Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1656 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Sulastri
"Dilihat dari jumlahnya, perempuan merupakan warga negara terbesar di Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga negara ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah yang sedemikian besar menunjukkan bahwa suara perempuan sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum. Dan kelompok perempuan pulalah yang merupakan konsumen terbesar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun perempuan merupakan obyek kebijakan politik yang terbesar, namun keikut sertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan tersebut justru sangat terpinggirkan, hal ini terlihat dari kecilnya jumlah perempuan yang duduk dalam lembaga-lembaga politik pengambil kebijakan publik, termasuk didalamnya lembaga legislatif. Dalam lembaga legislatif hasil Pemilihan Umum tahun 1999 jumlah perempuan hanya mencapai 9 persen. Sedikitnya jumlah perempuan ini tidak lepas dari peranan partai politik sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana proses rekruitmen partai politik pada pemilu 1999. Dan sebagai studi kasus diambil Partai Persatuan Pembangunan, dengan pertimbangan partai ini merupakan partai lama, namun ternyata dalam rekruitmen perempuannya justru yang terendah, dibandingkan partai lain termasuk partai-partai baru.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Adapun pengambilan data ditempuh melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber yang diwawancara adalah pengurus partai politik PPP dan kader PPP dimana penentuan respondennya dipakai sistem purposive. Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa selama ini perempuan dalam lembaga legislatif Indonesia sepanjang kesejarahannya selalu menempati posisi minoritas, baik di lembaga-lembaga legislatif pusat maupun daerah. Dan perempuan-perempuan yang ada dalam lembaga legislatif tersebut -meskipun secara kuantitas masih rendah- memiliki kualitas yang tinggi. Ini terlihat dari tingkat pendidikan anggota legislatif perempuan yang semakin meningkat.
Pada Pemilihan Umum tahun 1999, jumlah perempuan yang direkrut oleh PPP hanya mencapai 9,41 % dari keseluruhan caleg DPR RI. Rendahnya jumlah caleg perempuan ini disebabkan karena PPP dalam rekrutmen caleg perempuan, sering menggunakan standar ganda. Dan penentuan akhir untuk pilihan caleg diserahkan kepada Lembaga Penetapan Caleg dimasing-masing tingkatan pengurus. Anggota Lantap ini terdiri dari Ketua Pimpinan Partai dan beberapa orang anggota lain dari pengurus. Sedangkan dari hasil penelitian juga didapat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan ini sangat terbatas.
Struktur Organisasi yang sangat elitis, dimana penentu kebijakan adalah sebagian kecil elit tersebut, dan elit yang dimaksud didominasi oleh laki-laki menjadikan perempuan semakin terpinggirkan termasuk untuk memperoleh kesempatan direkrut menjadi caleg. Kondisi ini diperparah dengan adanya perspektif gender elit politik partai PPP yang ternyata dan hasil penelitian ini menunjukkan belum sensitif jender. Artinya banyak elit politik PPP yang belum menyadari tentang kesetaraan gender bahkan beberapa elit rnasih tidak menyetujui perempuan duduk dalam lembaga politik. Perspektif elit yang demikian ini disebabkan karena digunakannya ideologi Islam konservatif yang memberikan tafsiran Al Qur'an maupun Hadist, dengan perspektif maskulin. Perspektif gender elit PPP dan penafsiran atas ideologi Islam yang digunakan merupakan faktor perpektif teologis yang amat berpengaruh dalam rekruitmen caleg perempuan termasuk faktor lain yaitu belum melembaganya organisasi PPP dalam bentuk aturan-aturan yang belum jelas dan terlembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Aji
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pinjaman IMF terhadap Indonesia serta peran Amerika Serikat sebagai salah satu anggota pemegang hak suara terbesar di IMF. IMF sebagai lembaga keuangan internasional bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kerja sama moneter internasional, menjaga stabilitas nilai tukar, dan memperluas perdagangan internasional. Terjadinya krisis yang melanda Indonesia yang memperburuk perekonomian dimana Indonesia adalah juga sebagai anggota IMF turut menjadi sorotan dunia internasional. Hubungan antara Indonesia dengan IMF yang selama ini identik dengan kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat yang dikarenakan Amerika Serikat mendominasi keputusan yang diambil IMF menjadikan hubungan Indonesia dengan IMF lebih banyak ditangani oleh Amerika Serikat.
