Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1656 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santoso Teguh
"Kehidupan politik didalam struktur Golongan Karya sejak berbentuk Sekber Golkar hingga menjadi Golkar pada tahun 1971 selalu diwarnai dengan interaksi politik antar kelompok-kelompok di dalam struktur Golongan Karya yang tidak lain mencerminkan trik menarik pengaruh satu kelompok dengan kelompok lainnya dan intrik-intrik politik para aktor-aktor politiknya untuk mendapatkan nilai plus dari Soeharto. Ketidakmampuan Trikarya untuk tetap bertahan dalam percaturan politik setelah pemilu pertama pada tahun 1971 merupakan indikasi mulai melemahnya keberadaan di dalam Golkar. Semakin berkurangnya wewenang yang melekat pada Trikarya di dalam lingkaran kekuasaan diakibatkan peranan segelintir tokoh atau aktor politik kepercayaan Jenderal Soeharto.
Golongan Karya merupakan sebuah organisasi politik yang sangat majemuk dari berbagai kelompok yang tergabung di dalamnya. Akibat dari kemajemukan tersebut diasumsikan bahwa dipastikan akan terjadi pengelompokan di dalam organisasi tersebut. Pengelompokan tersebut menimbulkan perbedaan kepentingan yang akan saling berbenturan.
Keberadaan kelompok di dalam arena politik bukan saja ada melainkan sangat diperlukan. Kelompok sangat memainkan peranan melalui seperangkat tuntutan, mengekspresikan sikap-sikap dan membuat pernyataan politik. Kadang-kadang kelompok akan menaruh perhatian terhadap kepentingan yang konkrit atas kebutuhan material para anggotanya, mengekspresikan kepentingan umum di dalam issue-isue politiknya atau turut menghimbau tumbuhnya suatu kebijakan Baru. Berperannya kelompok di dalam sistem politik pada dasarnya merupakan suatu proses yang digerakan oleh nilai-nilai sosial untuk mengalokasikan kekuasaan (otoritas).
Akibat dari alokasi tersebut maka diikuti dengan munculnya keputusan-keputusan yang akan mengikat masyarakat umum. Keputusan-keputusan tersebut muncul akibat adanya kegiatan politik. Karena di dalam masyarakat juga terdapat kelompok-kelompok maka keputusan yang didasari oleh berbagai kegiatan politik tersebut dipastikan bersinggungan dengan kepentingan antar kelompok-kelompok tersebut. Sehingga akan muncul pertentangan antar kelompok atau antar kepentingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi bentuk keputusan yang akan dipilih.
Kemudian lebih lanjut dalam setiap fenomena politik di dalam sistem politik - apapun corak dari sistem politik tersebut - selalu mengarah kepada bagaimana untuk mendapatkan kekuasaan dan kemudian mempertahannya. Selanjutnya untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan tersebut maka kelompok-kelompok di dalam sistem politik haruslah menguasai sumber-sumber materiil dan kewenangan sebanyak mungkin. Akibat langkanya sumber-sumber itu maka kelompok-kelompok itu menjalankan peranannya untuk mengalokasikan materi dan kewenangan tersebut. Dengan demikian suatu kelompok dikatakan menjalankan peranannya terhadap kelompok lain atau terhadap sistem politik jika kelompok tersebut dapat secara aktif memperjuangkan kepentingannya. Kelompok-kelompok itu akan saling menjalankan peranannya jika mereka berkompetisi untuk mengakumulasikan sumber-sumber materiil dan kewenangan.
Menurut Marck dan Snyder, perpecahan atau konflik dapat timbul dari kelangkaan posisi dan sumber-sumber (resources), semakin sedikit posisi atau sumber yang diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi, semakin tajam pula konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan sumber tadi. Di dalam hierarkis sosial mana pun hanya ada sejumlah terbatas posisi kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari seseorang yang dapat menduduki masing-masingnya. Sama dengan itu, hanya ada beberapa contoh unit sosial dimana penyediaan keputusan begitu hebatnya sehingga semua pihak dapat memuaskan keinginannya.
Dengan kata lain, jika posisi dan sumber yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah mereka yang ingin menempati posisi dan meraih sumber itu maka kemungkinan berkembangnya suatu konflik besar sekali. Penyederhanaan jumlah unsur yang terdiri dan banyak ormas fungsional ditambah dengan militer dan birokrasi merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pengurus Golongan Karya.
