Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1349 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mariang, Hanok Zeeth
"Migrasi merupakan fenomena kehidupan manusia yang ingin bertahan untuk kelangsungan hidupnya di perkotaan. Bertahan hidup berarti harus memenuhi segala kebutuhan dasar minimal yang disyaratkan. Namun manusia memerlukan pula penyesuaian dalam menjalani kehidupannya di manapun berada. Dengan kemampuan strategi dan adaptasi yang baik maka ia akan terus dapat bertahan hidup, sekali pun mendapat kendala dalam setiap aktivitasnya. Salah satu yang menyebabkan manusia atau masyarakat itu tidak dapat atau sukar menyesuaikan dirinya adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan masyarakat yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar, yang terdiri dari makanan, pakaian dan perumahan serta kebutuhan sosial lainnya. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pekerjaan yang ditekuni sebagai sarana mendapatkan penghasilan untuk memenuhi paling tidak kebutuhan dasarnya setiap hari. Hidup dikota yang sangat sulit dengan berbagai persaingan hidup, tetapi tetap dipilih migran untuk bertahan melangsungkan kehidupannya bersama keluarga.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah strategi adaptif migran dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kendala apa yang dihadapi dalam pekerjaan sektor informal. Sedangkan tujuan penelitian adalah mengetahui strategi adaptasi para migran miskin sektor informal dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya di perkotaan dan latar belakang berpindah dari daerah asal ke kota Kendari.
Penelitian ini sifatnya kualitatif yang berusaha menjelaskan kemiskinan perkotaan dengan strategi adaptasi yang dikembangkan oleh migran. Untuk mengentaskan kemiskinan banyak sudah cara yang ditempuh baik oleh pemerintah mau pun manusia atau masyarakat itu sendiri, namun hasilnya belum menggembirakan. Terlebih lagi setelah datangnya krisis ekonomi membuat masyarakat secara umum terpuruk dalam jurang kemiskinan ini.
Migran yang dipilih dalam penelitian juga berasal dari beberapa suku bangsa yang berbeda mewakili suku bangsa yang dominan menjadi migran yang berusaha disektor informal kota, di Kelurahan Mandonga.
Kehidupan perkotaan sangat kompleks, menimbulkan migran ini tidak dapat berbuat banyak kecuali terseret oleh kehidupan kota, dan harus bekerja di sektor informal. Para migran yang berada dalam Kelurahan Mandonga Kendari dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kemauan untuk mencari kerja, ajakan teman, daya tarik kota adalah merupakan salah satu contoh dinamika migran di perkotaan yang bekerja di sektor informal.
Dinamika hidup di kota membuat mereka harus berusaha mencari cara atau strategi agar mendapatkan uang untuk membiayai kehidupan bersama keluarganya. Strategi yang digunakan oleh migran ternyata relatif dapat menghidupi keluarganya, walau pun bila dilihat lebih dekat masih dalam kondisi miskin. Dengan kondisi miskin yang dijalani ini mereka dapat bertahan disuatu tempat dan hidup bersama dengan penduduk lainnya tanpa menimbulkan gejolak sosial, dan belum terjadi konflik.
Suasana homogen dan heterogen menguji kemampuan beradaptasi baik dalam berusaha mendapatkan penghasilan maupun adaptasi lingkungan secara fisik alamiah biologis dan sosial yang mereka bentuk, mampu menunjang keberadaan hidupnya, sehingga mereka cenderung untuk menetap dalam waktu lama, bahkan enggan untuk berpindah.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah mereka dapat bertahan hidup secara permanen sehingga dikatakan mempunyai strategi beradaptasi mempertahankan kehidupannya di Mandonga Kota Kendari. Saran yang diusulkan antara lain meningkatkan sumber daya manusia melalui program yang menyentuh kehidupan didesa, dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan yang bernuansa pedesaan, sehingga mereka dapat dan mau bertahan di desa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Puspasari
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak balita, para orang tua dan pembina balita di Sasana Bina Balita Mitra Bulog Jakarta. Penelitian memfokuskan pada permasalahan bahwa anak balita yang dititipkan di TPA karena kedua orang tuanya bekerja akan mengalami pola pengasuhan di dua institusi yang berbeda, yaitu TPA dan keluarga. Karena itu, penting untuk diketahui bagaimana pola pengasuhan yang diberikan di dalam Taman Penitipan Anak, di dalam keluarga, persamaan dan perbedaannya serta pelayanan profesional yang diberikan kepada anak balita di dalam Taman Penitipan Anak.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data diperoleh melalui tehnik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi dan studi dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (penarikan sampling secara sengaja), dimana informan dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengasuhan yang diberikan di dalam TPA, di dalam keluarga, persamaan dan perbedaannya serta pelayanan profesional yang diberikan di dalam Taman Penitipan Anak.