Permasalahan yang diangkat adalah sejauh mana Amerika Serikat mempengaruhi kebijakan IMF, khususnya terhadap pinjaman IMF kepada Indonesia dalam mengatasi krisis finansial dan ekonomi. Yang diteliti adalah sejauh mana pengaruh dan peran Amerika Serikat sebagai anggota IMF terhadap pengambilan keputusan pinjaman IMF dan juga faktor-faktornya.
IMF disini adalah sebagai organisasi internasional yang merupakan non-state actor. Menurut Cardoso, peranan faktor intern dan kekuatan ekstern merupakan faktor yang saling berkait.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggunakan sumber-sumber dari studi kepustakaan untuk pengumpulan data. Hasil penelitian ini menggambarkan sejarah perkembangan dan hubungan Indonesia - Amerika Serikat sejak Orde Baru hingga krisis yang melanda Indonesia dimana IMF sebagai pihak pemberi pinjaman.
Krisis moneter ini juga menyebabkan timbulnya ledakan pengangguran, kesenjangan sosial, naiknya harga-harga jauh di atas rata-rata, dan sebagainya. Munculnya uluran tangan IMF tentu saja merupakan hal yang sangat menolong untuk mengatasi krisis di Indonesia, namun kritik-kritik tajam banyak pula berdatangan karena IMF pasti memberikan pinjaman tersebut dengan syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh Indonesia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garnijanto Bambang Wahjudi
"Penelitian ini membahas antisipasi ASEAN terhadap terorisme yang terjadi di kawasan ASEAN. Secara lebih khusus menekankan sejauh mana perhatian dan ikatan kerjasama ASEAN telah dilakukan dalam mengantisipasi terorisme internasional di kawasan ASEAN.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana ikatan kerjasama regional ASEAN dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya terorisme internasional? Serta bagaimana reaksi kerjasama regional ASEAN terhadap aksi terorisme internasional di Filipina Selatan pada tahun 2000 dan 2001?
Analisis dilakukan dengan melihat Core Values organisasi ASEAN yaitu tujuan atau cita-cita ASEAN, Threats atau ancaman terhadap Core Values serta Capability ASEAN berupa kerjasama regional ASEAN dalam penanggulangan terorisme internasional.
Di wilayah Filipina bagian Selatan telah terjadi aksi teorisme internasional berupa penculikan dan penyanderaan berbagai warga negara asing di tahun 2000 dan 2001. Pelaku penculikan merupakan warga negara Filipina dan aksi dilakukan di tempat wisata dalam wilayah negara Malaysia. Korban penculikan kemudian dijadikan sandera di wilayah Filipina. Kelompok penculik kemudian mengajukan berbagai tuntutan kepada pemerintah Filipina dengan ancarnan akan membunuh para sandera.
Perilaku kelompok penculik dapat dikelompokkan sebagai tindakan terorisme internasional dan aksi merekapun telah mengganggu ketenangan usaha wisata di wilayah Malaysia. ASEAN sebagai organisasi yang bercita-cita ingin memajukan kesejahteraan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara sebenarnya telah menjadi tertantang untuk segera dapat menanggulangi ataupun mengantisipasi kejadian semacam ini.
