analisis.
Untuk kepentingan analisis, terlebih dahulu akan dikemukakan secara teoritis pengertian dan konsep lingkungan usaha dan persaingan, serta profil perkembangan industri dan bisnis asuransi di Indonesia. Selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap evolusi persaingan (competitive pressure), dan dampaknya terhadap profitabilitas, dengan menggunakan alat analisis "pressure map" dan rasio-rasio keuangan sebagai alat pengukuran profitabilitas.
Berdasarkan analisis atas evolusi persaingan ditemukan bahwa ekskalasi persaingan di antara para pemimpin pasar (top ten firms) di industri asuransi kerugian mulai meningkat sejak tahun 2003, dimana di pasar yang terkonsentrasi (concentrated market) ini persaingan memperebutkan `kue' premi telah menjadi issue yang critical di tier 1 (top ten firms) ini. Sementara economies of scale dan likuiditas adalah critical issue di industri asuransi kerugian pada umumnya, khususnya di asuransi kerugian menengah dan kecil, dimana pasarnya terfragmentasi (fragmented market), dengan masing-masing perusahaan mengisi ceruk pasar (niche) yang mostly captive market di sektor korporasi.
Berdasarkan analisis spesifik atas persaingan dengan mengambil dua pairs competitor sebagai unit analisis, dapat disimpulkan bahwa persaingan (baik direct maupun indirect competition) memperebutkan "kue" premi telah berdampak secara langsung terhadap revenue growth (pertumbuhan premi bruto) dan profitabilitas perusahaan dari kegiatan operasi (underwriting margin) masing-masing perusahaan yang bersaing. Adapun dampak persaingan terhadap profitabilitas ini tidaklah bijaksana untuk digeneralisasi, namun demikian cukup relevan untuk disimpulkan baliwa perusahaan dengan kekutan pressure yang tinggi di pasar cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan premi dan profitabilitas yang tinggi dengan trend meningkat, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya lag time, dan demikian pula sebaliknya.
Sebagai penutup, untuk dapat bertahan dan bahkan memenangkan persaingan di tengah kancah persaingan yang ketat di industri asuransi kerugian dewasa ini, hat utama dan krusial yang hares diperhatikan dalam pengelolaan bisnis asuransi adalah pengelolaan risiko yang baik, prudent underwriting, pemilihan portofolio bisnis yang tepat, serta pelayanan terhadap pengajuan klaim yang responsif dan profesional, dengan tidak henti-hentinya melakukan continuous improvement untuk menyediakan produk dan service yang inovatif dan bernilai tambah bagi tertanggung.

Principles in insurance business recognized the word `law of large numbers' as the main prerequisite to survive in this highly competitive industry.
In this writing, we are trying to draw the competitive evolution using mapping technique, completed with competitive forces and pressures faced by top ten firms in the general insurance industry in Indonesia during the analysis period of 2000-2004. We are also trying to find the relationship between the competitive pressure and the impact to the financial performance, in terms of profitability and revenue growth of those competing firms, using two-pair competitors as the unit analysis.
For the analysis purposes, first of all we begin with theoretical understanding of market and competition concept, and gain some understanding about the progress of the business. Further, we do some analysis of competitive pressure and the impact to profitability of the competing firms, using "pressure maps" and financial ratios as the measurement tools.
Based on the analysis of competitive evolution for the top ten firms in general insurance industry in Indonesia during 2000-2004, we have found that the competitive escalation has been increased significantly since 2003, where the concentrated market among the top ten firms of the industry has driven the competitive pressure into the most critical issue for these first tier. Meanwhile, the economies of scale and liquidity have become the most critical issues among the second and third tier of the industry, whereas the market was fragmented.
Based on the specific analysis of competition using two-pair competitors as our unit analysis, we have come to the conclusion that the competition (either direct or indirect) have been resulted in direct impact to revenue growth and operating profitability (underwriting margin) of the competing firms. While the impact cannot be clearly generalized, however it is still quite relevant to conclude that firm with high forces to pressure tend to have high degree of revenue growth and profitability, with an upward trend, even though lag time sometimes occur, and vice versa.