Informan dalam penelitian ini adalah para pembina balita dan beberapa orang tua dari: anak balita. Pembina balita, dengan pertimbangan karena selama anak dititipkan di TPA, pembina balita-lah yang bertuga mengasuh, merawat, mendidik dan menjaga anak-anak balita sampai orang tua menjemputnya. Orang tua dengan pertimbangan, bahwa orang tua sebagai agen sosialisasi yang utama memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang diberikan pada anak balita di dalam Taman Penitipan Anak dan keluarga, tidaklah selalu seragam. Di dalam TPA, pola pengasuhan yang diberikan adalah cenderung lebih autoritatif. Sedangkan di dalam keluarga, pola pengasuhan yang diberikan sangat bervariasi, ada yang otoriter, permisif, autoritatif dan gabungan.
Oleh karena itu, dalam mengoptimalkan pola pengasuhan yang diberikan pada anak-anak balita dan menyelaraskan pola pengasuhan di dalam TPA dan di dalam keluarga, hendaknya perlu ditingkatkan pengetahuan para orang tua tentang pola pengasuhan anak balita, peningkatan pengetahuan dan keterampilan para pembina balita, peningkatan kerjasama antara orang tua dengan para pembina balita, dan tim ahli di TPA. Dengan pembenahan ini, diharapkan bahwa pola pengasuhan yang diberikan di dalam TPA akan selaras dengan yang diberikan di dalam keluarga sehingga tumbuh kembang anak balita akan menjadi optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apep Insan Parid AP
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai respon pedagang kaki lima terhadap kebijakan penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Penelitian ini penting mengingat adanya respon pedagang yang mengakibatkan kebijakan penertiban berjalan tidak efektif, bahkan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Padahal kebijakan penertiban bertujuan untuk menata kota dalam rangka menyukseskan Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang Genah, Mereunah dan Tumaninah.
Penelitian ini difokuskan di Jl. Merdeka sebagai lokasi yang terkena kebijakan sesuai dengan keputusan Walikota Nomor : 511.23/Kep.1322-huk/2001 Tentang Lokasi Bebas Kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandung.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan pengamatan dilapangan. Informan penelitian berasal dari pejabat Pemerintah Kota Bandung dan beberapa pedagang kaki lima sebagai objek kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung tidak disetujui oleh pedagang kaki lima, penertiban mendapat. perlawanan melalui tindakan anarkhis pedagang dan dalam perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan berjualan. Mereka tetap menjalankan usahanya seiring dengan ditariknya petugas dari lokasi penertiban.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tanggapan dan sikap pedagang, pengetahuan pedagang terhadap kebijakan, motivasi, pengalaman, kekompakan pedagang, dan budaya pedagang yang sulit diatur. Sedangkan faktor eksternal meliputi: tidak adanya fasilitas yang disediakan pemerintah, akses informasi yang kurang, perilaku petugas penertiban, situasi yang berkembang, lingkungan dan masyarakat sekitar, serta keberadaan organisasi pedagang.
Merujuk pada kondisi tersebut, perlu adanya suatu mekanisme operasi penertiban yang bisa diterima oleh pedagang dengan memberikan solusi pemecahan masalah sehingga kebijakan yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Bandung dan pihak pedagang kaki lima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Westriati Niken Sasanti
"Program Mari Sehat sebagai program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk membangun kemampuan masyarakat agar dapat menangani masalah-masalah kesehatannya secara mandiri. Dalam prosesnya, pelaksanaan di lapangan harus berpijak pada kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga, sekaligus harus dapat mengakomodir kondisi di lapangan. Menilik pada pengalaman lembaga dalam menjalankan program pemberdayaan secara langsung, maka penelitian ini ingin melihat bagaimana pelaksanaan proses pemberdayaan dalam program Mari Sehat. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat proses.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah kelurahan Kedoya Utara dan kelurahan Palmerah. Lokasi ini dipilih karena merupakan wilayah kerja peneliti dan dilakukan oleh tim petugas yang sama, teknik pemilihan yang digunakan adalah purposive sampling, di mana informan yang dipilih sesuai dengan tujuan peneliti.
