Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Nengah Tri Sumadana
"Apabila kita mengamati proses pelaksanaan pembangunan di desa Karama, maka kita dapat melihat adanya beberapa karakteristik pembangunan desa yang kurang memperhatikan pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat antara lain seperti kebijakan, strategi dan program pembangunan desa yang cenderung top down planning daripada bottom up planning, pembangunan desa lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan politik tanpa memberi posisi yang sepadan bagi pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat, pembangunan desa cenderung mengadopsi pola-pola perilaku manajemen pembangunan dari negara maju dan kurang memberikan peluang bagi adanya akulturasi terhadap nilai-nilai kultural lokal ke dalam proses pembangunan bahkan ingin langsung menggeser nilai-nilai tersebut dengan memaksakan masuknya nilai-nilai baru. Hal ini menyebabkan timbulnya perbenturan nilai-nilai, antara nilai kultural lokal dan nilai modernisasi yang terkandung dalam pembangunan dan masyarakat Karama pun kemudian terperangkap dalam sejumlah pilihan yaitu antara meninggalkan nilai-nilai lama, menerima nilai-nilai baru atau melakukan akulturasi nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai baru yang terkandung dalam pembangunan desa.
Dampak lebih jauh adalah adanya kesenjangan antara antusiasme masyarakat saat melibatkan diri dalam berbagai arena sosial kultural dengan antusiasme saat pelaksanaan pembangunan desa. Dalam arena kehidupan sosial kultural seperti pada acara perkawinan, kematian, peringatan hari-hari besar agama, kenaikan Haji dan lain-lain, masyarakat desa Karama sangat aktif terlibat dan menunjukkan kebersamaan dan kesatuan mereka sebagai sebuah komunitas. Dan hal seperti itu tidak dapat kita saksikan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Dengan demikian, masyarakat desa Karama pada dasarya memiliki sejumlah nilai-nilai kultural lokal yang aktif menuntun mereka dalam berucap, bersikap dan bertindak sebagaimana yang seharusnya dalam kehidupan sosial kulturalnya.
Mengingat keberhasilan pembangunan bukan hanya ditentukan oleh modal, teknologi dan ilmu pengetahuan tetapi juga faktor manusianya dan manusia dalam melakukan aktivitasnya digerakkan oleh serangkaian nilai-nilai yang tumbuh di dalam benak dan pikirannya yang diperolehnya dari kultur di mana dia tumbuh dewasa. Untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kultur masyarakat Karama sebagai bagian dari komunitas Mandar, maka kita perlu memahami institusi-institusi sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Karama. Dalam penelitian ini, Penulis membatasi diri untuk meneliti institusi kekerabatan dan perkawinan adat Mandar di desa Karama. Dari pengkajian terhadap institusi tersebut, penulis mencoba menggali dan menguraikan nilai-nilai kultural yang terkandung didalamnya dan menganalisa peranan yang dapat dimainkan oleh nilai-nilai tersebut dalam proses pembangunan desa.
Untuk memahami sistem sosial kultural tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode etnogafi. Penelitian ini melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Peneliti tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu peneliti belajar dari masyarakat. Melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, struktur analisa disusun dari hal yang dikatakan orang, dari cara orang bertindak, dan dari berbagai artefak yang digunakan orang.
Dan penelitian selama ini, Penulis menemukan sejumlah nilai-nilai kultural yang aktif menuntun masyarakat dalam setiap hubungan sosialnya. Nilai-nilai tersebut adalah (1) nilai siri' yang berarti malu, harga diri, martabat, dan tanggung jawab, (2) nilai dippakaraya yang mengkonsepsikan pernyataan hormat, (3) nilai siarioi mengkonsepsikan keharmonisan dalam setiap hubungan sosial, dan (4) sirondorondoi yang mengkonsepsikan solidaritas sosial yang kuat. Nilai-nilai tersebut memainkan sejumlah peranan dalam arena sosial mereka sehari-hari dan apabila nilai-nilai tersebut diakulturasi dan diadaptasi ke dalam pembangunan desa, diyakini akan dapat berperan positif bagi proses pembangunan di desa Karama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Prasetyo Margo Utomo
"Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Proyek KKS merupakan salah satu bentuk kepedulian pihak swasta dalam usaha kesejahteraan sosial. Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang kegiatan pengembangan masyarakat melalui yang dilaksanakan oleh Proyek Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata (KKS) dengan menggunakan tahapan-tahapan yang disebut metode dinamika spiral. Metode ini diadopsi dari metode yang digunakan oleh Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang (DKP-KAS) dalam melaksanakan tugas pastoral (menggembalakan umat). Penelitian ini mencoba untuk mengkaji tahapan-tahapan dalam metode dinamika spiral tersebut dan dikaitkan dengan langkah-langkah kegiatan pengembangan masyarakat yang telah ada. Berdasarkan hasil kajian tersebut dapat diketahui apakah dinamika spiral dapat dikategorikan sebagai tahapan untuk melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk memperoleh data tentang proses pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat dengan menggunakan metode dinamika spiral yang diperoleh dari informan. Pemilihan informan dilakukan secara `purposive sampling' yang terdiri dari Ketua Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang (DKP-KAS), Pemimpin Proyek Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, pekerja sosial proyek, panitia program, pejabat Kelurahan Bongsari, dan warga masyarakat Kelurahan Bongsari tempat pelaksanaan proyek. Mereka dipilih menjadi informan karena terlibat dalam perumusan metode dinamika spiral dan dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat dengan menggunakan metode dinamika spiral: Penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi, wawancara mendalam (in depth interview), dan observasi untuk memperoleh data dari para informan tersebut. Ketiga cara tersebut dilakukan sebagai langkah triangulasi terhadap jawaban masing-masing informan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Proyek KKS menjangkau seluruh lapisan masyarakat Kelurahan Bongsari dari usia balita hingga dewasa, tetapi hanya diikuti oleh warga masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. KKS berupaya untuk mewujudkan suatu kondisi dimana anak-anak dapat mencapai taraf sejahtera dengan mengembangkan potensi keluarga dan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan Proyek KKS menggunakan pendekatan nondirektif: Seluruh kegiatan KKS mendapatkan biaya dari Christian Children's Fund (CCF). Pelaksanaan tahapan-tahapan metode dinamika spiral dalam kegiatan yang dilakukan oleh Proyek Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata masih memiliki kekurangan untuk dapat dikategorikan sebagai langkah-langkah atau metode kegiatan pengembangan masyarakat. Metode dinamika spiral belum atau tidak menjelaskan pada tahap mana terminasi akan dilaksanakan. Konsep awal dinamika spiral (spiral pastoral) memang lebih menekankan pada pemahaman pada situasi sosial yang dihadapi masyarakat. Bantuan yang diberikan KKS sebagian besar berupa materi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan warga Kelurahan Bongsari.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Proyek KKS pada kenyataannya mendapatkan generimaan yang baik dari masyarakat Kelurahan Bongsari yang sebagian besar adalah muslim sedangkan Proyek KKS dikelola oleh sebuah yayasan yang memiliki nilai-nilai kristiani. Masyarakat menerima kehadiran Proyek KKS karena mereka ikut dilibatkan dalam setiap kegiatan. Mereka merasa ikut memiliki proyek tersebut. Dinamika spiral perlu lebih disempumakan agar mencakup aspek-aspek langkah-langkah dalam kegiatan pengembangan masyarakat. Metode ini diharapkan dapat menambah kekayaan metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pengembangan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria April Astuti Anny Triyanti
"Masalah anak jalanan semakin meningkat seiring dengan terjadinya krisis ekonomi akhir-akhir ini. Berbagai program penanganan anak jalanan telah dilakukan, namun sebelum adanya uji coba rumah singgah penanganan anak jalanan terkesan terpisah-pisah. Penanganan tersebut mencakup street based community based, dan centre based. Namun sejak tahun 1997 telah dilaksanakan uji coba penanganan anak jalanan dengan menggunakan pendekatan rumah snggah. Uji coba tersebut dilaksanakan di 7 kota propinsi di Indonesia, dan satu diantaranya adalah di DKI Jakarta adalah Rumah Singgah Setia Kawan II Jakarta.
Penanganan anak jalanan dengan menggunakan pendekatan rumah singgah, mencakup beberapa tahapan kegiatan dan sasaran yang diharapkan akan mampu mengatasi permasalahan sosial anak jalanan. Adapun tahapan pelayanan atau kegiatan tersebut adalah penjangkauan dan pendampingan, identifikasi, resosialisasi, pemberdayaan dan terminasi. Tulisan ini mengupas tentang bagaimana proses pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan oleh Rumah Singgah Setia Kawan II Jakarta. Sehingga dengan demikian akan diperoleh deskripsi tentang kegiatan pemberdayaan itu sendiri.
Untuk memperoleh deskripsi tentang kegiatan tersebut maka penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini telah diperoleh data kualitatif dari beberapa informan yang terdiri dari anak jalanan, pengelola rumah singgah, dan orang tua anak jalanan. Kegiatan tersebut telah penulis lakukan dengan wawancara, observasi maupun studi dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Rumah Singgah Setia Kawan II Jakarta telah dilaksanakan secara holistik atau menyeluruh. Hal ini dibuktikan dapat dilihat dari peserta program itu sendiri yang mencakup anak jalanan dan orang tua anak jalanan. Program pemberdayaan itu sendiri ditujukan agar anak dan orang tua anak jalanan meningkat kemampuannya sehingga melalui keikutsertaannya dalam program pemberdayaan dapat mandiri, dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari serta anak tidak dibiarkan berakitivtas lagi di jalan.