Hal lain yang sangat mendasar adalah dikeluarkannya keputusan Ketua Umum Sekber Golkar Nomor Kep.101/VII/Golkar/1971 yang isinya para tokoh Trikarya tidak lagi di posisikan pada susunan DPP Golkar dikarenakan KING tidak lagi menjadi badan perjuangan politik. Kemudian melalui Munas I tahun 1973 yang diantara keputusannya yaitu menetapkan Munas sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi juga menetapkan bahwa para tokoh Trikarya tetap pada posisi semula yaitu menjadi bagian dari keanggotaan Dewan Pembina Sehingga berdasarkan hasil Munas tersebut mengakibatkan pembatasaan dalam alokasi kekuasaan dimana kelompok tradisional seperti Trikarya dan kelompok KING bergeser oleh dominasi kelompok Hank dan kelompok Sipil yang ada di Bapilu. Perubahan tersebut di lain sisi banyak dipengaruhi oleh semangat pembaharuan politik yang melepaskan pengaruh santimen berdasarkan ikatan primodialisme sehingga mengakibatkan Trikarya benar-benar harus menghilangkan identitas kelompoknya sekaligus tidak dapat lagi menuntut porsi kekuasaan atas nama kelompok mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubedilah
"Tesis ini meneliti mengenai radikalisasi gerakan mahasiswa dengan studi kasus HMI MPO tahun 1998 hingga 2001. Rentang waktu ini merupakan rentang waktu dimana aksi-aksi HMI MPO menunjukkan radikalisasinya, misalnya terlihat pada penolakan HMI MPO terhadap pemerintahan Habibie, menolak sidang istimewa MPR, menuntut empat elit politik (Abdurrahman Wahid, Megawati, Amin Rais dan Akbar Tanjung) untuk mundur dari jabatannya, hingga munculnya pemikiran tentang perlu dibentuknya Dewan Presidium Nasional. Realitas ini memunculkan suatu pertanyaan bagi penulis, mengapa terjadi radikalisasi gerakan pada HMI MPO?
Penulis menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan multilevel analysis untuk menjawab pokok pennasalahan tersebut. Sebuah metode penelitian yang berusaha melukiskan realitas sosial yang komplek melalui penyederhanaan dan klasifikasi dengan memanfaatkan konsep-konsep yang bisa menjelaskan suatu gejala sosial secara analitis. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka/dokumen dan wawancara. Sementara teori yang digunakan untuk menelusuri radikalisasi pemikiran politik HMI MPO adalah teori radikalisasi yang dikemukakan oleh Horace M Kallen yang mengemukakan bahwa radikalisasi ditandai oleh tiga kecendenmgan, pertama; radikalisasi merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, kedua; adanya upaya mengganti tatanan yang ada dengan tatanan lain yang digagasnya, dan ketika; kuatnya keyakinan kaum radikal terhadap program atau ideologinya. Untuk membantu menelusuri radikalisasi gerakan HMI MPO yang merupakan organisasi Islam, penulis memberi porsi bagi penggunaan teori pemikiran politik Islam khususnya yang berdekatan dengan pemildran politik Islam yang radikai. Hal ini terdapat pada Khomaini, Ali Syariati, dan Murthadha Muthahari yang pemikirannya mengilhami revolusi Islam Iran 1979.
Berdasarkan teori dan metode yang digunakan tersebut, serta data-data yang di lapangan ditemukan bahwa radikalisasi gerakan HMI MPO merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung ini ditemukan ketika penulis menelusuri sejarah munculnya HMI MPO maupun konteks perkembangan HMI MPO selanjutnya sebagaimana rentang waktu studi ini (tahun 1998 hingga 2001). Ini menunjukkan teori Horace M Kellen yang mengemukakan bahwa radikalisasi merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, masih cukup relevan. Berdasarkan hal tersebut, ditemukan ada tiga faktor kondisi yang mempengaruhi terjadinya radikalisasi gerakan HMI MPO; Pertama, kondisi perkembangan dunia Islam pads akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, khususnya persentuhan HMI MPO dengan kondisi dunia Islam pada saat itu, yakni adanya peristiwa Revolusi Islam Iran tahun 1979. Dimana pemikir Islam seperti Khomaeni, Ali Syariati, dan Murthadha Muthahari yang sedikit banyak telah mengilhami revolusi Islam Iran, pemikirannnya telah jugs di baca kalangan aktifis HMI MPO hingga kemudian mempengaruhi lahimya Khirtah Perjuangan HMI MPO sebagai paradigma perjuangannya. Dalam Khiltah Perjuangan inilah terlihat persentuhan pemikiran antara HMI MPO dengan ketiga pemikir Iran tersebut, antara lain misalnya mengenai keyakinan HMI MPO terhadap ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, terrnasuk dalam hal politik. Dalam konteks ini, nampaknya pengaruh All Syariati lebih dominan dibanding Khomeini dan Murthadha Muthahari. Khittah Perjuangan tersebut digunakan sebagai materi utama atau materi pokok dalam perkaderan HMI MPO hingga saat ini, sehingga radikalisasi gerakan HMI MPO yang terjadi pada 1998-2001 sesungguhnya merupakan produk dari perkaderan HMI MPO yang menggunakan Khirtah Perjuangan tersebut sebagai hasil persentuhan HMI MPO dengan revolusi Islam Iran 1979.