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini mencakup konsep pengembangan masyarakat yang dipandang sebagai program, proses dan metoda, serta konsep-konsep yang berkaitan dengan konsep pemberdayaan, termasuk di dalamnya adalah konsep tentang proses pemberdayaan. Selain itu juga digunakan konsep-konsep tentang peran petugas dalam proses pemberdayaan serta kebijakan yang ditetapkan dalam program Mari Sehat.
Dari penelitian ini, peneliti memperoleh gambaran tentang proses pemberdayaan dalam program Mari Sehat. Dan temuan fapangan terlihat tahapan proses pemberdayaan yang dilakukan, mencakup: tahap sosialisasi, tahap perencanaan partisipatif dengan metoda PRA, tahap pelaksanaan oleh masyarakat dan tahap evaluasi mandiri. Proses pelaksanaan pemberdayaan berjalan seperti spiral, yang menggunakan pengalaman masyarakat sebagai sumber belajar. Dalam proses pemberdayaan, metode yang digunakan secara dominan adalah metode Pendidikan yang Dewasa. Temuan lapangan menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses pemberdayaan. Perubahan yang paling menonjol adalah kapasitas tim RW dan individu-individu di dalamnya. Perubahan kapasitas ini berdampak positif pada kelembagaan posyandu. Temuan lapangan juga memberikan fakta yang mengindikasikan adanya kecenderungan untuk berkesinambungan.
Dari hasil analisis data, diketahui bahwa proses pemberdayaan tidak dapat dipandang sebagai suatu proses linear, tetapi lebih seperti spiral yang bergerak terus menerus. Selain itu, analisa data menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan akibat langsung dari intervensi yang diberikan selama proses pemberdayaan. Analisis data terhadap temuan menghasilkan kesimpulan terhadap faktor-faktor yang mengtiambat dan mendukung proses pemberdayaan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, proses pemberdayaan dalam program Mari Sehat dijalankan sesuai dengan tahapan program pemberdayaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan adalah: lembaga pengubah (kebijakan, sikap petugas, metode), masyarakat (dukungan dari masyarakat, nilai-nilai dalam masyarakat).
Saran yang diajukan peneliti kepada pihak lembaga adalah perlunya dilakukan penyamaan persepsi tentang program dan pendekatan pemberdayaan pada tahap persiapan, sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan dan pelaksanaan di lapangan. Selain itu juga perlunya kegiatan pemetaan sosial, kajian terhadap lembaga dan psikografi masyarakat lokal, menentukan entry point kegiatan yang sesuai dengan kondisi obyektif masyarakat dan membangun sistem penyelenggaraan proyek yang bersifat luwes, sehingga dapat menyikapi dan dapat melakukan perubahan-perubahan taktis dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Penelitian dampak diharapkan juga diusulkan untuk dapat dilakukan oleh lembaga.
Kepada instansi kesehatan terkait, saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah saran untuk mengadopsi model pelaksanaan posyandu plus dengan pendidikan orang tua dan anak melalui program Tumbuh Kembang Anak yang ternyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu instansi pemerintah (puskesmas setempat) dapat memfasilitasi sumber daya kesehatan baik dari swasta maupun dari lembaga pendidikan kesehatan yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Soemadi
"Remaja merupakan asset masa depan bangsa, artinya remaja harus menjadi manusia masa depan yang dapat memimpin bangsa, untuk itu remaja dituntut berkualitas. Tetapi pada kenyataannya seringkali remaja justru membuat keresahan di masyarakat salah satunya tawuran remaja.
Berbagai penyebab terjadinya tawuran, penelitian ini difokuskan pada Pola asuh keluarga dan pergaulan teman sebaya pada remaja yang melakukan tawuran dengan melihat pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman sebaya. Adapun bertujuan (1) mendapatkan gambaran pola asuh keluarga dalam kaitannya dengan remaja yang tawuran (2) mendapatkan gambaran lingkungan pertemanan berkaitan dengan remaja yang tawuran (3) menemukan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya tawuran remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan studi literatur dan wawancara, serta observasi. Pengambilan sample dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2003 di STM ?X" Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh keluarga yang dilakukan keluarga siswa antara lain ijin keluar rumah, pelaksanaan sholat, pelaksanaan puasa, tidak dilaksanakan secara rutin. Hal ini disebabkan karena orangtua yang sibuk sehingga tidak ada perhatian untuk anak, orangtua tidak mengajarkan sholat, dan tidak rutin mengikuti puasa. Orangtua tidak memberi sanksi apapun walaupun tahu perilaku anak tidak disiplin. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan dalam rumah tangga, anak melakukan pekerjaan rumah tangga.
