Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Anindya
"Agar bisa berperilaku baik seseorang harus mempunyai pengetahuan yang baik. Untuk mempunyai pengetahuan yang baik, perlu diberikan penyuluhan. Oleh karena itu, diperlukan survey untuk mengetahui efektivitas penyuluhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan santri mengenai pencegahan trikuriasis. Pencegahan trikuriasis penting karena trikuriasis menyebabkan anemia dan diare. Penelitian ini menggunakan metode pre-post study. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner pada 154 responden yang terdiri dari 81 orang santri Madrasah Tsanawiyah dan 73 orang santri Madrasah Aliyah yang dipilih dengan total sampling. Responden memiliki usia yang beragam dari 12 hingga 20 tahun dengan persebaran laki-laki sebanyak 91 orang (59,1%) dan perempuan 63 orang (40,1%). Sebelum penyuluhan jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pencegahan trikuriasis sebanyak 8 orang (5,2%), yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 28 (18,2%), dan 118 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang (76,6%). Sesudah penyuluhan jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pencegahan trikuriasis sebanyak 28 orang (18,2%), yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 45 (29,2%), dan 81 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang (52,6%). Dengan uji marginal homogenity didapatkan p<0,01 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan.

People must have a good knowledge to have a good behavior. In order to have a good behavior, health promotion should be given. That’s why a survey is needed to know the effectiveness of health promotion. The purpose of this research is to know about the effectiveness of health promotion in improving the student’s knowledge about prevention of trichuriasis. Prevention of trichuriasis is important because trichuriasis cause anemia and diarrhea. The design used in this research is pre-post study. The data collecting was held on 22nd of January 2011 by giving a questioner to 154 students (81 students of junior high school and 73 students of senior high school) in Islamic boarding school. There are 91 female students (59,1%) and 63 male students (40,1%) with various ages (12-20 years old). Before health promotion, 8 students (5,2%) has poor level, 28 students (18,2%) has fair level, and 118 students (76,6%) has good level of knowledge. After health promotion was applied, 28 students (18,2%) has poor level, 45 students (29,2%) has fair level, and 81 students (52,6%) has good level of knowledge. Based on the marginal homogenity test, there’s a significant improvement of knowedge before and after the health promotion (P<0,01)."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Elizabeth Tanod Rosandi
"Indonesia adalah negara berkembang di mana penyakit kulit, termasuk skabies, adalah jenis yang paling umum ditemui. Kepadatan penduduk dan kebersihan yang buruk misalnya di asrama terkait dengan prevalensi scabies. Dengan demikian, untuk mengurangi scabies, orang yang berisiko sebaiknya diberikan pendidikan tentang skabies. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa di sebuat pesantren di Jakarta Timur, sebelum dan sesudah penyuluhan skabies. Desain penelitian ini adalah pre-post study dan data diambil pada 8 Maret 2014. Semua siswa pesantren yang datang selama pengumpulan data dijadikan subyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang terdiri atas 25 pertanyaan tentang etiologi, gejala klinis, pengobatan, penularan, dan pencegahan skabies. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan diuji dengan marginal homogeneity. Hasil penelitian menunjukkan, dari 104 responden, sebelum penyuluhan, sebagian besar siswa memiliki tingkat pengetahuan yang buruk tentang topik etiologi (68.3%), manifestasi klinis (64.2%), pengobatan (51.9%), pencegahan (39.4%) dan penularan (27,9%). Setelah ceramah kesehatan, lebih dari 50% mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan yang baik pada setiap topik skabies (paling rendah 65,4 % dan paling tinggi 82,7%) dan tingkat pengetahuan buruk pada setiap topik skabies 4.8%-9.6%. Uji marginal homogeneity menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan pada pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan (p<0.01). Disimpulkan penyuluhan adalah cara efektif untuk meningkatkan pengetahuan tentang skabies."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nugroho
"Trikuriasis merupakan salah satu penyakit parasitik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah padat penduduk dengan sanitasi yang kurang baik. Keberhasilan pencegahan trikuriasis berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai gejala dan pengobatannya. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan penyuluhan mengenai trikuriasis lalu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan santri Pesantren X, Jakarta Timur mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.