As an ending of this writing, we recommend all firms in the industry to remain competitive in the marketplace, thus the good management of the business, including prudent underwriting, proper selection of the company's business portfolio in the multi market competition, and professional claim service is really a must, while maintaining a continuous improvement of innovative product and service to enhance the added value to customers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pabunag, Maria Theresia Romeo
"Dana merupakan hal yang utama dalam rangka melaksanakan kegiatan investasi. Dana dapat berasal dari modal sendiri atau dari pinjaman. Namun dengan tersedianya dana tidak otomatis investasi dapat langsung dilakukan, karena sering ditemukan fakta bahwa investor mengalami kesulitan dalam menggunakan dana investasi yang dimilikinya atau diperolehnya dan salah satunya adalah mengenai pendistribusian dana investasi. Untuk masalah ini investor sering menghadapi dilema antara dua pilihan strategi, yaitu: Apakah pendistribusian dana tersebut lebih baik dilakukan sekaligus atau secara bertahap?
Di dalam dunia investasi, dikenal 2 strategi untuk pendistribusian dana investasi, yaitu strategi pendistribusian dana secara sekaligus yang disebut lump-sum (LS) dan strategi distribusi dana secara bertahap yang disebut dollar-cost averaging (DCA). Penerapan kedua strategi ini akan memberi dampak signifikan atas return yang akan diperoleh dan risk yang harus dihadapi. Dari kedua strategi ini sering dipertanyakan: Strategi manakah yang dapat memberikan return yang paling maksimal?
Untuk menjawab pertanyaan ini telah muncul berbagai studi dan penelitian yang membedah dan menyajikan perbandingan keunggulan dari penerapan kedua strategi ini. Banyak jumal ilmiah diterbitkan untuk melakukan pembuktian keunggulan salah satu dari kedua strategi ini. Beberapa karya akhir yang ditulis oleh mahasiswa MMUI sebelumnya juga telah menganisis keunggulan strategi LS dan DCA atas investasi dalam reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap di Indonesia.
Dalam karya akhir ini penulis mencoba melakukan perbandingan antara strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia. Fokus penelitian dalam karya akhir ini adalah untuk:
1. Mengetahui strategi distribusi dana inveslasi mana yang lebih unggul jika diaplikasikan dalam melakukan pembelian saham.
2. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai untuk sasaran investasi saham yang dipilih.
3. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai dengan sasaran investasi yang memiliki kinerja portofolio terbaik.
4. Menguji rumus dari Michael S. Rozeff tentang perbandingan keunggulan antara 2 strategi distribusi (LS dan DCA) dan mengetahui apakah rumus tersebut dapat diaplikasikan untuk menghasilkan return/wealth investasi yang maksimal.
Adapun manfaat dari penulisan karya akhir adalah untuk memberikan gambaran kepada para investor mengenai penerapan strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia.
Saham yang merijadi sasaran penelitian adalah saham PT. Indosat Tbk. (ISAT) dan saham PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam periode tahun 2001-2005. Adapun data yang digunakan adalah harga penutupan harian saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari BEJ dan suku bunga Surat Berharga Indonesia (SBI).
Penelitian ini menggunakan berbagai tools, meliputi antara lain tools untuk pengukuran kinerja portofolio investasi (Sharpe Ratio, Treynor's Measure, Jensen's Alpha, dan Information Ratio) dan rumus penghitungan terminal wealth, variance of terminal wealth, comparison of terminal wealth and variance of terminal wealth, dan equalization of return yang diajukan oleh Michael Rozeff dalam salah satu jumal ilmiahnya yang membahas tentang keunggulan salah satu strategi distribusi investasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi LS dan DCA 4 bulan unggul dalam memberikan return yang maksimal (27.85% dan 20.29% untuk saham ISAT, 73.92% dan 24.46% untuk saham TLKM, 64.45% dan 47.02% untuk portofolio 2 saham). Hal ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa semakin lama rentang waktu penanaman dana investasi maka imbal hasil yang diperoleh akan lebih baik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumus-rumus yang diajukan oleh Michael Rozeff ternyata tidak dapat digunakan untuk mencapai return yang maksimal antara kedua strategi, khususnya dalam penerapannya untuk investasi saham di Indonesia.
Berdasarkan analisis tersebut maka disarankan bahwa untuk melakukan distribusi sebaiknya menggunakan strategi LS atau DCA dengan rentang waktu investasi yang panjang, dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa waktu yang panjang diyakini cukup untuk mengumpulkan return selama pasar melakukan penyesuaian kondisi setelah melalui beberapa gejolak.