Kedua, realitas kebijakan orde bani yang represif juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya radikalisasi gerakan HMI MPO. Hal ini terjadi ketiga Orde Baru mengeluarkan kebijakan Azar. Tunggal Pancasila melalui UU No.8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan dan HMI MPO menolak kebijakan tersebut (merujuk Horace M Kallen,ini menunjukkan kuatnya HMI MPO terhadap idiologi atau program yang dianutnya). HMI MPO kemudian muncul sebagai salah satu kelompok gerakan mahasiswa yang radikal yang melawan Orde Baru bersama kelompok radikal lainnya hingga jatuhnya Orde Baru tahun 1998. Kedge', realitas perkembangan reformasi yang dinilai oleh HMI MPO diwarnai kegagalan dengan adanya penghianatan terhadap agenda reformasi yang dilakukan elit politik pasca reformasi Mei 1998 adalah juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap munculnya radikalisasi gerakan HMI MPO. Hal ini terjadi hingga munculnya kehendak HMI MPO tentang perlu dibentuknya Dewan Presidium Nasional (DPN).
Merujuk pada teori Horace M Kallen, kehendak HMI MPO tentang DPN ini menunjukkan adanya upaya untuk menggantikan tatanan yang ada. Artinya terdapat relevansi teoritis atas realitas radikalisasi gerakan HMI MPO.
Selain itu, penulis menemukan bahwa radikalisasi yang terjadi pada HMI MPO tidak hanya sebagai respons terhadap kondisi yang ada, misalnya faktor persentuhan dengan perkembangan dunia Islam, represifnya Orde Baru, gagalnya reformasi, tetapi jugs terbentuk karena peran aktor atau tepatnya peran para pengader dan alumni HMI yang mendukung perjuangan HMI MPO. Tetapi justru karena peran itulah independensi HMI MPO sebagai sebuah organisasi menjadi berkurang, bahkan diragukan."
2001
T12251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. D. Syarief Syamsuri
"Pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Soeharto kepada Presiden B.J. Habibie telah menimbulkan perubahan bagi kebijakan penyaluran dana bantuan resmi ODA Jepang ke Indonesia. Kebijakan Jepang yang merupakan 'tekanan' agar Indonesia menerima penerapan kondisionalitas nonekonomi di dalam penyaluran dana ODA-nya, telah memberikan berbagai interpretasi yang luas, yang secara langsung nampak terkait erat dengan proses dan akibat pergantian kepemimpinan nasional dimaksud.
Terjadinya fenomena Baru tersebut mendorong suatu pemikiran mengenai kemungkinan adanya korelasi antara konsep kredibilitas negara dan pemimpin negara sebagai aktor utama hubungan internasional yang menjadi faktor sebab akibat bagi penerapan kondisionalitas non-ekonomi kepada Indonesia. Aspek - aspek yang relevan dan mengait erat selama masa kepemimpinan Presiden Habibie yang berhubungan dengan penerapan kondisionalitas, dalam konteks tatanan hubungan internasional yang saling memberikan manfaat, merupakan kerangka pemikiran utama bagi penulisan tesis ini.
Penelitian tesis ini bersifat kualitatif dan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Selanjutnya tesis ini memberikan gambaran tentang reaksi domestik serta masyarakat internasional terhadap proses pengangkatan maupun selama masa kepemimpinan B.J. Habibie. Pada akhirnya telah ternyata bahwa kondisionalitas non-ekonomi bagi penyaluran ODA diterapkan Jepang semasa pemerintahan Presiden Habibie."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhatara Ibnu Reza
"Permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) pasca perang dingin menjadi kian merebak dan tidak lagi menjadi sekedar isu non konvensional yang tidak memiliki pengaruh dalam hubungan internasional. Masyarakat internasional mulai sadar untuk melakukan praktek penghormatan terhadap HAM serta melakukan penegakan hukum internasional sebagai sarana yang dapat mempengaruhi aktor negara-bangsa dalam melaksanakan hubungan internasional. Negara yang selama ini di gambarkan sebagai leviathan yang ganas dan kejam terhadap warga negaranya, kini tidak dapat lagi bebas melakukan pelanggaran HAM berat atau melakukan impunity terhadap pelaku karena akan menjadikan mereka sebagai pariah dalam masyarakat internasional. Peran negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional yang lebih memfokuskan diri pada masalah keamanan (security) dan kekuatan militer kini telah bergeser sangat significant dan saat ini mereka dituntut untuk turut serta menjunjung tinggi moralitas dan hukum sebagai main values dari hubungan internasional.