Penelitian ini menggunakan desain pre-test and post-test dan melibatkan 154 santri. Pengambilan data dilakukan tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis kepada semua santri (total sampling) sebelum dan sesudah penyuluhan.
Hasilnya menunjukkan, sebelum penyuluhan santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis adalah 1 orang (0,6%), sedang 18 orang (11,7%) dan kurang 135 orang (87,7%). Setelah penyuluhan santri dengan pengetahuan baik bertambah menjadi 4 orang (2,6%), sedang 39 orang (25,3%), dan kurang 111 orang (72,1%). Pada uji marginal homogeneity didapatkan p=0,002 yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan santri sebelum dan setelah penyuluhan. Disimpulkan bahwa, penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.

Trichuriasis is one of the parasitic diseases which became a problem for public health in the populous area with poor sanitation. The success of trichuriasis prevention is associated with the knowledge level of people about the symptoms and its treatment. Therefore, people need to be given health promotion about trichuriasis and will be evaluated afterwards. The objective of this research is to understand the knowledge level of X Islamic boarding school students in East Jakarta about symptoms and treatment of trichuriasis.
The research is using pre-test and post-test design and involving 154 students. This study was carried out on January 22nd, 2011 by giving questionnaire about symptoms and treatment of trichuriasis to all students (total sampling) before and after health promotion. The results before health promotion given, showed that the number of students with good, fair and poor knowledge level of symptoms and treatment of trichuriasis was 1 (0,6%), 18 (11,7%) and 135 (87,7%), respectively.
After health promotion given, the results showed that the number of students with good knowledge level is increasing up to 4 people (2,6%); 39 people (25,3%), and 111 people with fair and poor level. (72,1%). Based on marginal homogeneity test, p value was obtained 0,002, which means there is a significant difference between the knowledge level of the students before and after health promotion. In brief, it can be concluded that health promotion is effective to improve the knowledge level of the students about symptoms and treatment of trichuriasis.
"
Depok: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eugene Dionysios
"Askariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di lingkungan padat dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Di Jakarta Timur terdapat pesantren padat penghuni dengan sanitasi terbatas sehingga rentan terhadap askariasis. Untuk mencegah askariasis, santri perlu diberikan pengetahuan melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan pengetahuan yang dimiliki dan karakteristik demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dan hubungannya dengan karakteristik santri. Penelitian dilaksanakan di Pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan mengikutsertakan semua santri. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides serta isian data karakteristik. Hasilnya menunjukkan 104 santri (67,5%) memiliki < 3 sumber informasi dan 50 santri (32,5%) memiliki > 3 sumber, dengan sumber informasi paling berkesan adalah dokter. Santri yang mempunyai tingkat pengetahuan baik berjumlah 6 orang (3,9%), cukup 34 orang (22,1%), dan kurang 114 orang (74,0%). Pada uji Kolmogorov-Smirnov terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides dengan jenis kelamin namun tidak berbeda bermakna (p>0,05) dengan tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi dan informasi paling berkesan. Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai A. lumbricoides tergolong rendah dan berhubungan dengan jenis kelamin namun tidak berhubungan dengan pendidikan, sumber informasi dan informasi paling berkesan.