Penerapan salah satu strategi tetap dibutuhkan kedisiplinan tinggi. Jika telah memilih satu strategi maka harus tetap digunakan selama satu investment horizon yang telah ditetapkan, misalnya 1 tahun. Juga disarankan untuk menerapkan strategi LS dan DCA 4 bulan atas saham atau portofolio saham berkinerja tinggi.
Selain itu dalam melakukan penerapan salah satu strategi tidak diperlukan melakukan penyetaraan dana investasi yang telah ditetapkan, karena basil yang kelak diperoleh tidak akan maksimal.

Fund is an important element to execute investment activities. Source of fund can be self-funded or from loan-financing. However, well-prepared fund does not automatically smoothing the investment activities. Investors often face dilemma to decide how to distribute the fund: Should it better to invest the fund all at once or gradually?
Investment fund distribution can be executed in 2 strategies, that are Lump-sum (LS) and Dollar-cost averaging (DCA). In LS investment fund is distributed all at once, while in DCA the fund is distributed gradually in fixed amount and fixed time intervals within one investment horizon. Applying one of the strategies will give significant impact in investment return, which gives the reason why they are often be the subject in lots of studies to find out which one is more superior.
This thesis tries to find out which strategy is more superior, if applied in stock equities investment in Jakarta Stock Exchange (JSX) during year 2001-2005. This thesis also wants to give another perspective in the benefit of applying investment fund distribution strategy in stock equity investment, especially in Jakarta Stock Exchange. Besides using usual tools such as risk & return portfolio analysis and investment portfolio performance analysis, a set of investment performance tools specifically generated by Michael S. Rozeff to compare superiority between both strategies is also used.
Equity stocks within the period of year 2001-2005 of PT. Indosat Tbk. (ISAT) and PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) become the subject of examination and analysis. Data used as raw material for calculation is the historical monthly closing price. Another data sources are the monthly closing price of JSX price index and Bank Indonesia monthly interest rate. All data are inputted into the calculation tools, and then results are being analyzed.
Tests and analysis results show that LS and DCA 4 months are superior in giving maximum returns (27.85% and 20.29% on ISAT, 73.92% and 24.46% on TLKM, 64.45% and 47.02% on portfolio combination of both stocks). Results also give evident proof that long time intervals within one investment horizon in investing fund will give higher return. The portfolio performance test and analysis also shows that TLKM gives the highest performance. Results also shows that the performance tool set from Rozeff cannot be applied for fund distribution strategy for equity stock in Indonesia.
Based on the conclusion, this thesis then recommends that long time intervals within one investment horizon in applying fund investment distribution strategy is suggested to achieve high return. LS and DCA 4 month strategies are recommended for equity stock that has high performance. Applying the fund investment distribution strategy needs military discipline to achieve desired return, and once a strategy is applied investor cannot move to another strategy in the middle of the investment horizon. Another recommendation is that to achieve maximum return, investment performance tools from Rozeff is not needed.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Mangasi
"Berdasarkan banyak hasil-hasil penelitian yang ada dan pendapat masyarakat umumnya, pasar modal di Indonesia masih belum efisien (weak form of efficient market hypothesis) dan oleh karenanya itu diduga bahwa strategi investasi berbasis data historis masih relevan diaplikasikan. Oleh karena itu, maka penelitian ini mengangkat fenomena momentum saham yang saat ini sedang ramai diperdebatkan di duna keuangan mengenai profitabilitas dan sumber-sumber penyebabnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan long-term momentum hypothesis bertujuan untuk menguji dan menganalisis : profitabilitas momentum saham dan eksistensi hipotesis momentum dari long-term momentum hypothesis serta faktor-faktor apakah yang mempengaruhi momentum saham di Bursa Efek Jakarta.