Pertemuan antar keluarga untuk berkomunikasi, tidak dimanfaatkan oleh sebagian besar anak untuk mengeluarkan pendapat karena situasi dalam keluarga yang tidak mendukung misalnya keributan dalam keluarga dan kelelahan orangtua dalam bekerja. Dari hal tersebut yang dilakukan adalah pola asuh permisif dimana orangtua membiarkan anak berbuat sesuatu tanpa bimbingan dan pengarahan.
Faktor lain yang memicu tawuran adalah pertemuan remaja, dimana sebagian besar waktunya berada dalam lingkungan teman, demikian halnya dengan para siswa. Sebagian besar siswa kegiatannya sehari hari sehabis pulang sekolah khususnya sering nongkrong, bergerombol dan pulang pada malam hari. Pembicaraan mereka umumnya berkisar tentang penyerangan, dan apabila ada kelompok lain yang menyerang, merekapun ikut menyerang. Teman-teman informan siswa kadang-kadang juga ikut dalam tawuran tersebut. Kedekatan tempat tinggal dan seringnya mereka bertemu membuat ikatan kuat antar mereka. Dan hal tersebut teman membawa pengaruh perilaku remaja.
Selain faktor pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku anak yaitu kemiskinan, sekolah dan pihak sekolah. Kemiskinan ditunjukkan dengan tempat tinggal keluarga siswa pada daerah bantaran kali dan pemukiman kumuh yang berdesak desakan. Dimana pada keluarga yang tinggal di bantaran kali dan rel kereta api, tempat tinggal dengan dinding yang beralaskan plastik dan dos bekas. Sementara itu 3 siswa dimana keluarga bertempat tinggal di daerah pemukiman padat. Kondisi lingkungan menyulitkan orangtua dan siswa untuk berinteraksi.
Faktor lain adalah sekolah, dimana sekolah kurang tegas dalam membuat aturan misalnya pengambilan report, dan pengiriman surat teguran kepada orangtua. Dalam pengambilan raport, sekolah tidak mewajibkan orangtua yang mengambil raport sehingga raport boleh diambil siapa saja, sehingga orangtua bisa mewakilkan siapa saja. Sistem administrasi sekolah dalam pengiriman surat ke orangtua tidak menggunakan staf sekolah tetapi diberikan kepada siswa sehingga surat tidak sampai dan komunikasi orangtua dengan sekolahpun tidak ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bob Mizwar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Pengembangan Masyarakat Sebagai Proses dalam Pemberdayaan Masyarakat di Mukim Meuraxa termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Penelitian ini dipandang penting mengingat adanya pergeseran paradigma pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang menempatkan Mukim sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa gampong dibawahnya sekaligus menjadi pusat pertumbuhan bagi gampong-gampong tersebut. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dilaksanakan Program Gema Assalam. Dalam proses pengembangan masyarakat ini sangat dibutuhkan peran Fasilitator Mukim sebagai agen perubah (change agent) karena pada dasarnya masyarakat masih memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan dalam mengembangkan patensi yang ada pada mereka.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan (library research), wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan dan observasi terhadap objek penelitian di lapangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan lingkup informan antara lain Aparat Pemerintah Provinsi NAD, Aparat Pemerintah Kota Banda Aceh, Aparat Mukim Meuraxa dan gampong di wilayah Mukim Meuraxa, Fasilitator Mukim, tokoh-tokoh dan warga masyarakat Mukim Meuraxa sebagai kelompok sasaran serta Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dan hasil penelitian yang dilaksanakan di Mukim Meuraxa, khususnya Gampong Ulee Lheue dan Deah Glumpang yang dijadikan sebagai sampel, dapat diketahui bahwa pelaksanaan Program Gema Assalam telah mencakup seluruh tahapan-tahapan sesuai dengan kebijakan program dan mencerminkan berlangsungnya proses pengembangan masyarakat. Hal ini terlihat setelah dilakukannya kegiatan sosialisasi program pada masyarakat mulai tumbuh inisiatif dan prakarsa serta keikutsertaan dan partisipasi yang ditunjukkannya pada tahapan-tahapan kegiatan Program Gema Assalam berikutnya. Keadaan ini ditunjang oleh peran community worker yang ditunjukkan oleh Fasilitator Mukim dan Fasilitator Gampong yang senantiasa mendampingi masyarakat dengan memberikan bantuan pendampingan dan bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatan program. Disamping itu, keberadaan Imuem Mukim dan aparatumya termasuk para keuchik yang cukup kooperatif dalam pelaksanaan program memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mereka (felt needs).