Sebelum aksi terorisme internasional menjadi lebih banyak dan lebih besar serta mengganggu hubungan antar negara anggota ASEAN, maka ikatan kerjasama penanggulangan merupakan jalan keluar pemecahan masalah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisari Dyah Paramita
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri AS dalam konflik Israel-Palestina khususnya pada saat masa Presiden Bush, serta menjelaskan faktor-faktor eksternal dan internal AS yang berubah dan tidak dapat diabaikan pada saat itu sehingga membuat AS melakukan adaptasi dalam perilakunya. Dalam hal ini penulis menggunakan negara sebagai unit analisa. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah perilaku kebijakan AS sebagai satu-satunya negara yang mengalami perubahan secara signifikan dalam doktrin dan kebijakan luar negerinya setelah peristiwa serangan teroris tanggal 11 September 2001.
Adaptasi perilaku AS, merupakan respon AS terhadap perkembangan di lingkungan eksternalnya yaitu peningkatan eskalasi konflik di wilayah pendudukan di Palestina, adanya tekanan dari negara-negara asing termasuk dari negara-negara yang merupakan "sekutu dekat" AS di kawasan serta strategi ofensif yang dijalankan oleh Perdana Menteri Israel Ariel Sharon sejak tahun 2001. Di samping itu, adaptasi perilaku AS tersebut juga merupakan respon AS atas perkembangan di lingkungan internalnya yaitu adanya keprihatinan anggota Kongres/Senat serta publik domestik AS, adanya kekhawatiran kehilangan momentum positif proses perdamaian di Timur Tengah serta adanya kekhawatiran menurunnya koalisi global anti terorisme di kalangan Pemerintah AS.
Pembahasan mengenai permasalahan dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran sebagai alat analitis.Dengan menggunakan pendapat Rosenau yang mengaitkan antara tindakan suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya dengan respon terhadap aksi dari lingkungan eksternal dan internal serta penjelasan bahwa kebijakan luar negeri perlu dipikirkan sebagai suatu proses adaptif, pendekatan sistem politik David Easton, Mochtar Mas'oed dan Hoisti mengenai komponen kebijakan luar negeri serta teori yang dikemukakan Howard Lentner bahwa dalam mencapai tujuan politik luar negerinya, suatu negara mengalami serangkaian penyesuaian yang tetap yang terjadi di dalam negara maupun antara negara dengan situasi yang dihadapi, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini adalah adaptasi perilaku AS diwujudkan dalam beberapa penyesuaian kebijakan luar negeri AS mengenai konflik Israel-Palestina, yang mencapai puncaknya pada peluncuran roadmap pembentukan dua negara sebagai penyelesaian terhadap konflik Israel-Palestina pada tanggal 30 April 2003. Dalam roadmap disebutkan bahwa realisasi pengakhiran konflik Israel-Palestina hanya dapat dicapai dengan penghentian kekerasan dan tindakan terorisme, dengan pemimpin Palestina yang mampu secara tegas mengambil tindakan melawan tindakan teror dan mampu untuk membangun demokrasi berdasarkan toleransi dan kemerdekaan, kesediaan Israel untuk melakukan apa yang diperlukan bagi berdirinya negara Palestina dan diterimanya oleh kedua pihak suatu wilayah pemukiman sebagaimana telah diatur dalam roadmap tersebut.
Peluncuran roadmap perdamaian merupakan wujud adaptasi kebijakan Presiden Bush pada tingkat perilakulaksi dalam konflik Israel-Palestina, dimana sebelumnya Presiden Bush selalu menolak thrill tangan langsung untuk menggerakkan proses perdamaian. Presiden Bush kini mengulurkan tangannya langsung dengan meletakkan kapasitas dan pengaruh AS untuk membuka kembali solusi politik yang selama lebih dari dua tahun tertutup rapat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham
"Tesis ini bertujuan memahami ideologi perlawanan buruh dalam konflik perburuhan di pabrik. Peningkatan konflik perburuhan merupakan indikator perubahan ideologi perlawanan buruh dewasa ini jika dibandingkan dengan keadaan di masa lalu. Cara ideologi tersebut diekspresikan bukan saja lebih beragam, tapi juga berbeda sifatnya dari yang digambarkan dalam studi-studi konflik perburuhan selama ini. Bertentangan dengan pandangan yang menekankan lemahnya identitas politik buruh industri manufaktur, tesis ini menunjukkan bahwa perlawanan buruh kini lebih kuat dan radikal sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya aksi-aksi kolektif buruh akhir-akhir ini. Namun berbeda dari pandangan kaum Mandan, konflik dan perlawanan buruh tidak begitu saja mencerminkan ekspresi kesadaran kelas dan watak revolusioner mereka. Ideologi perlawanan buruh dewasa ini ditentukan oleh strategi ekonomi tiap-tiap individu sehingga lebih bersifat ekanomis-pragmatis daripada kecenderung politis-revolusioner.