Namun karena program pemberdayaan ini terlaksana karena adanya kerja sama antara Departemen Sosial RI dengan UNDP yang berlangsung hanya 3 (tiga) tahun, sejak 1997 dan berakhir tahun 2000, setelah program uji coba tersebut berakhir, maka kegiatan pemberdayaan anak jalanan dan orang tua anak jalanan tidak dapat dilanjutkan lagi. Selain itu karena peserta program tersebut terbatas, maka tidak semua orang tua anak jalanan maupun anak jalanan dapat menimati kesempatan tersebut. Karena proses penanganannya terkesan sebentar dan tidak berkelanjutan, padahal penyandang masalah anak jalanan cukup banyak, sebaiknya kegiatan tersebut dapat dilanjutkan lagi.
Pertimbangannya adalah karena anak yang mengikuti program pemberdayaan dapat mandiri dan tidak melakukan aktivitas di jalan lagi. Dan dari sisi orang tua atau keluarga dapat lebih dimampukan lagi kehidupannya, sebab berkembangnya masalah anak jalanan tidak terlepas dari kondisi keluarganya. Oleh karena itu apabila keluarga atau orang tua anak jalanan mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya maka permasalahan anak jalanan dapat dikurangi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Venda
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia FISIP-UI, penulis melakukan penelitian dengan judul tersebut diatas dengan tujuan untuk mengetahui mengapa KUD Sungai Pua kurang berhasil dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua Kecamatan Sungai Pua Kabupaten Agam dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatannya, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diperlukan dalam meningkatkan upaya KUD Sungai Pua dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua.
Koperasi Unit Desa Sungai Pua ini telah berdiri sejak tahun 1973 di Nagari Sungai Pua ini, namun dalam perkembangannya selama ini KUD Sungai Pua ternyata belum mampu untuk dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan usaha konveksi yang dibuat oleh para anggota KUD Sungai Pua itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang didugaldiasumsikan sebagai penghambat dari KUD Sungai Pua dalam pengembangan industri konveksi, yaitu : masih serba terbatasnya sumber daya yang dimiliki dari KUD Sungai Pua yang meliputi masih rendahnya profesionalisme untuk mengembangkan kreatifitas, masih rendahnya tingkat pendidikan pengurus baik formal maupun non formal, keterbatasan modal dalam usaha pengembangan dan pembinaan serta terbatasnya sarana dan prasarana administrasi dan teknis dan juga masih kurangnya bantuan dari pemerintah dan pihak lain dalam pembinaan, kerjasama maupun pengembangan dalam bantuan dana tambahan dana baik itu kepada koperasi sendiri maupun yang langsung kepada pengusaha konveksi.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi ini dilakukan kajian dengan konsep bahwasanya agar koperasi dapat mengembangkan suatu industri kecil maka upaya yang dilakukan hendaknya adalah dengan penanaman jiwa wirausaha, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pola kemitraan yang saling menguntungkan, perluasan jaringan informasi dan komunikasi serta peningkatan kualitas produk.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pads data primer dan salt-under juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup 1 (satu) orang pengurus koperasi yaitu ketua KUD Sungai Pua, 3 (tiga) orang anggota koperasi yang sekaligus sebagai pengusaha konveksi dan 1 (satu) orang tokoh masyarakat yang juga sebagai Wali Nagari di Nagari Sungai Pua. Dengan dernikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang penyebab masih kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua melalui KUD Sungai Pua.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penyebab dari kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua disebabkan karena KUD Sungai Pua masih belum ada melakukan upaya- upaya yang optimal untuk kemajuan dan berkembangnya industri konveksi rakyat tersebut sebab yang selama ini upaya yang dilakukan KUD Sungai Pua dalam membantu mengembangkan industri konveksi itu hanya dengan memberikan simpan pinjam, pelatihan membuat pola dan menjahit serta membawa basil produksi konveksi pada waktu ada pameran raja.
Untuk mengatasi berbagai masalah agar industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua dapat berkembang, maka KUD Sungai Pua hendaknya dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Melakukan pembinaan dalam menanamkan prinsip-prisip wirausaha kepada pengusaha konveksi agar dapat memiliki falsafah wirausaha (berfikir kreatif dan berwawasan kompetitif}, sikap wirausaha (penghargaan kualitas dan pemanfaatan peluang usaha), kiat wirausaha (strategi bisnis, pendekatan relasi dan kepercayaan yang berkelanjutan).
2. Mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia para pengusaha konveksi yaitu dengan menambah pelatihan pada manajemen usaha, keuangan dan permodalan serta pemasaran.
3. Melakukan upaya pola kemitraan yang saling menguntungkan dengan membantu mendapatkan pola kerjasama modal usaha antara intern anggota, dengan lembaga lain maupun dengan pemerintah serta juga ikut mempromosikan, mempublikasikan ataupun mensosialisasikan dari hasil produksi konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua tersebut.
4. Membuat suatu upaya agar dapat memperluas jaringan informasi dan komunikasi usaha, sehingga para pengusaha konveksi menjadi mempunyai jangkauan informasi dan komunikasi yangluas dalarn mengembangkan hasil usaha konveksinya.