Guna pencapaian tujuan di atas, maka penelitian ini melakukan observasi terhadap tiga strategi momentum, yaitu : high momentum strategy (HMS), low momentum strategy (LMS) dan original momentum strategy (OMS) pada periode Juli 1997 sampai dengan September 2002 menggunakan data saham pada periode April 1994 sampai dengan Oktober 2003. Portfolio momentum dibentuk sebanyak 4 buah secara two-stage sorting atas dasar past long-term return dan past short-term return dan 2 buah secara one-stage sorting atas dasar past short-term return. Ke-enam portfolio tesebut kemudian digunakan untuk membentuk ke tiga strategi momentum di atas yang diinvestasikan selama 3, 6, 9 dan 12 bulan periode holding. Profitabilitas momentum diuji dengan metode one-sample T test (one tail), hipotesa momentum diuji dengan metode paired-sample T test (one tail) dan analisis somber penyebab momentum dilakukan dengan model regresi tiga-faktor Fama dan Franch (1996) serta untuk tujuan perbandingan basil maka dilakukan analisis yang sama terhadap sub-sample periode Juli 1997 sampai dengan Agustus 1999 dan September 1999 sampai dengan September 2002 yang merupakan representasi dari down dan up market di pasar modal Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas strategi momentum di BEJ adalah iemah. HMS dan LMS memiliki profitabilitas yang signifikan menguntungkan untuk periode holding 12 bulan selama periode penelitian September 1999 sampai dengan September 2002 dengan raw profit sebesar 11,87 % dan 12,18 % per tahun. Tetapi setelah diadjust dengan model Fama dan French, tidak ada lagi profitabilitasnya meskipun nilai excess return HMS masih positif (tidak signifikan)
Hipotesis momentum dari long-term momentum hypothesis yang mengatakan bahwa HMS lebih profitable dari LMS dan OMS serta bahwa LMS lebih menguntungkan dari OMS tidak terbukti (pada a = 5%) pads semua sampel penelitian.
Akhimya, sama dengan penelitian terdahulu di luar negeri, model tiga faktor Fama dan French tetap tidak mampu dalam menjelaskan phenomena momentum di Bursa Efek Jakarta.

According to results of financial literature that stock exchange in Indonesia is inefficient (weak form of efficient market hypothesis); the investment strategy based on historical data of stocks is still applicable to make money. Therefore, the purpose of this research is to provide empirical study of momentum profitability, existence of momentum hypothesis and to try to reveal economic sources of momentum phenomena in Jakarta Stock Exchange.
In order to achieve this objective, this research investigated three momentum strategies: (1) high momentum strategy (HMS), (2) low momentum strategy (LMS) and (3) original momentum strategy (OMS) on July 1997 to September 2002 period, based on the universe of JSE stocks data of April 1994 to October 2003.
To form four extreme portfolios, these strategies needed a two-stage procedures base on two consecutive compound returns: past long-term return and past short-term return to form HMS and LMS. On the other hand, a one-stage procedures of past short-term return to form OMS. These three strategies were then implemented into 3, 6, 9 and 12 months holding period.
For the empirical test of momentum profitability, this research used one-sample T test (one tail), and to test superiority in momentum hypothesis, we used paired-sample test (one tail). Three-factor Fama & French (1996) was used to test and to analyze explanatory variables of momentum (as economic sources). And to get some extension, analysis was expanded to sub-period: July 1997 to August 1999 as a down-market, and September 1999 to September 2002 as an up market in JSE.
The main results of this research is that momentum profitability in JSE is weak and most of them are not significant to make profit, except for HMS and LMS is profitable for up market period for 12 month-holding period with raw return 11,87 percent and 12,18 percent annually.
Secondly, empirical result of superiority performance of long-term momentum hypothesis does not significantly exist in JSE.
Finally, none of these new findings is consistent with financial-distress premium hypothesis of Fama and French (1996) since their three-factor model failed to account for them.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Setiawan
"Tesis berjudul "Pengaruh Variabel Struktural Organisasi Terhadap Kinerja BUMN Jasa Keuangan Nonbank: Ukuran Persepsional Eksekutif Lini" merupakan hasil penelitian mengenai perilaku organisasi atau OB (organizational behavior) BUMN jasa keuangan non-bank. Keterangan yang diperoleh berasal dari ukuran persepsional 10 eksekutif fungsi lini di BUMN yang diteliti. Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan model Melcher (1985), Likert (1967), dan Robbins (1995).
Model Melcher mengetengahkan hubungan antara faktor-faktor struktural primer dan sekunder dalam organisasi dengan perilaku individu dan kelompok, melalui intervensi gaya kepemimpinan. Sedangkan model Likert mengemukakan bagaimana manajer melalui organisasi mencapai tujuan akhir berupa prestasi dan kinerja, seperti produktivitas, volume penjualan, pemborosan, mutu pelayanan, dan sebagainya. Robbins juga mengaitkan variabel organisasi dari level individu, grup, hingga sistem organisasi, dengan produktivitas, turn over, absensi, dan kepuasan kerja.