Tesis ini menggunakan pendekatan konstruktivis {interpretif) karena memperhatikan pembentukan ideologi dalam kelompok sebagai pendorong terjadinya konflik. Ideologi dilihat sebagai sistem simbolik yang memberi acuan bagi pembentukan kesadaran kolektif dan menjadi pengarah bagi berbagai problem kehidupan. Dalam hal ini, ideologi buruh-buruh anggota FNPBI tidakiah tunggal, karena merupakan hasil dari proses sosial. Ideologi tersebut senantiasa didefinisikan, dinegosiasikan, dan diaktifkan dalam interaksi intrakelompok karena para organiser buruh-buruh dan buruh-buruh mengembangkan orientasi yang berbeda-beda mengenai diri dan tujuannya dalam organisasi. Para aktivis menggunakan aksi-aksi kolektif sebagai sarana pendidikan politik dan penanaman ideologi gerakan dengan tujuan-tujuan yang bersifat politik, sementara buruh-buruh lebih cenderung menggunakannya sebagai sarana untuk memperoleh tujuan-tujuan ekonomi. Dengan demikian, organisasi gagal menjadi pembentuk ideologi dan kesadaran kolektif yang koheren bagi para anggotanya untuk menjadi gerakan sosial yang signifikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Abdi
"ABSTRAK
Persemakmuran Negara-negara Merdeka atau yang dikenal juga dengan Commonwealth of Independent States (CIS) pertama kali didirikan pada tanggal 8 Desember 1991 oleh Belarus, Rusia, dan Ukraina . Presiden Uni Soviet, Gorbachev pada saat itu berusaha keras mempertahankan kesatuan Uni Soviet dengan suatu usulan "Persetujuan Uni Baru", yang akhirnya gagal karena tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan dan para pemimpin republik di lingkungan Uni Soviet.
Kegagalan ini memaksa Gorbachev untuk mengundurkan diri yang sekaligus mengakhiri sejarah panjang Uni Soviet sebagai salah satu negara besar yang sangat disegani selama ini. Mulai saat itu masa depan republik pecahan Uni Soviet banyak tergantung kepada CIS yang dimotori oleh Rusia dengan 10 republik lainnya sebagai anggota. CIS diharapkan paling tidak dapat menjalankan dua fungsi, yaitu: sebagai stabilisator bidang politik dan keamanan, serta sebagai katalisator bagi kerjasama ekonomi diantara anggotanya.
Dalam mencapai tujuannya ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Rusia dan kawan-kawan, yaitu: 1) rendahnya rasa saling percaya antara Rusia dengan negara-negara CIS lainnya; 2) sengketa kepemilikan persenjataan nuklir dan fasilitas militer lainnya; 3) buruknya perekonomian dan besarnya kesenjangan ekonomi antara Rusia dengan negara-negara CIS lainnya; 4) ancaman perluasan keanggotaan NATO ke Eropa Timur; 5) ketergantungan ekonomi Rusia dan negara-negara CIS lain terhadap modal asing.
Berpijak pada temuan-temuan di atas, kemudian penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana faktor-faktor internal di CIS mempengaruhi pengelolaan keamanan di kawasan tersebut ?; dan 2)Bagaimana pengaruh kekuatan-kekuatan ekstemal terhadap pengelolaan keamanan di CIS ?