5. Mengupayakan dapat membuat penentuan pads kualitas produk layanan atau barang, seperti dalam penentuan standarisasi produk balk itu kualitas, kuantitas maupun kemasannya dan juga dalam menentukan ketepatan penyediaan produk mulai dari promosi, distribusi ataupun purna layan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Yuda
"Masalah penyalahgunaan NAZA bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri, atau hanya dirasakan oleh korban penyalahgunaan NAZA itu sendiri dan keluarganya, melainkan dapat merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Masalah penyalahgunaan NAZA menjadi semakin meresahkan, mengingat sebagian besar korban penyalahguna zat tersebut adalah remaja, yang notabene merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Banyak faktor yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZA. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam (internal) dan luar diri (ekstemal) remaja. Permasalahan yang kemudian muncul adalah faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZA? Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan faktor-faktor internal dan ekstemal yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZA.
Untuk memperoleh data primer dan sekaligus untuk mengetahui faktor-faktor internal dan ekstemal yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZI, penulis telah melakukan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif diiakukan melalui suatu wawancara mendalam, baik dengan informan utama (lima orang remaja korban penyalahgunaan NAZA yang sedang di rawat di Pondok lnabah I) maupun dengan informan penunjang (orang tua, teman sepengobatan dan pembimbing informan utama). Ada pun pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati. Pendekatan tersebut digunakan, karena penelitian ini menekankan kepada manfaat yang berlandaskan pada informasi yang dikumpulkan, yakni dengan Cara mendalami fenomena yang diteliti. Sementara data sekunder diperoleh dari hasil studi kepustakaan.
Dari beberapa teori, pendapat dan hasil penelitian, ditemukan, bahwa ada beberapa faktor yang dapat melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZA. Namun, dalam penelitian ini faktor-faktor tersebut dibatasi hanya pada faktor-faktor yang berasal dari dalam diri (internal), dalam hal ini adalah faktor kepribadian, dan faktor yang berasal dari luar (ektemal), yaitu faktor keluarga, sekolah, kelompok sebaya, subkultur dan faktor lingkungan sosial.
Hasil temuan penulis memperlihatkan, bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZA adalah kepribadian, keluarga, sekolah, kelompok sebaya dan subkultur. Faktor kepribadian yang melatarbelakangi remaja untuk menjadi penyalahguna NAZ14 ditandai dengan sering mengalami kesulitan dalam mengatasi perasaan cemas, tegang dan perasaan frustrasi; sifat mudah kecewa; sifat tidak sabar atau tidak dapat menunggu; sifat suka mengambil resiko secara berlebihan; sifat mudah bosan atau jenuh; sifat impulsif; sifat kurang percaya diri; dan sifat ingin diakui sebagai orang dewasa. Sedangkan faktor yang berasal dari kondisi keluarga yang dirasakan oleh remaja adalah kesibukan orang tua (kurang adanya komunikasi antara anak-orang tua), sikap orang tua yang terlalu melindungi dan terlalu menyayangi anak secara berlebihan dan adanya pola asuhan yang bersifat permisif. Faktor lainnya adalah faktor sekolah, dalam hal ini adanya prasarana dan sarana sekolah yang menunjang anak untuk terlibat dalam penyalahgunaan NAZA; faktor kelompok sebaya, dalam hal ini rasa setia kawan dan mencontoh (ikut mode); dan faktor subkultur, dalam hal ini pergaulanl keterlibatan remaja dalam kelompok penyalahguna NAZA.
Penelitian ini menjadi menarik, karena dalam penelitian ini tidak ditemukan informan yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis, yaitu yang ditandai dengan ketidaklengkapan orang tua, suasana rumah yang selalu diwamai dengan adanya penemgkaran yang terus menerus, serta sikap orang tua yang kurang memberikan kasih sayang kepada anaknya. Sementara pandangan umum menyebutkan bahwa penyalahgunaan NAZAsering berkaitan dengan ciri-ciri keluarga seperti itu. Demikian pula faktor yang berasal dari lingkungan sosial, dalam hal ini kondisi lingkungan sosial yang miskin/kumuh, disorganisasi, struktur sosial yang tidak baik, dan lingkungan sosial yang selalu tegang, tidak ditemukan dalam penelitian ini. Padahal pandangan umum menyebutkan, kebiasaan menggunakan NAZA sering terjadi di lingkungan seperti di atas.