Pelaksanaan Program Gema Assalam mencakup kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP) masyarakat, pembangunan prasarana dan sarana kebutuhan dasar masyarakat dan penguatan lembaga pemerintahan mukim. Untuk memudahkan proses pengembangan masyarakat, maka dilakukan pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang didasarkan etas kesamaan atau latar belakang mata pencaharian masyarakat tersebut. Seiring dengan pendekatan yang dilakukan oleh Fasilitator Mukim maka selanjutnya mereka mulai memikirkan kegiatan apa yang layak untuk dikembangkan. Dengan terbentuknya pokmas ini maka kegiatan penggalian gagasan (needs assessment) akan lebih mudah dilakukan. Begitu pula dalam pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya terlihat adanya partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaan program. Disamping itu, dalam pelaksanaan program dilakukan pemantauan baik secara internal oleh masyarakat, Fasilitator Mukim dan aparatur pemerintah maupun secara eksternal yang dilakukan oleh LSM Monitoring dan media massa. Meskipun pelaksanaan kegiatan pada Program Gema Assalam sudah berjalan sebagaimana harapan masyarakat, akan tetapi masih saja ditemui adanya kendala-kendala baik dari masyarakat, pengelola program maupun LSM monitoring. Kendala-kendala tersebut antara lain menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), perilaku masyarakat, koordinasi antar pengelola program, proses administrasi pengelolaan kegiatan dan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sehingga dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi ini maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempumaan untuk pelaksanaan Program Gema Assaiam pada masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Abdul Malik
"Program jaring pengaman sosial (JPS) bidang operasi pasar khusus (OPK) Beras merupakan program ketahanan pangan yang bertujuan untuk menangani masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Program ini digulirkan ke darah-daerah yang rawan terhadap masalah pangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Kenyataannya ketika program digulirkan banyak mengalami masalah di masyarakat terutama bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Program JPS bidang OPK Beras yang dananya berasal dari pinjaman Asia Development Bank (ADB) merupakan program bantuan bagi masyarakat dengan persyaratan melibatkan masyarakat sipil dalam memonitoring jalannya program tersebut.
Peran civil society dalam monitoring kegiatan opk beras menjadi sangat panting karena keterlibatan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Akuntabilitas Pembangunan (JAR) akan dapat menjadi katalisator dialog (catalys of dialogue), melakukan penyeimbang kepentingan (balancing inters), pemberian sinyal (picking up signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama (collective action).
Peran masyarakat sipil yang pertama adalah menjadi katalis dari dialog antara berbagai institusi Negara, pasar, dan masyarakat untuk mencapai konsensus alas prioritas bersama. Proses mencapai consensus ini melibatkan aktivitas-aktivitas seperti identifikasi masalah dan stakeholder, artikulasi dan klarifikasi berbagai kepentingan dan kebutuhan, dan penetapan tujuan bersama. Kedua, masyarakat sipil menjadi penyeimbang kepentingan. Masyarakat sipil yang efektif ditandai dengan proses penyeimbangan kepentingan yang dilaksanakan secara terbuka, santun, dan jujur dimana institusi-institusi yang terlibat memiliki posisi tawar yang sama.
Ketiga, masyarakat sipil melakukan pemberian sinyal. Masyarakat sipil yang berfungsi secara aktif menjamin bahwa sinyal yang dikirimkan sebagai akibat adanya penyimpangan mendapat perhatian dan penanganan sedini dan setuntas mungkin. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan dengan keterlibatan dalam menangani masalah pembangunan atau dengan kata lain masalah baru diatasi ketika sudah menjadi terialu besar merupakan indikasi melemahnya masyarakat sipil (civil society). Keempat, peran mobilisasi untuk aksi bersama. Aksi bersama menandakan masyarakat sipil telah mencapai kohesi kepentingan dan sinergi.
Pada kenyataanya LSM tidak berperan dalam memonitoring program opk (Beras). Ketidak berperanan LSM ini karena LSM tidak mau terlibat dalam struktur pengawasan yang telah dibuat pemerintah dalam memonitoring Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) termasuk di dalamnya operasi pasar khusus (opk) beras. LSM melihat keterlibatan mereka dalam struktur pengawasan JPS akan dapat menjadi LSM tidak independent dalam membuat laporan terhadap hasil temuan mereka.