Dengan bantuan beberapa kerangka pemikiran seperti: teori kolaborasi; kondisi security complex; dan interdependensi ekonomi politik maka diharapkan dapat dilakukan pembahasan yang komprehensif terhadap gagasan yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan di atas sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan penelitan ini yaitu: memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada kita semua mengenai fenomena yang sedang terjadi di kawasan bekas Uni Soviet terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keamanan.
Fakta awal digambarkan secara deskriptif untuk memberikan gambaran yang memadai terhadap latar belakang kawasan yang menjadi objek penelitian, dilanjutkan dengan penampilan data-data kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh dengan cara penelusuran terhadap sumber-sumber data sekunder."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar
"Pada tahun 1996, masyarakat Australia dikejutkan dengan munculnya seorang politisi baru, Pauline Hanson, yang membangkitkan kembali perdebatan publik mengenai kebijakan multikulturalisme dan imigrasi dari Asia. Hal yang menjadi perhatian adalah sikap anti-Asia yang ditunjukan oleh Pauline Hanson ternyata mendapatkan dukungan masyarakat Australia dalam pemilihan umum Federal 1996 dan Pemilihan umum Queensland tahun 1997.
Fenomena Pauline Hanson tentunya tidak dapat muncul begitu saja, tetapi ada beberapa faktor yang mendorong kebangkitannya. Perkembangan domestik masyarakat Australia memegang peranan penting dalam membentuk dukungan dari masyarakat, sementara itu terdapat pula beberapa perkembangan politik internasional terutama di Asia yang turut mendorong munculnya fenomenon ini.
Pauline Hanson dapat diindentifikasi sebagai gerakan radikal kanan baru yang sebelumnya telah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Gerakan ini dapat muncul dan berkembang di negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi, jumlah pengangguran meningkat sementara itu jumlah pengangguran semakin banyak. Para penganut gerakan ini menawarkan formula politik yang anti-imigran, anti-globalisasi dan kebijakan ekonomi yang nasionalistik.
Dalam menganalisa fenomenon ini digunakan teori-teori yang berkembang di Amerika Serikat dan Eropa dari Herbert Kitschelt, Leonard Winenberg, Joseph H. Caren. Sementara itu dalam mencari gambaran hubungan internasional dari fenomenon yang dibahas, dipergunakan teori citra (image) yang dikemukakan oleh Kenneth E. Boulding dan R. Holsti.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Fenomenon Pauline Hanson menunjukkan dua hal : pertama, krisis identitas yang belum teratas; kedua, krisis ekonomi yang belum selesai. Hal ini diakibatkan oleh kebijakan multikulturalisme dan imigrasi yang meningkatkan jumlah penduduk imigran dari Asia. Sementara itu, dalam jangka dua dekade terakhir, kebijakan ekonominya belum dapat mengatasi masalah ekonomi nasional sehingga angka pengangguran terus meningkat dan kesejahteraan hidup. Akibatnya timbul sentimen negatif terhadap imigran Asia, penegasan kembali superioritas budaya Inggris dan penolakan atas globalisasi dunia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Leonard Felix
"Tantangan besar yang kini dihadapi oleh kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana mengatur situasi yang masih penuh ketidakpastian di kawasan pasca Perang Dingin. Dalam menghadapi situasi dan lingkungan semacam itu, berbagai cara ditempuh oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menjamin keamanan mereka, misalnya memanfaatkan kemajuan ekonomi untuk memodernisir kapabilitas pertahanan mereka atau mengembangkan kebiasaan dialog. Cara yang disebut terakhir ini kelihatannya menjadi Cara yang paling banyak ditempuh oleh negara-negara di kawasan, meskipun dialog itu sendiri tidak menjamin penyelesaian akhir suatu masalah.
Sasaran utama dari proses dialog ini adalah mencari pola terbaik untuk menata kembali lingkungan politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik pasca Perang Dingin, sehingga stabilitas yang berkelanjutan dapat dipertahankan.