Kendati demikian fenomena NAZA dan penyalahgunaannya di kalangan remaja bukan lab masalah yang sederhana. Oleh karena itu perlu diupakan upaya penanganan yang terpadu dan bekesinambungan. Pada level konseptual, untuk mencari kesamaan definisi, disiplin lima seperti pekerja sosial, psikolog, psikolog sosial, sosiolog dan antropolog kota patut dipertimbangkan. Sedangkan pada level preventif, peran profesi yang berkecimpung dalam penegakkan supremasi hukum dan educator, sangat penting. Sementara untuk upaya kuratif dan rehabilitatif, psikolog sosial maupun klinis, psikiater, dan rohaniawan perlu mendapat tempat, tanpa mengecilkan sumbangsih seluruh lapisan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Yulfan
"Sebagai bagian dari masyarakat Aceh, masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara mempunyai kebiasaan yang agak berbeda dengan daerah lainnya dalam melegalkan hubungan muda - mudi untuk mencari jodoh, yaitu kebiasaan mepakhur. Akan tetapi seiring dengan pergeseran waktu adat mepakhur sudah banyak mengalami pergeseran nilai - nilai dan norms - norma adat yang berlaku. Mepakhur telah mengalami pergeseran nilai - nilai dan norma - norma. Remaja sudah tidak lagi membiasakan dirinya untuk belajar untuk menyesuaikan diri bagaimana pentingnya kebiasaan ini di mata masyarakat setempat. Mereka sudah terpengaruh dengan kuatnya arus modernisasi sehingga sudah mencontoh pergaulan dan kebiasaan orang - orang kota dalam hubungan muda - mudi ini, kenyataan ini mengkhawatirkan banyak pihak, terutama para orang tua, sentuwe, sesepuh adat dan masyarakat setempat. Maka dari pada itu perlu adanya sebuah sosialisasi bagi para remaja setempat tentang pentingnya nilai yang terkandung dalam adat mepakhur pada masyarakat Alas di kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara.
Tujuan dari penetitian adalah untuk mengetahui perkembangan kegiatan mepakhur sebagai sebuah kegiatan yang resmi dalam sebuah pasta perkawinan atau pun khitanan masyarakat Alas, sehingga sosialisasi dalam arti sebagai fungsi pendidikan dalam arti lugas mepakhur di antara para remaja dapat berjalan sesuai dengan keinginan seluruh masyarakat dan juga untuk mengetahui bentuk perkembangan dan pergeseran nilai - nilai adat mepakhur di era modemisasi saat sekarang ini.
Penelitian menggunakan metode penelilian kualitatif dan dilakukan di kecamatan Babussalam dengan alasan, karena di duga masih kuat memegang tradisi dan adat istiadat Alas yang berlaku, Berdasarkan hasil penelitian di daerah ini terlihat bahwa tradisi mepakhur hanya dianggap sebagai pelengkap sebuah pesta raja dan bahkan tradisi mepakhur ini sudah mulai mengalami pergeseran nilai dan norma - norma agama yang berlaku di masyarakat Alas oleh para remaja setempat.
Dengan adanya proses modemisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, tradisi mepakhur oleh para remaja sudah mulai berkurang. Fungsi dan makna mepakhur itu sendiri oleh para remaja sudah mulai luntur, yang disebabkan adanya sikap, mental dan perilaku remaja itu sendiri yang sudah mulai terpengaruh oleh masuknya budaya asing yang masuk ke Tanah Alas. Pengaruh kemajuan zaman yang ada pada masyarakat saat sekarang ini dihadapkan pada transformasi struktur sosial melalui sistem pendidikan daiam arti luas yang mengajarkan norma - norma dan nilai - nilai baru banyak sekali mempengaruhi terhadap kegiatan mepakhur itu sendiri. Bukan hanya itu saja, diharapkan melalui proses sosialisasi kepada remaja - remaja suku Alas diharapkan timbulnya suatu bentuk keterampilan sosial bagi mereka. Mereka diharuskan mampu untuk belajar cara - cara mengatasi untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain.
Kegiatan mepakhur dalam lingkungan masyarakat Alas merupakan lambang identitas kelompok (group identity) masyarakat setempat. Masyarakat saat sekarang ini telah membuka diri terhadap lajunya pembangunan di segala bidang yang akhirnya berujung kepada perwujudan kesejahteraan sosial masyarakat Alas. Nilai - nilai kultural yang terkandung dalam kegiatan mepakhur sudah dianggap sebagai sebuah norma - norma yang ada dalam kehidupan masyarakat untuk tidak mau menutup diri dan keterbukaan dunia luar.
Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa tradisi mepakhur yang berlaku di tengah - tengah masyarakat sudah mulai mengalami pergeseran nilai dan hanya dianggap sebagai lambang atau pelengkap sebuah pesta, sehingga dengan demikian kegiatan mepakhur harus disosialisasikan kembali kepada para remaja agar mereka diharapkan bisa belajar dengan adat - istiadat yang berlaku di lingkungan masyarakat Alas setempat. Bukan hanya itu saja diharapkan adanya pembentukan lembaga - lembaga baru untuk menggantikan kegiatan mepakhur di masa mendatang. Dengan demikian segi positif yang dapat di petik hikmahnya oleh para remaja khususnya dan masyarakat pada umunya, sehingga kegiatan ini dapat terns dilestarikan dan dipertahankan sebagai aset kebudayaan daerah Kabupaten Aceh Tenggara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman
"Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia saat ini, perlu adanya pemanfaatan terhadap potensi-potensi di daerah. Sebagai daerah yang mempunyai potensi wisata, Kota Sabang berupaya untuk mengadakan pengembangan di bidang pariwisata. Keunggulan pariwisata tersebut sebagian besar berada di Kelurahan Iboih dengan tiga kawasan wisata dari empat kawasan yang ada di Kota Sabang.