Ascariasis is a health problem ini area with high population density and poor hygiene. Pesantren X, East Jakarta with its high population density and bad sanitation are more at risk of being infected. Therefore health promototion is needed. The aim of this research is to measure the level of knowledge towards A lumbricoides and its association wuth students characteristics. This cross sectional study used total sampling. Data are taken on 22nd of January 2011 by giving questionnaires to the students. The result shows that 104 students (67.5%) have 3 or less source of information and 50 students (32.5%) have > 3 sources. Doctors are the most impressive source of information.There are 6 students (3.9%) who have good level of knowledge, fair 34 students (22.1%), and poor 114 students (74.0%). On the Kolmogorov-Smirnov test there were significant differences (p = 0.002) between the level of knowledge of students about A. lumbricoides with sex but not significantly different (p> 0.05) with education level, number of information sources and most impressive source of information. Overall students' level of knowledge about A. lumbricoides is poor and is associated with sex but not associated with education level, information resources and most impressive source of information."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Luthfia. author
"Prevalensi trikuriasis pada anak usia sekolah di Indonesia mencapai 56 3 Bantargebang yang merupakan Tempat Pembuangan Sampah Akhir merupakan tempat dengan tingkat sanitasi yang kurang baik sehingga menjadi tempat transmisi T trichiura yang baik Sebagai salah satu metode pencegahan penyuluhan perlu diberikan kepada siswa sekolah yang berisiko tinggi Penyuluhan akan diterima lebih baik apabila sesuai dengan tingkat pengetahuan dan karakteristik siswa Penelitian ini memiliki tujuan untuk menilai apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang gejala trikuriasis dengan karakteristik siswa SD X Bantargebang Bekasi Data diambil pada tanggal 17 Desember 2011 dengan desain penelitian cross sectional Sampel penelitian ini berjumlah 58 orang yang diminta untuk mengisi kuesioner dengan 5 lima butir pertanyaan mengenai gejala trikuriasis Hasil yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20 dan analisis data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov p 1 000 Dari 58 responden 57 orang 98 3 menunjukkan tingkat pengetahuan yang kurang dengan 1 orang 1 7 memiliki pengetahuan yang cukup dan tidak ada satupun 0 berpengetahuan baik Pada hasil penelitian didapat bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada hubungan tingkat pengetahuan mengenai gejala trikuriasis dengan seluruh karakteristik uji Kolmogorov Smirnov p 1 000 Disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mengenai gejala trikuriasis tidak berhubungan dengan karakteristik yang dimiliki siswa SD X Bantargebang Bekasi Kata kunci Bantargebang karakteristik tingkat pengetahuan siswa trikuriasis.

In Indonesia the prevalence of trichuriasis in school aged children is reaching 56 3 Bantargebang is a landfill with poor sanitation making it a proper place for the transmission of T trichiura As one of the methods of prevention health promotion is essential for those students who are in high risk To make it more effective it is necessary to know students rsquo level of knowledge and their characteritics This study aims to determine the association between the level of knowledge on symptoms of trichuriasis with characteristics of students in SD X Bantargebang Bekasi Data was taken on December 17th 2011 with cross sectional design The subjects for this study are 58 students They are asked to fill in questionnaire consist in 5 five questions focusing on symptoms of trichuriasis The data then was processed using SPSS version 20 program and analyzed using Kolmogorov Smirnov test p 1 000 Out of 58 students 57 students 98 3 are categorized into having poor knowledge 1 student 1 7 is fair and none 0 has good knowledge about the symptoms of trichuriasis There is no significant difference between the level of knowledge with all characteristics that the students have age prior knowledge level of education and the number of sources Kolmogorov Smirnov test p 1 000 It is being concluded that the level of knowledge on symptoms of trichuriasis with characteristics of students in SD X Bantargebang Bekasi was not associated Keywords Bantargebang characteristics students rsquo level of knowledge trichuriasis."
Depok: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Finasari Said
"Streptococcus pneumoniae dapat menyebabkan terjadinya community-acquired pneumonia, meningitis, dan bakteremia pada semua golongan usia. Penelitian tentang S. pneumoniae di Indonesia masih jarang dilakukan. Uji biakan sebagai metode baku masih memiliki kendala dalam penerapan kondisi optimal untuk pertumbuhan S. pneumoniae, yaitu pada lingkungan atmosfer 5% CO2 (carbon dioxide), dan spesimen dari pasien seringkali diperoleh setelah pemberian antibiotik sehingga memberikan hasil negatif. Metode molekular saat ini lebih banyak diterapkan karena dianggap lebih sensitif, dapat menghemat waktu, dan mengurangi biaya. Gen psaA mengkode protein psaA (pneumococcal surface adhesin A) yang berperan dalam proses virulensi bakteri, dan ditemukan pada keseluruhan serotipe S. pneumoniae.
Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi gen psaA Streptococcus pneumoniae langsung dari sputum dengan metode PCR. Sebanyak 176 sputum dikutsertakan dalam penelitian ini. Hasil uji biakan berdasarkan uji optochin dan uji kelarutan dalam garam empedu menunjukkan hasil positif S. pneumoniae pada 3 sputum. Hasil uji PCR menunjukkan gen psaA positif pada 3 sputum yang juga positif pada hasil biakan (100%), sehingga diperoleh sensitivitas dan spesifisitas 100%.

Streptococcus pneumoniae could cause community acquired pneumoniae, meningitis and bacteremia at all age groups. In Indonesia study about S.pneumoniae is still rare. Culture method as gold standard still has some limitations in optimal condition appliance for S pneumoniae growth, which is 5% CO2 atmosphere condition, and patient specimen is often obtained after antibiotic treatment therefore gives negatve result. Molecular method nowadays is more often performed due to better sensitivity, take less time and cost effective. psaA gene codes psaA protein that roles in bacterial virulent process and can be found in all S. pneumoniae serotypes.
This study aimed to identify Streptococccus pneumoniae psaA gene straightly from sputum by PCR method. This study included 176 sputum samples, from culture results there were 3 sputum S. pneumoniae by performing optochin test and bile salt solubility test. There were 3 sputum psaA gene positive has positive from culture results (100%) therefore sensitivity and specificity are 100%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Santoso Sulastopo
"Pendahuluan : Obesitas merupakan suatu kondisi adanya penumpukan lemak yang berlebihan atau abnormal. Obesitas dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke. Beberapa studi mengaitkan antara konsumsi minuman mengandung alkohol dengan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi minuman bir dan faktor risiko lainya dengan prevalensi obesitas pada pekerja bagian penjualan sebuah perusahaan yang memproduksi dan menjual minuman bir.
Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengan analisis perbandingan. Data primer diperoleh melalui pengukuran antopometri dan kwesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala pada tahun 2014. Jumlah responden 51 orang yang diperoleh dengan menggunakan metode perhitungan sampel.
Hasil penelitian : Dari 51 responden penelitian didapatkan prevalensi obesitas adalah 64,7 %. Terbukti adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi minuman bir lebih dari 285 ml per hari dengan timbulnya obesitas dengan risiko 7 kali lebih besar terjadi obesitas dibandingkan dengan responden yang mengonsumi bir sama dengan dan kurang dari 285 ml perhari (p= 0,003; OR = 7,00 ; 95 % CI = 1,86-26,36). Faktor resiko utama dari prevalensi obesitas pada responden adalah faktor genetik (p=0,000; OR = 13,00; CI95%= 3,24-52,18).

Introduction : Obesity is a complex disorder involving an excessive amount of body fat. It will increases the risk of diseases and health problems such as heart disease, diabetes and high blood pressure. Some study find that there are relation between alcohol consumption with obesity. This research objective is to determine the relation between beer consumption and other risk factor with obesity prevalence among Sales worker on the company that produce and sell beer.
Research methodology : This research are using cross?sectional with comparative method. The primary data are taken from weight and height measurement and questioner, the secondary data are taken from 2014 Medical Checkup. Total sample is 51.