Model OB untuk penelitian ini sebagian besar mengadopsi variabel yang dikemukakan Melcher. Dengan demikian, secara hipotetikal dapat dijelaskan bahwa variabel struktural primer (aliran kerja, kompleksitas tugas, dan pembatas ruang-fisik) bersama variabel struktural sekunder (hubungan kewewenangan formal dan kontrol formal) dengan intervensi gaya kepemimpinan (perwakilan, partisipasi, pengarahan, peraturan, dan stimulasi berupa sanksi dan penghargaan) diharapkan berpengaruh terhadap pola perilaku (individu, kelompok, antargrup, dan vertikal), yang pada gilirannya berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Di sini ini, pengaruh yang dimaksud adalah hubungan timbal balik atau korelasi.
Hasilnya antara lain, perilaku individu BUMN yang diteliti menjurus pada pola perilaku fungsional, yang kondusif guna meningkatkan kinerja. gaya kepemimpinannya, transisional menuju demokratisasi. BUMN yang diteliti tidak lepas dari cirinya yang kental sebagai organisasi birokratis. Hasil penelitian ini menunjukkan keadaan seperti itu, misalnya kompleksitas tugas yang terspesialisasi dengan interdependensi moderat (considerable spesialization).
Spesialisasi di BUMN mempengaruhi keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan komitmen kerja. Kuncinya terletak pada upaya untuk menjaga aliran kerja tetap terprogram dan menetapkan sasaran yang dapat diprediksi hasilnya.
Selain itu, hasil yang akan dicapai cukup terprediksi, meski aliran kerjanya (work flow) kurang terprogram. Delegasi kewewenangannya cenderung sentralistis. Kontrol formal lebih mengandalkan pendekatan individual ketimbang kelembagaan. Pengarahan masih bersifat direktif (komando), tetapi cenderung adaftif (demokratis). Esprit de corp-nya moderat. Hubungan antara atasan dan bawahan yang harmonis menjadi kunci untuk memperkuat tim kerja menuju organisasi yang efektif.
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T18846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusbiantono
"Risiko investasi saham terdiri dari risiko sistematis (risiko pasar) dan risiko tidak sistematis (risiko perusahaan). Penjumlahan kedua risiko tersebut adalah risiko total yang merupakan variabilitas return dari suatu saham. Risiko sistematis merupakan bagian dari risiko total yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Sedangkan risiko tidak sistematis adalah bagian dari risiko total yang dapat diperkecil atau dihilangkan dengan diversifikasi.
Didalam model pasar (market model), beta digunakan sebagai pengukur risiko sistematis dan varian kesalahan residual sebagai pengukur risiko tidak sistematis. Salah satu asumsi model ini adalah bahwa beta dan varian kesalahan residual masing-masing merupakan variabel acak, karenanya secara teoritis kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Dan ini berimplikasi bahwa dalam pembentukan portofolio, besar kecilnya nilai beta saham pembentuk portofolio tidak mempengaruhi tingkat diversifikasi portofolio.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara risiko sitematis dan risiko tidak sitematis, baik pada saham individual maupun portofolio saham, serta pengaruhnya terhadap diversifikasi saham di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan periode pengamatan 1994-1996, dimana pada periode tersebut terdapat dua kondisi pasar yaitu bearish dan bullish. Dari bulan Januari 1994 sampai dengan Mei 1995 dianggap sebagai bear market (IHSG cenderung bergerak turun, yaitu dari 589,646 pada tanggal 3 Januari 1994 menjadi 415,322 pada tanggal 1 Mei 1995), sedangkan dari Juni 1995 sampai dengan Desember 1996 dianggap sebagai bull market (IHSG cenderung bergerak naik, yaitu dari 485,781 pada tanggal I juni 1995 menjadi 637,432 pada tanggal 27 Desember 1996).
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 99 perusahaan yang ditetapkan dengan teknik purposive sampling. Perusahaan yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode penelitian dan sahamnya termasuk dalam kriteria sebagai saham yang aktif. Perhitungan korelasi antara risiko sistematis dan risiko tidak sistematis dilakukan dengan metoda Pearson Product Moment dan Spearman Rank Correlation.