Tesis ini mencoba memahami lebih lanjut prospek pengaturan keamanan multilateral di kawasan Asia Pasifik dengan studi kasus ASEAN Regional Forum (ARF) Seberapa jauh prinsip Asean Way dapat dikatakan akan efektif dan bisa diterapkan pada forum yang lebih luas seperti dalam kerja sama keamanan Asia Pasifik. Apakah multilateralisme dan prinsip keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF dapat memberikan jaminan jangka panjang bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan pertanyaan di atas, tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas apakah pendekatan cooperative security dalam ARF efektif untuk menyelesaikan konflik di Asia Pasifik dan mengetahui prospek ARF sebagai instrumen penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik pada masa yang akan datang.
Multilateralisme dan prinsip-prinsip yang ada dalam konsep keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF tidak dapat memberikan jaminan keamanan jangka panjang. Hal ini terbukti dari pendekatan bilateral lebih diutamakan daripada pendekatan multilateral oleh banyak negara di kawasan Asia Pasifik, terutama untuk mencad perimbangan kekuatan (balance of power}. Kawasan Asia Pasifik secara alamiah merupakan suatu kompleks keamanan (security complex) yang memiliki beberapa kondisi yang dapat menghambat terwujudnya suatu wadah pengaturan keamanan multilateral.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prospek ARF sebagai wadah pengaturan keamanan multilateral pada masa yang akan datang masih harus melalui proses evolusi yang lama dan gradual dan bahkan fluktuadf dalam perkembangannya. Setidaknya diperiukan prasyarat-prasyarat institusi formal agar ARF dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik secara lebih efektif. Namun ARF sebagai suatu institusi yang masih embrionik, melalui tahapan confidence building dan preventive diplomacy, jelas menunjukkan suatu upaya meletakkan landasan kebersamaan (common understanding) menuju pembentukan suatu model rejim keamanan regional di kawasan Asia Pasifik."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Japar
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dampak sistem kepartaian terhadap perilaku politik masyarakat desa Sistem kepartaian dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu floating mass, asas tunggal, dan sistem multipartai terbatas. Sedangkan perilaku politik dibagi menjadi 3 (tiga) juga yaitu mendukung, menentang dan apatis terhadap sistem kepartaian.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan angket. Wawancara dilakukan terhadap 9 orang informan dan angket diberikan kepada 95 responden yang diambil secara acak dari 4 orang di Desa Jalaksana. Kedua metode ini digunakan untuk saling menguatkan, kemudian dianalisis dengan teori-teori yang relevan.
Dampak floating mass terhadap perilaku politik adalah semakin terbentuk perilaku politik yang menentang terhadap kebijakan tersebut, artinya masyarakat desa memiliki kecenderungan yang signifikan untuk menentang pelaksanaan floating mass. Perilaku politik menentang tersebut merupakan reaksi dari keinginan masyarakat desa untuk Mud. dangan partai, agar partai dapat melaksanakan fungsinya yang penting yaitu pendidikan politik, menampung aspirasi mereka dan menjadi - juru bicara" terhadap pemasalahan yang mereka hadapi. Dengan begitu pula maka partai dapat menyiapkan kader-kader yang cakap di tingkat paling bawah yang merupakan basis tradisional partai. Implikasi dari perilaku politik itu adalah masyarakat desa meninginkan kebijakkan ini agar dapat segera dicabut.
Dampak Panetapan Pancasila sebagai asas tunggal bagi partai adalah semakin terbentuk perilaku politik yang meindnkung terhadap asas tunggal, artinya masyarakat desa mendukung sepenuhnya terhadap asas tunggal. Dukungan ini lebih disebabkan trauma masa lalu yang marak dengan konflik antarpartai yang disebabkan oleh perbedaan ideologi. Selain itu masyarakat desa lebih menginginkan kehidupan yang harmonis tanpa adanya konflik, yang dapat mengakibatkan ketegangan hidup bertetangga. Implikasi dari dukungan itu masyarakat desa lebih menyetujui tema-tema karnpanye yang berorientasi program tidak bersifat ideologis. Sikap ini disebabkan pengalaman kampanye selama ini sering terjadi keberingasan massa yang banyak rnenelan korban yang tidak perlu.