Research result :Obesity prevalence is 64,7 %. There is correlation between beer consumption more than 285 ml per day with obesity and the risk is 7 times higher compare to respondent who consumed beer 285 ml per day and less ( p= 0,003; OR = 7,00 ; 95 % CI = 1,86-26,36).The main obesity risk factor is genetic Your browser security settings don't permit the editor to automatically execute copying operations. Please use the keyboard for that (p= 0,000 ; OR 13,00; CI95% =3,24-52,18
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2014
T58745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Arie Sandi Putra
"Latar Belakang: Insiden yang menimpa pasien juga menimbulkan risiko pada pekerja RS, sehingga akar penyebab dan solusi pemecahan masalah untuk mengurangi risiko insiden terjadi kembali seringkali sama. Dari near-miss sampai terjadinya insiden serius merupakan suatu rangkaian kejadian yang mempunyai pola penyebab yang mirip. sehingga fokus pada laporan near-miss lebih bernilai pada perbaikan kualitas. Diperkirakan 50%-96% kejadian tidak diinginkan termasuk near-miss, yang terjadi di fasilitas kesehatan tidak dilaporkan sehingga organisasi kehilangan kesempatan belajar dari laporan near-miss untuk memperbaiki sistem serta mengurangi risiko terjadinya bahaya pada pekerja dan pasien.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung terhadap pelaporan kejadian near-miss oleh staf RS, baik yang menimpa staf dan pasien sehingga dapat dihunakan untuk perbaikan program K3 dan Patient Safety RS.
Metode: Penelitian rancangan kualitatif, yang menggunakan kerangka fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pimpinan RS dan diskusi kelompok berfokus kepada kelompok staf RS. Melibatkan unit ER, rawat inap, OR, rawat jalan, dental, fisioterapi, radiologi, laboratorium, farmasi, rekam medis. Jumlah informan keseluruhan 37 orang.
Hasil dan Kesimpulan: Faktor-faktor organisasi dan individu yang menghambat atau mendukung pelaporan kejadian near-miss oleh staf RS: Faktor organisasi penghambat yaitu kejadian near-miss yang sama terjadi berulang, kerahasiaan terhadap pelapor; Faktor organisasi pendukung yaitu adanya edukasi dan sosialisasi dalam program K3 dan program Patient safety RS, alternatif alur pelaporan kejadian near-miss, serta adanya nilai dari pelaporan kejadian near-miss; Faktor individu penghambat yaitu kurangnya kemampuan untuk mengenali kejadian near-miss, kurangnya pengetahuan mengenai alur pelaporan, pemahaman terbatas mengenai manfaat pelaporan; Faktor individu pendukung yaitu adanya pengetahuan dasar tentang kejadian near-miss.

Background: Incidents that affect patients also pose a risk to hospital workers, so that often the root causes and the solution to decrease the likelihood of recurrence are similar. The chain of events from a near-miss to a serious incident are similar, so that focusing on near-miss reports, may add value and increase the quality of improvements. It is estimated that 50%-96% of adverse events including near-miss in healthcare industry are not reported, which leads to missed opportunities for the organization to learn from the event and improve the system in order to further reduce the risk for workers as well as for patients.
Objectives: to identify barriers and supporting factor for near-miss reporting that afflicted patient or worker by hospital workers, so that it can be used to improve Occupational Health and Safety program, and also patient safety program.
Method: A qualitative design study was conducted with phenomenology framework, using in-depth interview for hospital management and focus group discussion for hospital workers. Including representatives from ER, Inpatient wards, Outpatient clinics, Operating Room, Dental, Physiotheraphy, Radiology, Laboratory, Pharmacy and Medical Record Unit. Total informants covered were 37 persons.