Potensi alam yang telah ada merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan pariwisata di Kota Sabang umumnya dan di Kelurahan Iboih khususnya. Daya tarik utama dari potensi alam tersebut yaitu taman laut dengan keanekaragaman terumbu karang dan biota laut lainnya. Namun untuk kelestarian keragaman flora dan fauna tersebut masih diperlukan penanganan khusus terutama sumber daya manusia yang mampu menangani masalah tersebut.
Selain itu terdapat faktor lain seperti pemberlakuan Kota Sabang sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan babas. Kebijakan ini banyak mendukung terutama dalam hal peningkatan prasarana dan sarana dalam pengembangan pariwisata itu sendiri. Kenyataan selama ini memperlihatkan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini juga ikut menjadi pertimbangan sebagai dukungan untuk perkembangan pariwisata. Dampak perekenomian yang dirasakan itu berupa terbukanya lapangan kerja baru serta adanya penambahan penghasilan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Iboih terutama bagi mereka yang ikut terlibat dalam sektor pariwisata itu sendiri.
Dalam pengembangan pariwisata tersebut terdapat kendala-kendala terutama dengan masih kurang kondusifnya situasi keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya meskipun situasi keamanan di Kota Sabang khususnya cukup kondusif. Kurangnya kejelasan tentang situasi yang sebenamya menimbulkan opini bahwa kondisi di Kota Sabang sama serperti daerah Iainnya di Aceh. Masih kurangnya promosi pariwisata yang dilakukan turut menghambat pengembangan pariwisata di Kota Sabang baik dalam memperkenalkan potensi pariwisata atau pun dalam upaya untuk menjelaskan situasi keamanan yang sebenamya sehingga wisatawan tetap berminat bahkan lebih antusias untuk mengunjungi Kota Sabang.
Dalam rangka pengembangan pariwisata tersebut pemerintah telah melakukan langkah-langkah seperti pemindahan pemukiman penduduk di Kelurahan lboih untuk penataan dan keindahan kawasan wisata, pembangunan fisik serta mengadakan pelatihan perhotelan, restoran dan biro pcrjalanan untuk pengembangan sumber daya manusia pada sektor pariwisata. Pelatihan tersebut juga dalam rangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta menambah daya tarik wista di Kota Sabang. Di lain pihak pemerintah masih perlu untuk meningkatkan upaya-upaya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat dan pihak swasta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Fakhri
"Pembangunan yang dilaksanakan selama ini terlalu berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional, sehingga mengabaikan pengembangan potensi ekonomi lokal. Pola pembangunan tersebut cenderung melupakan aspek pembangunan institusi. Akibatnya kurang menyentuh inisiatif, partisipasi dari lapisan masyarakat bawah untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang merasa memiliki terhadap program yang datangnya dari pemerintah (yang bersifat top down). Walaupun bentuk program tersebut berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun pada akhirnya program tersebut terhenti pada masa pelaksanaan berakhir, seperti program Kredit Usaha Tani, Program Pemberdayaan Kecamatan.
Permasalahan ini akan berdampak pada hubungan pemerintah sebagai pelaksanaan program dengan masyarakat sebagai penerima program. Mutlak diperlukan adanya perubahan dalam pendekatan pembangunan agar dapat berkesinambungan. Pendekatan yang popular adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat, di mana tingkat partisipasi serta inisiatif masyarakat sangat diperlukan melalui pengembangan institusi lokal, sehingga ada kesinambungan pelaksanaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk melihat hal tersebut, peneliti melakukan survei lapangan ke lokasi di Alahan Panjang, Kabupaten solok Sumatera Barat. Disana ditemukan adanya suatu institusi lokal yang telah ikut membac- up perekonomian masyarakat Alahan Panjang. Institusi tersebut bernama Handel yang artinya perputaran. Handel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal petani dalam berusaha. Untuk itu kegiatan utamanya adalah dalam usaha simpan pinjam uang, dimana pada akhirnya uang tersebut dapat menggerakkan usaha tani dari para anggota Handel. Disini terlihat besarnya peranan Handel dalam usaha tani di Alahan Panjang, selain itu dari sumbangan handel juga diperuntukkan untuk membangun sarana ibadah, jalan dan kegiatan sosial lainnya. Tempat utama diadakannya pertemuan handel adalah di mushalla/surau atau di mesjid.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana informan dikumpulkan dari beberapa informan. Para informan dipilih melalui teknik purposive-snow ball sesuai dengan permasalahan penelitian. Para informan penelitian ini meliputi mereka yang mengetahui handel (pengurus dan anggota handel), mereka yang terlibat dalam struktur pemerintahan nagari (pimpinan nagari dan anak-anak nagari). Sementara data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan hasil wawancara mendalam serta pengamatan lapangan kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif. Tujuan peneliti ini adalah melihat sejauh mans institusi Handel tetap bertahan menggerakkan roda ekonomi angggotanya agar keluar dari kondisi kekurangan secara ekonomi, terhindar dari ancaman rentenir dan tidak mau terikat dengan lembaga keuangan seperti bank.