Keberadaan International Criminal Court (ICC) di tengah-tengah masyarakat internasional yang anarki, merupakan fenomena nyata yang terjadi dalam hubungan internasional. Sehingga peneliti melihat pembentukan ICC merupakan usaha masyarakat internasional untuk membentuk sebuah order. Peneliti menggunakan analisis order yang dikembangkan oleh Hedley Bull dalam bukunya The Anarchical Society: A Study of Order in World Politics. Bull menjelaskan masyarakat internasional yang terdiri dari negara berdaulat memerlukan order untuk mencapai tujuannya. Untuk itu diperlukan tiga hak yaitu common interest, rules dan institutions.
Pada peneltian ini pembentukan ICC dikaitkan dengan pembentukan international order terlihat pada common interest yaitu penghormatan HAM, penegakan hukum internasional dan pencegahan impunity terhadap pelanggaran HAM berat. Pada rules adalah diadopsinya Statuta ICC dan institutionsnya adalah negara dengan memilih hukum internasional sebagai bentuk institutions of international society.
Hukum internasional yang dipilih oleh masyarakat internasional sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam melakukan penghormatan terhadap HAM secara internasional. Fungsi hukum internasional dalam hal ini Statuta ICC selain sebagai guidence juga sebagai sumber tata cara dalam melaksanakan kerjasama (co-operation) antara anggota masyarakat internasional serta mencakup pula prinsip hidup berdampingan (coexistence) yang diartikan sebagai jaminan tetap dihormatinya kedaulatan negara. ICC sebagai international order memiliki pengaruh besar terhadap hukum nasional, kendati ICC memberlakukan yurisdiksi otomatis. Selain itu juga memiliki pengaruh terhadap negara non pihak (non state parties), terlihat mekanisme yang dimiliki DK PBB atau terlihat dari kebimbangan AS dalam keterlibatan militernya dalam pasukan peace keeping operations. Dan terakhir, ICC memiliki pengaruh sebagai pencegah (deterrent) praktek pelanggaran HAM berat yang seringkali dilakukan oleh aktor negara bangsa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muradi
"Dua permasalahan utama yang yang menjadi pokok penelitian Tesis ini adalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana perubahan sikap politik TNI dari kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid ke Megawati Soekarnoputri? Kedua, bagaimana perubahan dukungan TNI dari kepemimpinan Wahid ke sikap politik TNI yang resisten terhadap kebijakan Wahid?
Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut, digunakan jenis penelitian eksplanatif-analitis. Metode penelitian eksplanatif-analitis digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan sikap politik TNI terhadap pemerintahan pasca Orde Baru; Abdurrahman Wahid dan Megawati, serta bagaimana perubahan dukungan TNI dari kepemimpinan Wahid ke sikap politik TNI yang resisten terhadap kebijakan Wahid? Sedangkan pendekatan penelitian analisis kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang aspek-aspek yang hendak diteliti. Sedangkan model analisisnya menggunakan tiga faktor-faktor yang masing-masing memberikan pengaruh bagi penyikapan TNI terhadap pemerintahan yang berkuasa. Model analisis ini akan memberikan gambaran bagi penulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan topik penelitian.
Sementara itu, untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas digunakan beberapa teori antara lain; Pertama, teori transisi demokrasi yang dikemukakan oleh Huntington, dimana ia menyorot tentang faktor-faktor dan kemungkinan suatu negara transisi demokrasi kembali menjadi otoriter karena keterlibatan dan interupsi militer. Kedua, teori militer di dunia ketiga dari Morris Janowitz yang mengklasifikasikan hubungan sipil-militer di dunia ketiga dalam lima model. Ketiga, Finer melihat faktor internal militer berupa kepentingan militer yang menjadi penyebab terjadinya intervensi, serta ketidakmampuan sipil dalam mengendalikan pemerintahan. Keempat, sikap politik militer dapat dilihat dari pendapat Homans. Homans melihat bahwa sikap politik TNI dapat dilihat dari asumsi ekonorni. Kelima, kontrol sipil atas militer dapat dijelaskan dengan teorinya Huntington, yang melihat hubungan sipil-militer dari aspek sejauh mana kontrol sipil terhadap iniliter dilakukan_ serta sejauhmana otoritas sipil mengakui wewenang yang dimiliki militer. Menumt huntington, kontrol obyektif adalah pengakuan otonomi profesional militer, sedangkan kontrol subyektif adalah bentuk lain dari pengingkaran independensi profesionalitas militer.