LSM menganggap program monitoring JPS hanya merupakan salah satu bagian dari proyek pengawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu LSM tidak melakukan monitoring secara struktur tetapi melakukan kampanye melalui alat seperti brosur dan himbauan bahwa ada program JPS yang dananya merupakan pinjaman dari Lembaga bank dunia.
Penelitian yang dilakukan di daerah Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, karena daerah ini merupakan daerah yang dikategorikan sebagai daerah di perkotaan yang akan mengalami krisis pangan akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Tapi pada kenyataannya masyarakat tidak melihat bahwa ada program operasi pasar khusus (opk) beras di daerahnya yang bertujuan unutk membantu masyarakat yang tergolong tidak mampu dengan membeli beras seharga 1000 rupiah dan setiap kepala keluarga mendapat 20 kilogram per bulan.
Penduduk Galur tidak mengetahui bahwa program JPS tersebut merupakan program yang dalam kegiatannya dipantau oleh suatu lembaga yang bertugas unutk menangani keluhan bagi masyarkat yang merasa beras yang mereka terima tidak layak dimakan atau dikonsusmsi. Penduduk tidak tahu harus mengadu atau melapor kemana ketidak sesuaian barang yang mereka terima. Ada lembaga yang seharusnya berperan dalam memantau program opk beras tetapi tidak berjalan karena hanya berada di tingkat Kabupaten.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memaparkan kejadian atau gejala yang ada di lapangan dengan menggambarkan temuan-temuan dan mengambil suatu kesimpulan yang merekomendasikan terhadap temuan tersebut kepada lembaga yang berhak melaksanakannya. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksana program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Airori, Markus
"Konsep pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan mayoritas manusia, melalui program-program pengurangan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup, pembangunan kesehatan dan pembangunan masyarakat berbasis komunitas. Dengan demikian hanya rakyat sendiri yang dapat menentukan apa sebenarnya yang mereka anggap sebagai perbaikan dalam kualitas hidup mereka.
Jadi, partisipasi Lembaga Masyarakat Adat (LMA) sebagai wadah pemusyawaran dan Partisipasi Masyarakat Adat asli orang Papua dalam pembangunan di Kota Jayapura adalah sesuatu hal yang perlu dan penting, bukan hal yang mengada-ngada dan dibuat-buat. Oleh karena itu, pokok permasalahan dalam tesis ini adalah Bagaimanakah partisipasi Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dalam pembangunan di Kota Jayapura?
Untuk memudahkan penyusunan instrumen dan analisisnya, maka pokok permasalahan tersebut lebih difokuskan kepada tiga pertanyaan yaitu:
a. Bagaimana proses partisipasi lembaga masyarakat adat dalam perencanaan program pembangunan?
b. Bagaimana partisipasi lembaga masyarakat adat dalam pelaksanaan program pembangunan ?,
c. Bagaimana partisipasi lembaga masyarakat adat dalam mengevaluasi program pembangunan?
Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut, telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, yang menghasilkan data kualitatif melalui kajian literatur dan dokumen, dan penelitian lapangan yang dilakukan kepada informan yang terdiri dari unsur pemerintah, anggota DPRD Kota Jayapura, pengurus dan anggota Lembaga Masyarakat Adat (LMA) di empat Distrik Kota Jayapura, melalui observasi dan wawancara mendalam.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa :
1. Lembaga Masyarakat Adat yang ada di empat Distrik Kota Jayapura telah dilibatkan atau ikut serta dalam pembuatan keputusan program pembangunan Kota Jayapura. Hal itu ditandai dengan tersusunnya atau ditetapkannya Rencana Strategis Pembangunan Kota Jayapura Tahun 2001-2005. Nainun, untuk lebih mengoptimalkan partisipasi eksistensi LMA Kota Jayapura, Pemda Kota Jayapura dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai tradisional agar diintegrasikan dalam agenda perencanaan program pembangunan, perlu mensosialisasikan dan membina LMA, yang tujuannya untuk membangun semangat kebersamaan dan intelektual pengurus dari LMA dimaksud.
2. Masyarakat Adat asli orang Papua yang tersebar di empat wilayah Distrik yang ada di Kota Jayapura, sudah menikmati hasil atau manfaat dari program atau prioritas pembangunan Kota Jayapura. Namur karena heterogenitas penduduk Kota Jayapura, sehingga program pembangunan belum mengakomodir semua kebutuhan atau kepentingan masyarakat adat asli orang Papua di Jayapura. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat adat asli orang Papua berupa ide, pendapat dan saran-saran dapat lebih optimal sebagai masukan yang bermanfaat dalam penyusunan arah kebijakan umum APBD Kota Jayapura, apabila Pemda Kota Jayapura melakukan sosiolisasi dan pembinaan terhadap LMA Kota Jayapura.