Dan hasil penelitian terlihat bahwa terdapat korelasi negatip antara risiko sistematis dan risiko tidak sistematis pada saham individual, sedangkan pada portofolio saham terdapat korelasi positip antara risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Portofolio saham yang dibentuk dari saham-saham dengan nilai beta rendah mempunyai risiko tidak sistematis lebih kecil bila dibandingkan dengan risiko tidak sistematis portofolio saham yang dibentuk dari saham-saham dengan nilai beta tinggi. Ukuran portofolio saham mempengaruhi tingkat diversifikasi portofolio saham yang bersangkutan. Semakin besar jumlah saham didalam suatu portofolio, semakin baik tingkat diversifikasi portofolio tersebut yang ditunjukkan oleh semakin besarnya prosentase penurunan risiko tidak sistematis dibandingkan dengan rata-rata risiko tidak sistematis saham individual penyusun portofolio. Untuk mencapai tingkat diversifikasi yang sama, portofolio saham yang dibentuk dari sahamĀ¬saham dengan beta tinggi memerlukan jumlah saham yang lebih banyak dibandingkan dengan portofolio saham yang dibentuk dari saham-saham dengan beta rendah."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T18851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Iswanto
"Perkembangan dunia perbankan di Indonesia saat ini, menunjukkan trend yang tidak jelas. Sejak krisis perbankan periode Tahun 1997 - 1998, kinerja perbankan sampai saat ini semakin tidak jelas dan cenderung makin sulit untuk diidentifikasi. Itu ditandai dengan banyaknya kredit bermasalah yang ada dalam sistem perbankan. Sementara proses restrukturisasi dan penyehatan perbankan sampai saat ini, belum memperlihatkan hasil - hasil yang cukup signifikan.
Perkembangan sektor perbankan yang belum jelas, ternyata memberikan dampak yang sangat mendalam terhadap perkembangan di sektor riil. Sebelum adanya krisis, mayoritas kegiatan sektor riil didukung oleh sistem pendanaan dari perbankan. Namun, dengan kegagalan perbankan menghadapi krisis ekonomi, mengurangi kemampuannya untuk menjadi penggerak perekonomian. Akibatnya, hampir semua proyek yang sebelumnya banyak mengharapkan kucuran kredit, harus ditunda atau mencari sumber - sumber lainnya.
Sumber kegagalan perbankan dalam mengatasi krisis, sebenarnya telah dimulai dengan adanya liberalisasi perbankan melalui Paket Deregulasi Perbankan Oktober 1988 (Pakto 88).
Dasar pemikiran dari Pakto tersebut sebenarnya mendorong perbankan untuk lebih mampu mandiri, kompetitif dan sehat. Namun, dalam perkembangannya, pengelola perbankan tidak mampu menerjemahkan ataupun mengikuti harapan dari Pakto tersebut. Perbankan hanya melihat deregulasi tersebut sebagai peluang untuk melakukan ekspansi dalam berbagai bidang.
Ekspansi perbankan tersebut diarahkan kedalam berbagai sektor ekonomi, tanpa disertai dengan kemampuan manajerial, pengawasan dan visi yang memadai. Itu sangat terlihat pada unsur pengelola perbankan, pemerintah dan bahkan Bank Indonesia sebagai pengawas keberadaan perbankan. Pengelolaan perbankan umumnya didominasi oleh;
? Pihak - pihak yang kurang memahami bisnis perbankan, dan cenderung menyamakannya dengan usaha perdagangan
? Manajemen yang tidak profesional (belum berpengalaman ataupun kemampuannya yang memang tidak memadai)
? Penghimpunan dana melalui cara - cara yang tidak wajar.
Pada saat yang sama, Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral melakukan tugasnya sebagai pengawas bank komersial. Dalam prakteknya, BI tidak mampu melaksanakan salah satu tugasnya tersebut, ini disebabkan oleh beberapa hal;
n Nuansa politis
n BI ikut menjadi pemain/pengelola bank
n Karyawan yang kurang profesional
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T18850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Setyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mekanisme corporate governance mempengaruhi peringkat surat utang perusahaan di Indonesia. Secara lebih khusus, penelitian ini menguji apakah komponen corporate governance yaitu struktur dan pengaruh kepemilikan, transparansi dan pengungkapan laporan keuangan serta struktur dewan komisaris berpengaruh terhadap peringkat surat utang penasahaan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan beberapa mekanisme corporate governance yang dikembangkan oleh BEJ dan klasifikasi peringkat surat utang yang dikeluarkan oleh Pefindo dan Kasnic. Sedangkan pengujian permasalahan penelitian dilakukan dengan menggunakan model ordered logit.