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan beberapa hal yang menyangkut tentang sikap politik TNI dan perubahan sikap politik TNI dalam melihat kepemimpinan sipil. Pertama, bahwa perubahan dukungan politik TNI dari Pemerintahan Presiden Abdurralnnan Wahid tidak serta merta mengeras hanya karena kebijakan Wahid semata, melainkan juga dipicu oleh konflik antara eksekutif dengan anggota parlemen; Poros Tengah dan Partai Golkar. Poros Tengah merupakan aliansi longgar partai-partai berideologi Islam yang pada Sidang Umum MPR 1999 lalu mengusung Wahid ke kursi kepresidenan. Kedua, rencana dan ancaman pengadilan kejahatan kemanusiaan oleh Pemerintahan Presiden Wahid, yang dimulai dengan mencopot Wiranto dari jabatan Menkopolkam. Ketiga, pengurangan hak istimewa kepada TNI. langkah ini memang sejalan dengan komitmen masyarakat dan kalangani politisi untuk mengurangi jumlah anggota parlemen dari Fraksi TNI/Polri dari 75 orang menjadi hanya 38 orang saja. Keempat, melemahnya unsur TNI pada masa Pemerintrahan Presiden Abdurrahman Wahid, hal ini dapat dilihat pada perubahan faksi di TNI, yang sebelumnya dikenal adanya TNI Merah Putih dan TNI Hijau, namun pada perjalanan waktunya, faksi TNI berubah menjadi faksi TNI Reformis dengan faksi TNI Konservatif. Kelima, intervensi yang terlalu dalam oleh Wahid ke internal TNI. keenam, diterbitkannya Dekrit Presiden oleh Wahid. Sedangkan dukungan politik TNI kepada Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri disebabkan antara lain: Pertama, arus politik yang berjalan menuju pergantian kepemimpinan dari Pemerintahan Wahid ke Megawati Soekamoputri secara konstitusional. Kedua, Adanya kesepakatan politik antara unsur di TNI dengan kubu Megawati Soekarnoputri. Ketiga, kedekatan beberapa perwira TNI dengan Megawati. Keempat, kebijakan Pemerintahan Presiden Megawati dinilai akomodatif terhadap TNI. Kelima, kesamaan Platform antara TNI dengan PDI Perjuangan untuk terus menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari temuan yang didapat, maka dapat dilihat bahwa perubahan sikap politik TNI dari mendukung Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, kemudian menarik dukungannya, serta beralih mendukung Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri bersifat tidak drastis, dan tidak berdiri sendiri melainkan TNI melihat dan menunggu perkembangan konflik kepentingan di antara politisi sipil di parlemen dan eksekutif. Sehingga ketika angin politik lebih mengarah pada satu kubu politik yang memiliki dukungan lebih besar, TNI mengikuti arus besar politik tersebut. Hal ini tentu saja menjawab pertanyaan bahwa keinampuan TNI untuk melakukan bargaining position terhadap pemerintahan sipil dapat dikatakan lemah. Sehingga, upaya pembangkangan TNI terhadap paemerintahan sipil lebih banyak karana terprovokasi oleh perseteruan elit sipil yang berada di parlemen dan di eksekutif dari pada penolakan secara terbuka oleh TNI."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Prihatin
"Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi.
Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya.
Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu.
Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak.
Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya.
Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pureklolon, Thomas Tokan
"Negara merupakan lembaga yang menguasai sebuah masyarakat dan jelas pula bahwa negara-negara terdiri dari berbagai lembaga di dalamnya. Lembaga-lembaga ini saling berinteraksi dalam sebuah aturan dan prosedur yang membentuk sebuah sistem kekuasaan. Aturan dan prosedur ini didasarkan pada sebuah prinsip, sebuah norma yang dikaitkan untuk suatu tujuan tertentu. Karena itu, untuk mengerti negara, kita juga harus mengerti dan memahami prinsip dan norma serta tujuan dari negara tersebut. Tesis ini meneliti tentang : Negara dalam Perspektif Kristian : Pemikiran Politik Sint. Thomas Aquinas. Negara merupakan bagian dari pemerintahan universal, yaitu suatu pemerintahan yang diciptakan dan diperintah oleh Tuhan sendiri. Tujuan dan pertimbangan dibentuknya sebuah negara adalah memberikan kepada manusia segala pemenuhan kebutuhan material dalam hidupnya, dan menjadi dasar pendidikan, intelektual dan moral. Dalam pandangan Aquinas, manusia harus hidup dalain kelompok atau komunitas sehingga dapat saling membantu satu sama lain.