Di Alahan Panjang ada institusi lokal yang muncul atas inisiatif masyarakat itu sendiri. Inisiatif untuk memberdayakan diri secara ekonomi dengan sasaran usaha tani sebagai basis mata pencaharian masyarakat Alahan Panjang. Selain sisi positif dari handel, ditemukan juga sisi negatifnya yaitu karena Handel hanya diikat atas dasar saling percaya dari para anggotanya dan modal amanah dari para pengurusnya. Akibatnya mungkin saja pada suatu hari nanti, dapat terjadi hilang atau tidak kembalinya uang pinjaman. Selain itu handel lemah dalam segi administrasi dan pencatatan (manajemen administrasi), sehingga sesama ini tidak ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan klaim pada anggota. Oleh karenanya modal utama pengawasan antar sesama anggota dan pengurus handel didasarkan pada budaya malu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Milana
"Pokok pikiran (tesis) dari penelitian ini adalah pelaksanaan otonomi desa sebagai upaya dalam mengembangkan demokrasi di Desa terutama melalui suatu lembaga demokrasi yang Baru yaitu BPD, yang untuk Desa Perajin dimulai sejak tahun 2001. Tesis ini berupaya mempelajari pemikiran dari Toqueville (dalam Juliantara, 2000), dan Maryati (2001) bahwa suatu pemerintahan yang tidak membangun institusi pemerintahannya sampai ke tingkat daerah adalah pemerintahan yang tidak memiliki semangat demokrasi karena tidak ada semangat kebebasan. Adapun ciri otonomi desa itu meliputi: (1) Kemampuan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri; (2) Kemampuan Pemerintah Desa dalam melaksanakan fungsinya; (3) Kontrol masyarakat Desa terhadap jalannya Pemerintahan Desa; (4) Masyarakat mampu untuk mempengaruhi keputusan desa.
Masalah yang diteliti adalah mengenai pembentukan BPD dan pelaksanaan fungsi BPD sebagai implementasi otonomi desa apakah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus. Dengan desain penelitian deskriptif; dan pendekatan penelitian kualitatif dari Moleong (2001). Unit analisis adalah kasus pembentukan dan pelaksanaan fungsi BPD Perajin selama kurun waktu 2001-2002. Data dikumpulkan melalui studi pustaka atau teknik dokumentasi, pengamatan, dan wawancara mendalam dengan anggota BPD, Pemerintah Desa, Masyarakat pemilih, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah kabupaten, Panitia Pencalonan dan Pelaksanaan Pemilihan BPD Perajin, dan Masyarakat Desa Perajin yang menjadi informan. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil Penelitian menunjukkan: (1) Kebijakan otonomi desa sebagaimana yang tertuang dalam UU No.22 tahun 1999 merupakan peluang untuk mengembangkan demokrasi di desa, karena adanya perubahan struktur kekuasaan dan pemisahan kekuasaan kepala desa selaku penyelenggara pemerintah desa dengan BPD sebagai lembaga legislatif di desa. Hal itu sejalan dengan Lapera (2001:37-40), (2) Proses pembentukan BPD berjalan cukup demokratis,berlangsung Luber dan tanpa campur tangan pemerintah desa atau kecamatan, (3) Ketidaksiapan Pemerintah Desa menerima perubahan terutama dalam hal pelaksanaan fungsi BPD, khususnya sebagai lembaga pengawas Pemerintah Desa dan pembuat peraturan desa. Dengan demikian terlihat bahwa peranan Pemerintah Desa khususnya Kepala Desa sangat penting dalam pengembangan demokrasi di desa melalui BPD. Terutama pengertian dan kesadarannya terhadap kedudukan BPD yang merupakan mitra sejajar dari Pemerintah Desa, dan fungsi BPD.
Adapun kontribusi dan yang membatasi Studi ini adalah: (1) Penelitian ini memberikan gambaran nyata mengenai implementasi dari otonomi desa dalam upaya mengembangkan demokrasi di Desa melalui BPD baik pada proses pembentukannya ataupun pelaksanaan fungsinya. (2) Hasil studi ini dapat membantu menentukan strategi yang digunakan dalam pembentukan dan pelaksanaan fungsi BPD. (3) Studi ini hanya membatasi spesifik-kasuistik, hanya membahas proses pembentukan BPD dan pelaksanaan fungsinya sebagai implementasi dari otonomi desa khususnya dalam sebagai upaya mengembangkan demokrasi, dan dilakukan pada satu Desa selama kurun waktu 2001-2002; hasilnya barangkali tidak dapat ditarik secara umum dan berketanjutan, baik pada pembentukan BPD periode berikutnya ataupun pelaksanaan fungsi BPD di masa yang akan datang. Selain itu juga studi ini hanya melihat dua fungsi dari BPD yaitu fungsi dalam membuat peraturan desa dan pengawasan terhadap pemerintah desa, dari keseluruhan ataupun empat fungsi yang dimilikinya.