3. Lembaga Masyarakat Adat yang ada di Kota Jayapura telah diikutsertakan untuk mengevaluasi pelaksanaan strategi atau program pembangunan Kota Jayapura. Peran LMA dimaksud dapat lebih optimal apabila Pemda Kota Jayapura melaksanakan sosialisasi dan Pembinaan atas Tugas LMA, terutama dalam mengetahui:
a. masalah-masalah yang timbul,
b. apakah proyek sebagai penjabaran dari kegiatan/program dapat berjalan sesuai jadwal,
c. apakah proyek sebagai penjabaran dari kegiatan/program menghasilkan output sesuai kebutuhan masyarakat adat asli orang Papua sebagaimana telah direncanakan,
d. apakah strategi dan anggaran berjalan sesuai dengan rencana serta sasaran (target group) yang ditangani dapat di realisasikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ferdian
"Pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada kemandirian Pemerintah Daerah untuk bisa mengupayakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mampu mengajak masyarakat lokal menggali dan mengembangkan potensi ekonomi yang mandiri, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya Pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal yang mandiri, tidak terlepas dari kondisi perkembangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang mana kegiatan usaha kecil dan menengah mendominasi hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Tesis ini meneliti tentang suatu dimensi yang lebih khusus mengenai pengembangan usaha kecil di daerah melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), dengan memberikan kredit lunak kepada kegiatan usaha milik masyarakat yang dikategorikan pada usaha masyarakat menengah ke bawah. Implementasi program tersebut memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai perwujudan proses pemberdayaan masyarakat (Community Empowernment).
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, mengingat sebagian besar masyarakat Kota Sabang bermata pencaharian sebagai pedagang dan pengusaha indistri rumah tangga.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) ini diharapkan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat di Kota Sabang yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksi melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kerja pengembangan usaha menengah ke bawah sesuai kompetensi ekonomi lokal. Dengan adanya program ini pendapatan dan volume produksi usaha kecil akan meningkat dan pada akhirnya akan mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggambarkan proses pemberian kredit lunak dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai upaya peningkatan usaha kecil masyarakat di Kota Sabang dan sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut. Dalam penelitian ini, penulis memilih informan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam {in-depth interview) secara semi struktur dan pengamatan langsung terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian kredit lunak melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER).
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) tersebut, Pemerintah Kota Sabang membentuk panitia pelaksana. Dengan adanya tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada panitia, panitia merumuskan enam tahapan yang akan dijalankan untuk mendapatkan kredit lunak dari pemerintah. Tahapan tersebut yaitu: tahap pertama meliputi kegiatan pengajuan dan pengagendaan proposal serta penyeleksian tahap awal; tahap kedua meliputi kegiatan pengajuan proposal kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai Dinas teknis, studi kelayakan jenis usaha, survey lapangan, dan merekomendasikan kembali ke panitia; tahap ketiga yaitu survey lapangan yang dilakukan oleh tim teknis dan tim gabungan; tahap keempat yaitu pengumumam penerima dana bantuan; tahap kelima yaitu pengambilan rekomendasi oleh penerima bantuan; dan tahap terakhir yaitu pencairan dana yang dilakukan di PT. Bank BPD Kota Sabang. Tahapan tersebut dirumuskan guna tertib administrasi serta mengantisipasi timbulnya kecurangan dari berbagai pihak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program PER melalui pemberian kredit lunak kepada masyarakat Kota Sabang telah berjalan seperti yang diharapkan pemerintah setempat. Namun program itu masih terkesan hanya proyek pemberian kredit dana dengan bunga ringan karena sangat sedikit dari proses itu yang menggunakan konsep pemberdayaan. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan usaha kecil masyarakat ditekankan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (self-reliant communities). Konsep pemberdayaan hanya tercermin pada pembelajaran bagi masyarakat tentang cara membuat proposal permohonan bantuan dana. Pemberdayaan masyarakat belum menyentuh keseluruhan aspek dalam tahapan pemberian kredit lunak kepada pengusaha kecil. Padahal suatu program yang mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan. Pertama, agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, Kedua, sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat melalui pengalaman dengan merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Program ini adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan proyek pemberian dana kredit dengan bunga ringan.