Metode yang dipilih adalah metode kualitatif dengan menggunakan penelitian eksplanatif Kualitatif karena penelitian ini ingin memahami atau mengatakan sebuah pemikiran politik dalam hal ini adalah pemikiran politik Aquinas. Permasalahan dalam penelitian ini diawali dengan pertanyaan "bagaimana", sehingga untuk menjawabnya digunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian eksplanatif atau penelitian yang bersifat menerangkan ini bertujuan meneliti data-data primer yang ditulis oleh Aquinas sendiri dan data-data sekunder yang ditulis oleh orang lain tentang Aquinas, khususnya tentang Negara. Negara untuk kebaikan bersama, bukan untuk kelompok tertentu saja. Negara sebagai bentuk persekuutuan hidup yang paling tinggi, memiliki tujuan yang juga paling tinggi, paling mulia dan paling luhur bila dibandingkan dengan tujuan yang dimiliki oleh persekutuan hidup lainnya. Negara sebagai suatu bentuk persekutuan hidup, menempati jenjang yang paling atas justru karena ia memiliki tujuan yang paling tinggi, paling mulia dan paling luhur. Aquinas pun berpendapat bahwa negara ada dan terbentuk bukan untuk negara itu sendiri. Tujuan akhir negara bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk manusia yang menjadi warganya. Jadi tujuan utama pembentukan negara adalah untuk manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Wirastuti Handayani
"Dalam sejarahnya, keberadaan pelanggan hampir selalu berada pada nomor sekian pada daftar prioritas perusahaan. Tapi kini keadaan sudah berbalik. Pelanggan telah mendapat prioritas yang memang seharusnya didapatkannya. Bahkan belakangan, berbagai lembaga dan perusahaan berlomba untuk memenangkan hati pelanggannya. Caranya beragam, mulai dari memberikan reward kepada pelanggan setia atau dengan pelayanan yang cepat dalam menanggapi keluhan pelanggannya. Dengan bantuan teknologi, pelayanan tersebut telah berangkat menuju tahap baru dalam paradigma melayani pelanggan. Semua ini tak lain karena pelanggan adalah sebuah aset yang bermanfaat untuk keberlangsungan sebuah lembaga atau perusahaan. Berawal dari fenomena tersebut, penelitian ini berangkat.
Customer Relationship Management (CRM) adalah sebuah sistem yang mengupayakan perusahaan dalam mempertahankan pelanggannya. Sistem ini bukan hanya berupa konsep semata, pada perkembangan selanjutnya dibentuk sebuah aplikasi teknologi sebagai alai pendukung konsep CRM. Penelitian ini mencoba untuk menelaah bagaimana implementasi teknologi tersebut digabungkan dengan visi perusahaan terhadap pelanggannya.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pelaksanaan sistem CRM dalam sebuah perusahaan operator seluler. Kemudian faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja sistem CRM. Selain itu tujuan penelitian ini juga untuk mengetahui dan menganalisis apakah dengan pemberlakuan sistem CRM dapat meningkatkan kualitas pelayanan di mata pelanggan melalui pelayanan yang diberikan oleh divisi pelayanan pelanggan mereka. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan sifat evaluatif. Dipilihnya metode deskriptif karena dengan cara deskriptif, peneliti dapat memberikan gambaran dengan jelas serta dapat memaparkan apa yang terjadi dari sebuah kondisi atau peristiwa yang ada. Selain itu, dengan pendeskripsian ini maka dapat pula melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik tertentu atau bidang tertentu secara cermat.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggan menyukai dengan perlakuan yang pribadi. Mereka menghormati dan menghargai pihak perusahaan yang mencoba untuk melakukan hal tersebut. Upaya perusahaan dengan bantuan teknologi canggih tersebut sangat membantu pihak petugas dalam menjalankan tugas menghadapi pelanggan. Di sisi lain, bantuan teknologi tidak akan berarti tanpa adanya sentuhan manusia.
Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan sistem lebih berupa kendala teknis, yaitu lambatnya sistem internal yang menghambat kerja petugas dalam melayani pelanggan yang menelepon. Secara keseluruhan, perusahaan telah dinilai berhasil mengimplementasikan sistem apalagi dibantu dengan kenyataan implementasi ini dilaksanakan dari awal. Hal ini menyebabkan pembentukan mental dapat berlangsung dengan lancar.

The term customer has been taken for granted by the company for many years. But now, fortunately, things has turning into customer's benefit. The customer now has been re-known as a priority to the company as well as the officials, they even raced to win the customers share of hearts. The race is not always similar, it can be done by giving the loyal customer point reward or they just simply give the customer the best quality service. By means of technology, these efforts have taken the new phase of the term serving the customer. All of these, is because the customer is actually a valuable asset for the continuity of one company. Starting from that phenomenon, this study is made.
Customer Relationship Management (CRM) is a system that is used by the company in order to maintain their customer. This system is not only a concept, in the next phase it is later formulize into a sophisticated technology application as a tool to support the CRM concept. This study is trying to explore how the technology implementation can be combined with the company vision toward its customer.
The purpose of this study, however, is to identify and to analyze about the proceeding of the CRM system in cellular operator company. And then, to identify which factors that can intercept the systems work. Also to identify and analyze if the implementation of the system can lift the quality of customer service itself in the eye of the customer.
The methodology which is being used in this study is qualitative descriptive with the evaluative notion. The reason these methods is picked, is because by description, a researcher can give a vivid picture of some situation and also can give the vast observation of some event that is present during the research. Besides that, by means of description, we can construct systematically the facts of particular field.
The finding of this study is shown that the customer loved the personal treatment. They respect and appreciate the effort which is given by the company whom done that. The efforts involved high technology and it can help the officers whom in charge of dealing directly to the customer.
On the other hand, the technology is meaningless without the human touch. Nevertheless, people would always appreciate being answer to a real friendly voice instead of a machine. The obstacle that is being faced in the proceeding of the system is a technical, that is the internal system which cutting away the flow of service by the officers in answering to the customer. By large, the company has done a good job in implementing the system although its still need refinements here and there.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhima Dwipayudhanto
"Selama lebih dari 25 tahun, pemerintah Indonesia telah berhasil menerapkan subsidi BBM. Dengan terpukulnya perekonomian Indonesia akibat krisis moneter, masalah penghapusan subsidi BBM, walaupun terkait dalam lingkup ekonomi, merupakan masalah yang secara politis bersifat sensitif. Tingginya beban subsidi BBM pada anggaran belanja negara menyebabkan pemerintah Indonesia mencari cara untuk menghapusnya.
Dengan terjalinnya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan IMF, maka pemerintah terikat untuk melaksanakan program IMF yang bersifat liberal. Salah satu sasaran program IMF adalah mengurangi pemborosan pada anggaran belanja melalui penghapusan subsidi BBM.
Dapat dikatakan bahwa program IMF memiliki dampak yang sangat besar terhadap anggaran, neraca pembayaran dan kebijakan domestik dan ekonomi negara peminjam karena IMF memiliki kekuatan untuk menetapkan kondisionalitas-kondisionalitas yang sangat ketat bagi negara peminjam. Negara berkembang yang tidak patuh terhadap nasehat-nasehat IMF, selain tidak akan diberikan bantuan oleh lembaga ini, juga tidak akan mendapatkan kredit dari program-program bantuan bilateral.
Kenaikan harga BBM sebagai akibat pengurangan /penghapusan subsidi BBM yang diterapkan pemerintah menimbulkan gejolak dalam negeri. Tekanan baik dari dalam maupun dari luar terhadap isu penghapusan subsidi BBM menimbulkan dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu pihak ia harus menyokong kepentingan nasional, di lain pihak ia harus bersifat akomodatif terhadap kepentingan eksternal. Keadaan ini yang mengakibatkan pemerintah Indonesia untuk bersikap tidak konsisten dalam mengimplementasikan penghapusan subsidi BBM. Atas dasar ini, maka penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tekanan-tekanan eksternal dan domestik yang dilandaskan oleh kepentingan antara aktor eksternal dan domestik yang berbeda dapat mempengaruhi inkonsistensi sikap pemerintah Indonesia dalam menerapkan kebijakan penghapusan subsidi BBM pada tahun 1997 hingga 2003.