Dari Penelitian ini direkomendasikan: (1) perlu adanya sosialisasi yang lebih efektif atau mengena kepada masyarakat langsung, dan juga perlu dibangun komunikasi yang efektif antara warga dengan BPD juga Pemerintah Desa. Hal itu sebagai upaya pendidikan politik kepada masyarakat desa terutama menyangkut BPD sebagai lembaga demokrasi di Desa. (2) Perlu adanya pembekalan terhadap anggota BPD untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalankan fungsi dan tugas yang diemban. (3) Untuk menghilangkan nilai-nilai tradisional yang masih melekat terutama budaya paternalistik dan sangat dominannya kepala desa, maka Kepala Desa dan perangkatnya harus ditanamkan kesadaran bahwa keberadaan BPD bukanlah sebagai penghambat dalam pelaksanaan tugasnya ataupun membatasi ruang geraknya (4) Pemerintah Kabupaten harus memberi kejelasan mengenai persentase pembagian hasil dari sumber daya alam yang berasal dari Desa. Dengan demikian Desa mempunyai sumber dana yang cukup untuk membiayai rumah tangganya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asli Yakin
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Strategi Ko-manajemen Pengelolaan Sumberdaya Perikanan pada Proyek Pengembangan Desa Pembenihan Ikan di Desa Kambitin Raya dalam rangka memberdayakan masyarakat petani ikan di wilayah tersebut. Penelitian ini penting mengingat di era otonomi daerah saat ini, dimana daerah dituntut untuk mencari sumber-sumber perekonomian baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun bagi upaya penggalian potensi PAD yang akan digunakan bagi pelaksanaan pembangunan daerah, yang salah satunya adalah bersumber dari sektor perikanan. Disamping itu karena objek penelitian ini adalah sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang menekankan pendekatan community based dan diimbangi oleh pendekatan science based dengan mengarah pada terwujudnya kawasan perikanan terpadu (integrated fisheries zone), maka sangat penting artinya untuk melihat apakah paradigma pembangunan sektor perikanan yang baru tersebut telah mampu menyentuh kebutuhan masyarakat baik dari aspek peningkatan kesejahteraan maupun dari aspek perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih maju.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan objek dan jumlah informan yang dianggap paling menguasai masalah penelitian dan mewakili semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program sebagai subjek penelitian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan di Kambitin Raya berawal dari ketidakpuasan petani ikan terhadap sumber pendapatan mereka yang sangat minim. Mereka sadar bahwa untuk keluar dari masalah ini harus ada bantuan dari pihak pemerintah. Dengan dipelopori oleh beberapa orang tokoh masyarakat sekitar tahun 1997-an mereka mengajukan aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah melalui dinas perikanan.
Menjawab aspirasi tersebut, pada bulan Agustus 1999 Bupati Tabalong mengeluarkan kebijakan tentang Pengembangan Desa Kambitin Raya sebagai Desa Pembenihan Ikan dalam bentuk ko-manajemen dengan berbasis pada potensi masyarakat lokal. Peran pemerintah daerah yaitu sebagai pihak yang mengarahkan, memotivasi dan menfasilitasi berkembangnya produktifitas masyarakat, selain itu juga sebagai mediator bila terjadi konflik diantara petani. Pemerintah daerah juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan khusus usaha pembenihan ikan.
Pada tatanan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan di Kambitin Raya ini, pada awalnya memang menekankan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan. Namun, pada pelaksanaannya terjadi dominasi peran pemerintah terhadap peran masyarakat yang dapat dilihat dari mekanisme penentuan program atau proyek yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah temyata lebih dari sekedar memberi advokasi, konsultasi, motivasi atau fasilitasi, tetapi berperan dominan dalam implementasi, pengawasan dan pemantauan. Meskipun masyarakat memberikan aspirasi dalam setiap perencanaan kebijakan, tetapi keputusan akhir baik dari aspek finansial maupun manajemen tetap berada di tangan pemerintah.
Uraian singkat diatas memberi kesan bahwa dalam banyak hal pemerintah sangat berperan. Masyarakat petani ikan hanya menerima apa yang direncanakan dan di atur oleh pemerintah. Dengan demikian bentuk ko-manajemen yang berlaku di Kambitin Raya adalah bersifat instruktif.
Ko-manajemen dengan bentuk instruktif bukan merupakan kesalahan. Itu terjadi karena kondisi masyarakat yang memang relatif masih terbatas dalam segala hal. Bahkan manfaat yang dirasakan petani ikan cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka setelah ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan dilaksanakan. Artinya, walaupun terdapat berbagai kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, pelaksanaan ko-manajemen di Kambitin Raya dapat dikatakan cukup berhasil, ditambah dengan adanya pengaruh berbagai faktor internal dan eksternal yang mendorong keberhasilan pelaksanaan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>