Dengan menggunakan karakteristik perusahaan sebagai variabel kontrol, penelitian ini menemukan bahwa peringkat surat utang perusahaan: (1) berhubungan negatif dengan jumlah block holders dengan kepemilikan paling sedikit 5%; (2) berhubungan positif dengan persentase kepemilikan institusional dalam perusahaan; (3) berhubungan positif dengan ukuran kantor akuntan publik, dan (4) berhubungan positif dengan keberadaan komite audit. Data dalam penelitian ini tidak mendukung hubungan yang signifikan antara persentase kepemilikan saham oleh orang dalam, ukuran dewan komisaris dan persentase dewan komisaris independen dengan peringkat surat utang perusahaan.

This research investigated whether corporate governance mechanism affects the firm's bond rating in Indonesia. Specifically, investigation on whether corporate governance components, which are represented by ownership structure and influence, financial transparency and disclosure and board structure, affect the firm's bond rating.
This research used several corporate governance mechanisms developed by Bursa Efek Jakarta and bond rating classification developed by Pefindo and Kasnic. Ordered logit model is selected to test the research problem.
Using firm's characteristic as controlling variable, this research found that the firm's bond rating is: (1) negatively associated with the number of block holders that own at least 5% ownership on the firm; (2) positively associated with percentage of institutional ownerships; (3) positively associated with the size of public accounting firm, and (4) positively associated with existence of audit committee. The relationship between percentage of insider, board size and percentage of independent board with bond rating is not supported by empirical data.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Aryasari
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara insiders ownership, institutional investors, insiders and institutional dispersion, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability dan tax rate terhadap kebijakan hutang. Penelitian ini dilakukan terhadap 21 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2001 hingga 2003.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode regresi linier berganda yang menguji apakah variabel - variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Variabel independen yang digunakan yaitu insiders ownership, institutional investors, insiders and institutional dispersion, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability dan tax rate, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah kebijakan hutang.
Setelah melalui serangkaian pengujian asumsi klasik multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi, ternyata tidak ditemukan asumsi yang tidak memenuhi pengujian asumsi klasik. Dengan demikian dalam penelitian ini tetap difokuskan pada variabel insiders ownership, institutional investors, insiders and institutional dispersion, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability dan tar rate terhadap kebijakan hutang.
Setelah melalui pengujian hipotesa dengan uji t-test maka didapatkan bahwa insiders and institutional dispersion, firm size dan asset structure berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan firm profitability berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang, insiders ownership dan tax rate berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan utang, institutional investors dan firm growth berpengaruh negatif dan tidak signifikan dengan kebijakan utang. Berdasarkan hasil uji keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen (uji-F) menunjukkan adanya pengaruh dan signifikan terhadap kebijakan utang. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mohd, et al, Titman dan Wessel (1988) dan Jensen, el al. (1992).

The purpose of this study is to examine the influence of insider ownership, institutional investors, insiders and institutional dispersion, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability and tax rate on debt policy. This study was conducted in 21 firms listed in Jakarta Stock Exchange in 2000 - 2003.
Hypothesis testing is used to examine the significance or insignificance of independent variables influence on the dependent variable. The independent variable use in this study are insiders ownership, institutional investors, insiders and institutional dispersion, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability and tar rate while the dependent one is debt policy.
Classical assumption test shows that there is no multicollinearity, autocorrelation and heteroscedastisity among those independent variables in the regression model.
Through the t-test hypothesis testing, we have results, which proved that insiders and institutional dispersion, firm size, asset structure have positive and significant influence on debt policy, firm profitability influence debt policy negatively and significantly on debt policy, insiders ownership and tax rate influence debt policy positively and insignificantly on debt policy while institutional investors and firm growth influence debt policy negatively and insignificantly on debt policy. Based on the result testing independent variables on dependent variable (F-test) indicates that there is significant influence on debt policy. This finding support the previous studies held by Mohd, et al. (1998), Titman and Wessel (1988) and Jensen, et al. (1992).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>