Sejumlah teori dan pemikiran-pemikiran oleh Helen V. Milner, Mohtar Mas'oed, Arief Budisusilo, Robert D. Cantor, Richard Cooper, K.J. Holsti, Paula Hoy, Daniel S. Papp, Arifin Rahrnan, James Lee Ray, Bruce Russet dan Harvey Starr digunakan untuk menjelaskan alasan terjadinya kerjasama internasional untuk menjelaskan bagaimana pemerintah menggunakan dalih kerjasama internasional untuk kepentingannya, kepentingan aktor eksternal untuk menjelaskan latar belakang dibalik tekanan yang dilakukan aktor tersebut untuk mempengaruhi sikap pemerintah terhadap kerjasama internasional. perubahan sistem politik dari otoriterisme ke demokratis untuk menjelaskan kebangkitan partisipasi politik aktor-aktor domestik (berkaitan dengan hal ini, kepentingan aktor-aktor domestik mencerminkan struktur preferensi masing-masing aktor terhadap suatu kebijakan dan sebagai konsekuensi logis adalah tekanan-tekanan yang timbul apabila terjadi kepentingan yang berbeda antara masing-masing aktor terkait) dan pertimbangan pemerintah untuk menggunakan / tidak menggunakan suatu instrumen kebijakan tergantung dan tinggi / rendahnya tekanan eksternal dan internal.
Adanya gejolak-gejolak dalam negeri terhadap dihapuskannya subsidi BBM menandakan bahwa home benefits tinggi. Di lain pihak, peran IMF sebagai barometer kepercayaan pihak Iuar negeri menandakan bahwa externalities cukup tinggi. Hal ini yang menyebabkan implementasi pemerintah atas kebijakan penghapusan subsidi BBM tidak pernah optimal. Walaupun pengaruh IMF tidak selalu diwujudkan dalam bentuk penundaan, pencairan dana merupakan bentuk pengaruh yang cukup efektif untuk menjamin konsistensi pemerintah. Tetapi dapat dikatakan bahwa tekanan-tekanan IMF itu lebih ditujukan kepada keseluruhan program pemulihan ekonomi Indonesia sehingga tekanan langsung yang berhasil mempengaruhi sikap pemerintah Indonesia adalah tekanan domestiknya. Untuk itu dapat disimpulkan pengaruh tekanan domestik dalam bentuk penolakan DPR dan demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa menyebabkan pemerintah untuk tidak bersikap konsisten mengimplementasikan penghapusan subsidi BBM. Kurangnya tekanan eksternal dalam bentuk hukuman, yakni pencairan. dana oleh IMF, juga merupakan salah satu sebab mengapa pemerintah bersikap inkonsisten terhadap implementasi penghapusan subsidi BBM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanto Supriyatno
"Pemilihan umum merupakan suatu keikutsertaan rakyat di dalam memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang akan menjadi wakil mereka untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Oleh karena itu keikutsertaan rakyat dalam Pemilu selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi rakyat juga berfungsi sebagai implementasi kekuasaan yang sah dari rakyat.
Pemilihan pada satu Organisasi Peserta Pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang memakan waktu cukup panjang sehingga keyakinan untuk memilih salah satu partai bisa sepanjang masa atau berubah tergantung sejauhmana proses sosialisasi itu dilakukan. Memudar dan menguatnya keyakinan pemilih padfa suatu partai berpengaruh terhadap dukungan suaru yang diperoleh OPP pada pelaksanaan Pemilu.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai beberapa faktor penyebab kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi. Pertanyaan tesis adalah ; Bagaimana terjadinya penegakan kepercayaan masyarakat terhadap PDI-P sehingga mempengaruhi kemenangan pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi?. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel penyebab yaitu faktor identifkasi partai, faktor mitos, faktor tradisi, faktor program partai, faktor calon dan faktor kepemimpinan politik. Sedangkan variabel terpengaruh adalah kemenangan PDI-P pada Pemilu 1999 di Kota Bekasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Sosiologi Politlk, Sosialisasi Politik dan Partisipasi Politik. Guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan melaiui wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang dipandang mengetahui persoalan tersebut. Penetapan responden ditentukan melalui teknik purposive sampling dan Jens peneltian ini bersifat kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh: Beberapa Faktor penyebab kemenangan PDI-P dalam Pemilu 1999 adalah faktor identifikasi partai yang didasarkan pada catatan tradisi/adat merupakan salah satu yang menjadi penyebab kemengan PD1-P pada Pemilu 1999. Faktor lainnya adalah faktor calon yang ditawarkan terutama yang didasarkan pada kharisma dan popularitas calon juga menjadi penyebab kemenangan PDI-P dan yang juga faktor program penegakan hukum, faktor mitos, faktor tradisi dan kepemimpinan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>