Dampak dari pelaksanaan sistem multipartai terbatas adalah semakin terbentuknya perilaku politik yang menentang terhadap sistem multipartai terbatas, artinya masyarakat desa mempunyai kecenderungan yang signifikan untuk menolak berlakunya sistem tersebut. Perilaku ini tarbentuk karena partai politik yang ada selama Orde Baru dianggap tidak mampu menampung aspirasi masyarakat dan sudah terjadi kejenuhan terhadap partai, itu dibuktikan dengan pendirian partai baru.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Kurniady
"ABSTRAK
Samuel Huntington dalam "the Clash of Civilazation" menyebutkan signifikansi budaya dalam menganalisa fenomena hubungan internasional pasca perang dingin. Begitupun kontemplasi dari Francis Fukuyama dan Barry Smart menyebutkan faktor-faktor budaya cukup berperan dalam interaksi antar bangsa pasca perang dingin.
Produk para ilmuan di atas telah membangkitkan keingintahuan penulis mengkaji fenomena hubungan internasional dalam konteks signifikannya budaya dalam interaksi antar bangsa. Fenomena hubungan internasional yang akan menjadi fokus perhatian di dalam studi ini adalah munculnya kekuatan Islam sebagai alternatif penyaring kebudayaan Barat. Samuel Huntington telah menyebutkan bahwa Kebudayaan Barat telah mengalami pergeseran pengaruh dan berusaha mereidentifikasikan diri dan mereinventarisasikan kembali pengaruh besarnya. Dalam proses tersebut kebudayaan Barat menemukan munculnya kekuatan baru dan berhadapan dengan kebudayaan Islam dan Cina. Pengaruh kebudayaan ini cukup besar, yaitu sebagai pembanding dari kebudayaan Barat. Realita yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara Islam lainnya ternyata telah menghadapkannya pada posisi yang berlawanan dengan kepentingan Barat. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Aljazair, Revolusi Islam Iran, Libia, Iraq dan masyarakat di negara-negara Islam lainnya seperti Palestina memiliki kecenderungan untuk menolak kebudayaan Barat. Mereka secara relatif mungkin dapat menerima modernisasi tetapi tidak berarti harus menerima kebudayaan Barat itu. Keengganan mereka merupakan merupakan response akibat mengemukanya ketidakadilan dan dominasi yang dilakukan pihak Barat dalam interaksi internasional.
Dari paparan kerangka teoritis di atas, penulis mencoba merumuskan masalah penelitian , yaitu "Apakah Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel' dalam perjanjian Palestina Israel (1991-1993) ?" Dengan bertujuan untuk memahami bahwa dalam studi hubungan internasional, faktor-faktor di luar power atau keamanan konvensional dapat mempengaruhi hubungan antar negara. Salah satu faktor itu adalah pengaruh dari budaya (agama). Dalam penelitian ini juga akan menyangkut persepsi terhadap unsur budaya yang merupakan Fundamentalisme Islam yang akan dilihat keterhubungan antar variabelnya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, maka penulis mencoba mengaplikasikan model sistemik dengan metode penelitian "content analysis" untuk mencari hubungan pengaruh antara kedua variabel penelitian itu melalui verifikasi hipotesa.
Hasil penelitian ini adalah bahwa Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel. Sementara itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Peta Fundamentalisme Islam, mulai sumbernya di Barat sampai imbasnya dalam bentuk Fundamentalisme Lokal, menunjukkan persoalan fundamentalisme ternyata amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi, tidak hanya faktor sosial ekonomi tapi juga politik dan budaya.
Studi-studi tentang Fundamentalisme Islam seharusnya mendapat tempat yang besar di dalam kerangka pemikiran para peneliti oleh karena dewasa ini muncul fenomena Islam dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi hubungan antar negara."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>