Perlu adanya kerjasama yang lebih intensif antara aparat pemerintah Kota Sabang dengan masyarakatnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Sehingga terjalin suatu komunikasi aktif stakeholders dengan pemerintah menuju pengembangan masyarakat madani. Masyarakat yang berkembang akan membentuk suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tri Kumolosari
"Permasalahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) telah berkembang menjadi permasalahan yang krusial dan mengkhawatirkan baik. secara kualitas, kuantitas maupun persebarannya. Upaya penangannya antara lain dilakukan melalui pencegahan. Selama ini pemerintah dan LSM dalam hal ini instansi terkait maupun organisasi pelayanan masyarakat banyak melakukan penyuluhan sebagai kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Padahal, pencegahan penyalahgunaan NAPZA tidak cukup hanya dengan penyuluhan. Diperlukan upaya lain yang relatif komprehensif yang memfokuskan pada perubahan perilaku target adapter. Upaya itu adalah melalui pendekatan pemasaran sosial. Salah satu yang mempraktekkan pemasaran sosial tersebut adalah Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB).
Rumusan masalah penelitian diajukan dalam bentuk pertanyaan yaitu "Bagaimanakah pendekatan pemasaran sosial yang dilakukan oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA ?" Pertanyaan ini kemudian diuraikan lagi menjadi 1) Bagaimanakah penerapan pemasaran sosial dalam pencegahan NAPZA yang dilaksanakan oleh YCAB ? dan 2) Apakah hambatan yang dihadapi dalam penerapan pemasaran sosial pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan oleh YCAB? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih rinci dan mendalam tentang pendekatan pemasaran sosial pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penjabaran laporan penelitian secara deskriptif. Dalam kaitan itulah data dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data studi dokumentasi, wawancara mendalam dan pengamatan (observasi) tidak berstruktur. Lokasi penelitian ini di Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Jakarta, SMUK Santa Ursula BSD Tangerang, SMU Negeri 39 Jakarta Timur dan SMU Bhakti Mulya 400 Jakarta Selatan. Informan dalam penelitian ini sebanyak 11 orang terdiri dari 4 orang informan berasal dari Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) dan 7 orang informan berasal dari sekolah yaitu 3 orang guru dan 4 orang siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pemasaran sosial yang dilaksanakan oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) terdiri dari dua tahap yaitu tahap pra pelaksanaan dan tahap pelaksanaan. Tahap pra pelaksanaan merupakan tahap perumusan atau perencanaan pemasaran sosial yang terdiri dari penentuan tujuan dan strategi pemasaran, penentuan produk sosial, penentuan target adopter dan tenaga pemasaran. Sementara pada tahap pelaksanaan maka pemasaran sosial tersebut dilaksanakan melalui YADA Interschool Campaign (YISC) dan YADA Workshop. Dalam penelitian ini jugs ditemukan bahwa antara YADA Interschool Campaign (YISC) dan YADA Workshop belum merupakan kegiatan pemasaran yang berkesinambungan. Hal. ini lebih disebabkan karena belum adanya segmentasi dalam perekrutan target adopter. Hambatan yang ada dalam pelaksanaan pemasaran sosial tersebut selain berkaitan dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang dalam hal ini adalah sebagai tenaga penyuluhltenaga lapanganjuga hambatan Bari luar yaitu karena adanya mekanisme penolakan (denial) terhadap permasalahan penyalahgunaan NAPZA dan birokrasi.
Pada akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) merupakan organisasi pelayanan masyarakat yang bergerak dalam pencegahan primer penyalahgunaan NAPZA,yaitu merupakan agen perubah, yang telah menerapkan praktekpraktek pemasaran sosial. Hal ini setidaknya tercermin dari adanya produk sosial yang ditawarkan, target adopter dan adanya tahap-tahap (proses) dalam penerapan pemasaran sosial tersebut. Oleh karena itu saran atau rekomendasi yang diberikan adalah memposisikan kembali Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) sebagai lembaga pelayanan masyarakat yang melaksanakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA secara primer melalui pemasaran sosial yang lebih memperhatikan keragaman target adopter dengan cara memperjelas segmentasinya. Sementara itu, berkaitan kurangnya jumlah dan perangkapan tugas atau deskripsi kerja tenaga penyuluh maka saran yang diberikan adalah penambahan tenaga penyuluh dan pembagian tugas dan fungsi yang lebih jelas dan tidak saling merangkap, sehingga spesialisasi dan profesionalisasi tenaga penyuluh dapat terwujud."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>