Result and Conclusion: Organizational and individual factors as barriers or supporting near-miss reporting according to hospital workers: Organizational barrier factors are reoccurence of already reported type of near-miss events and reporter anonymity; Organizational supporting factors are education and socialization companent in Hospital Occupational Health & Safety program also Patient Safety program, near-miss reporting alternative route, also value of near-miss reporting; Individual barrier factors are lack of near-miss event recognition, lack of knowledge on near-miss event reporting process, limited understanding of near-miss reporting benefit; Individual supporting factor is basic knowledge of near-miss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T58724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Yanah Arwanih
"Transfusi trombosit merupakan tindakan yang dapat menurunkan insiden komplikasi hemoragik pada pasien anemia aplastik. Pasien anemia aplastik memiliki risiko terhadap PTR. PTR dapat terjadi akibat adanya inkompatibilitas transfusi trombosit oleh HPA 1-6 dan 15. Frekuensi alel a dan b pada HPA-3 dan HPA-15 memiliki jumlah yang hampir sama besar, sehingga kedua alel tersebut kemungkinan besar berperan dalam kasus aloimunisasi. Pelayanan transfusi trombosit di Indonesia belum memperhatikan kompatibilitas HPA antara donor dan resipien. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis genotipe HPA-1 hingga HPA-6 dan HPA-15 serta antibodi anti-HPA-3 dan HPA-15 pasien anemia aplastik yang mendapat multitransfusi trombosit. Deteksi alloantibodi HPA dilakukan dengan metode whole platelet ELISA. Hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan antibodi anti-trombosit spesifik (anti-β2-mikroglobulin, anti GPIIb/IIIa, dan anti-CD109) dengan metode MAIPA. Genotyping HPA-1 hingga HPA-6 dan HPA-15 dilakukan dengan metode PCR-SSP. HPA-3 dan HPA-15 memiliki frekuensi dengan nilai hampir sama besar pada alel a dan b. Terdapat 17 sampel (58,6%) dari total 29 sampel memiliki antibodi anti trombosit. Dari 17 sampel tersebut, 7 sampel positif terhadap antibodi monoklonal β-2 mikroglobulin (HLA kelas I), 2 sampel positif terhadap antibodi monoklonal GP IIb/IIIa (HPA-3) dan 1 sampel positif terhadap antibodi monoklonal CD109 (HPA-15). Alloimunisasi telah terjadi pada sebagian besar pasien anemia aplastik. Oleh karena itu, pemeriksaan kecocokan antigen HLA kelas I, HPA-3 dan HPA-15 pada pasien anemia aplastik dengan transfusi trombosit berulang perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aloimunisasi.

Platelet transfusion is an act that can reduce the incidence of hemorrhagic complications in patients with aplastic anemia. Aplastic anemia patients have a risk to PTR. PTR can occur due to incompatibility of HPA1-6 and 15. The frequency of allele a and b on the HPA-3 and HPA-15 has a number that is almost as large, so that these two alleles are likely to play a role in the case alloimunization. Platelet transfusion service in Indonesia have not notice compatibility HPA alleles between donor and recipient. This study was conducted to analyze genotype HPA-1 to 6 and HPA-15 also HPA-3 and HPA-15 antibody in platelet transfusions in patients with aplastic anemia who received recurrent platelet transfusion. HPA alloantibody detection was conducted using whole patelet ELISA method. The positive results, followed by specific detection of anti platelet antibodies (anti-β2-microglobulin, anti GPIIb/IIIa, and anti-CD109) with MAIPA method. HPA-3 and HPA-15 have almost the same frequency with great value on the allele a and b. There are 17 samples (58,6%) from a total of 29 samples have anti-platelet antibodies. From the 17 samples, 7 samples positive for monoclonal antibody β-2 microglobulin (HLA Class I), 2 samples positive for monoclonal antibody GP IIb/IIIa (HPA-3) and 1 sample positive for monoclonal antibody CD109 (HPA-15). Alloimunization has occurred in the majority of patients with aplastic anemia. Therefore, compatibility checks of HLA class I, HPA-3 and HPA-15 in patiens with aplastic anemia with recurrent platelet transfusion needs to be done to reduce the occurrence of possible alloimunization."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Sekarsari
"Latar belakang: Pada proses pendidikan yang berlangsung di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) radiologi terdapat beberapa masalah misalnya peserta didik tidak mampu menunjukkan performa akademik yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi performa akademik, salah satunya adalah faktor non kognitif. Untuk menyikapi hal itu perlu proses seleksi yang menguji faktor non kognitif yang terstruktur seperti multiple mini interview (MMI) untuk dapat memprediksi performa akademik peserta didik.
Tujuan penelitian: mengetahui korelasi MMI dengan performa akademik pada evaluasi rotasi bulanan peserta PPDS Radiologi.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Departemen Radiologi FKUI-RSCM pada bulan Agustus 2014. Subjek penelitian adalah 30 orang peserta PPDS radiologi. Dilakukan wawancara terstruktur MMI dengan 7 stasiun berdasarkan blueprint yang ditentukan oleh Departemen Radiologi FKUI-RSCM serta skenario yang diadaptasi dari Universitas Calgary yang telah diteliti reliabilitas dan validitasnya. Pada tiap stasiun dilakukan wawancara selama 7 menit. Domain yang diteliti adalah kejujuran, berpikir kritis, empati, etika, kemampuan pemecahan masalah, percaya diri dan ketelitian.
Hasil: Diperoleh 30 subjek penelitian peserta PPDS radiologi semester 2 sampai 6. Sebaran nilai faktor nonkognitif menunjukkan berpikir kritis mempunyai nilai rata- rata tertinggi (3,43) dengan standar deviasi 0,679. Nilai terendah untuk faktor nonkognitif adalah kejujuran (2,7) dengan standar deviasi 0,535. Hasil analisis korelasi diperoleh nilai significancy 0,383 yang menunjukkan bahwa korelasi antara hasil MMI total dengan nilai rotasi bulanan total peserta PPDS Radiologi tidak bermakna (p>0,05). Nilai bermakna secara statistik (p 0,033), diperoleh pada korelasi antara stasiun kejujuran dengan rotasi bulanan non kognitif dengan gambaran korelasi yang negatif (r -0,391). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh subyektifitas pada evaluasi rotasi bulanan, pengetahuan tentang MMI yang kurang pada pewawancara, nilai rotasi bulanan yang hampir homogen dan bias penilaian karena pewawancara sudah mengenali peserta didik.
Simpulan: MMI perlu dikembangkan agar dapat menjadi proses seleksi yang baik sehingga dapat menentukan performa akademik yang belum terlihat dalam penelitian ini. Faktor yang menjadi bias dalam penelitian seperti subyektifitas dan pemahaman mengenai MMI harus diperhatikan dan dihindari agar memperoleh hasil yang diharapkan.

Background: In the educational process taking place in the education program specialist radiology, there are several problems such learners are not able to show the expected academic performance. Many factors affect academic performance, one of which is non-cognitive factors. To address this it is necessary to examine the selection process non-cognitive factors are structured as multiple mini interview (MMI) to be able to predict the academic performance of students.
Objectives: Determine MMI in the correlation with academic performance on a monthly rotation evaluation of residents radiology.
Material and method: A cross-sectional study was conducted in the Department of Radiology General Hospital National Center Cipto Mangunkusumo (RSCM) in August 2014. The subjects were 30 residents radiology. MMI as structured interviews were conducted with 7 stations based blueprint determined by the Department of Radiology Faculty of medicine-RSCM and scenarios taken from the University of Calgary who has studied the reliability and validity. At each station conducted interviews for 7 minutes. Domain studied were honesty, critical thinking, empathy, ethics, problem solving skills, confidence and accuracy.
Results: Retrieved 30 research subjects residents radiology. The distribution of the value of noncognitive factors demonstrate critical thinking has the highest average value (3.43) with a standard deviation of 0.679. The lowest value for noncognitive factor is honesty (2.7) with a standard deviation of 0.535. Results of correlation analysis values obtained significancy 0.383 which shows that the correlation between the results of MMI total monthly rotation value total participants PPDS Radiology not significant (p> 0.05). Values statistically significant (p 0.033), obtained at the correlation between the station honesty with non cognitive monthly rotation with picture negative correlation (r -0.391). It is likely influenced by subjectivity in the evaluation of a monthly rotation, knowledge of the MMI is lacking in the interviewer, the value of monthly rotation is almost homogeneous and interviewer bias because it recognizes the assessment of learners.
Conclusion: MMI need to be developed in order to be a good selection process so as to determine the academic performance that has not been seen in this study. Factors to be biased in research must be avoided in order to obtain the expected results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T58718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>