Program peningkatan sumber daya personil Polri merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup yang akhir-akhir ini kualitas dan kuantitasnya semakin meningkat. Pembangunan berwawasan lingkungan menuntut partisipasi semua pihak, termasuk didalamnya Polri, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Hal ini merupakan kendala terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan, kasus-kasus percemaran lingkungan hidup yang selama ini sulit tertangani akibat kurangnya perhatian pemerintah. Berbagai fakta menunjukkan pelaksanaan dan penegakan hukum tidak memberikan hasil yang memuaskan karena timbulnya berbagai persepsi yang keliru dalam penyelesaian kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup oleh sebagian besar aparat penegak hukum dan masyarakat. Sulitnya proses pembuktian disebabkan oleh banyaknya faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran dan lemahnya profesionalitas aparat penegak hukum, serta mahalnya biaya finansial dan sosial (Financial and social cost) yang harus dipikul masyarakat umumnya memiliki posisi sosial ekonomi lemah, rumitnya birokrasi peradilan untuk kasus lingkungan sebagai kendala non-yuridis para korban percemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu partisipasi Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sangat diharapkan terutama dalam hal memberikan penyuluhan, kegiatan lingkungan, penaatan, pencegahan, teguran dan tindakan hukum.
Untuk menjelaskan informasi tentang bagaimana peranan Polri dalam menangani kasus-kasus percemaran lingkungan hidup, maka dilakukan penelitian tentang "Otimalisasi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup", dengan tujuan mempelajari faktor -faktor yang mempengaruhi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Faktor-faktor apa sajakah yang perlu diprioritaskan didalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan lingkungan hidup.
Hipotesis penelitian ini adalah peningkatan pemahaman tentang aspek lingkungan hidup, pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup dan kemitraan polisi dengan instansi terkait, masyarakat serta dukungan sarana laboratorium lingkungan hidup mempengaruhi terhadap optimalnya peranan polisi dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Lokasi penelitian ditentukan di Polres Jakarta Timur, yang merupakan salah satu Kepolisian Resort yang ada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian dibuat kerangka konsep penelitian yaitu dilakukan pemahaman hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh.
Di dalam penelitian ini ditentukan variabel penelitian sebanyak 92 variabel yang dikelompokkan dalam:
1. kelompok variabel terkait pemahaman tentang lingkungan hidup.
2. kelompok variabel yang terkait dengan pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup.
3. kelompok variabel yang terkait dengan kemitraan responden dengan instansi terkait dan masyarakat.
Populasi penelitian adalah personil Polri sebagai responden yaitu Kepolisian Resort Jakarta Timur, dengan sampel 50 responden yang dipilih di setiap fungsi-fungsi yang ada di tingkat Polres. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, observasi lapangan, wawancara dengan instansi terkait, masyarakat dan studi literatur.
Data dianalisis secara deskriprif dengan pendekatan kualilatif dan kuantitatif, hipotesis diuji dengan menggunakan Analisis Faktor. Faktor Analisis atau analisis komponen utama (principal component analysis) yang merupakan salah satu metode analisis variabel banyak (multivariate analysis). Data diolah dengan program SPSS for Windows.
Berdasarkan hasil pengelolaan data dari 92 (sembilan puluh dua) variabel yang diasumsikan terkait dengan tujuan penelitian, diperoleh 23 (duapuluh tiga) faktor utama yang memberikan kontribusi penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang berpengaruh dan perlu dipertimbangkan di dalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sebagai berikut:
1. Aspek pemahaman tentang lingkungan hidup.
Responden harus mengetahui kosep-konsep ekologi, dan dapat mengaplikasikan di wilayah tugas responden serta dapat mengidentifikasi dampak-dampak lingkungan yang dihasilkan oleh limbah industri maupun rumah tangga dan daerah yang sering tercemar dan rawan banjir.
2. Aspek pemahaman Peraturan Perundang-Undangan tentang Lingkungan hidup.
Responden harus mampu dan dapat menerapkan undang-undang tentang lingkungan hidup serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, jumlah penyidik bidang lingkungan hidup kurang memadai, informasi tentang lingkungan hidup, dan seringnya tidak tertangani akhirnya dilimpahkan ke instansi yang lebih berkompeten.
3. Aspek kemitraan responden terhadap instansi terkait dan masyarakat. Responden belum terlihat optimal untuk bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat, terlebih dalam memprakarsai kegiatan-kegiatan tentang lingkungan.
4. Pengadaan Laboratorium Lingkungan hidup di tingkat Kepolisian Resort dalam mendukung peranan Polri menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup di Tempat Kejadian Perkara dalam menemukan bukti permulaan.
Dalam hal ini responden masih cenderung bersifat menunggu laporan dari masyarakat. Responden diharapkan dalam melaksanakan tugas seharusnya mengutamakan tindakan preventif daripada represif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan untuk:
1. Mengadakan pelatihan, pendalaman tentang lingkungan hidup secara rutin dan terpadu antara Polri, Jaksa, Hakim, LSM, Instansi terkait untuk menciptakan satu visi tentang lingkungan hidup.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana di tingkat Polres seperti membuat identifikasi lingkungan hidup atau laboratorium lingkungan.
3. Personil Polri diharapkan lebih proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan yaitu melalui penyuluhan, bimbingan, kegiatan-kegiatan lingkungan, pemantauan, patroli, dan penegakan hukum.
The Optimallization of Police Role in Handling Living Environment Pollution Cases (A Case Study on Living Environment Pollution Cases Handling at East Jakarta Resort Police Jurisdiction]The empowerment program of Policemen is one of the alternatives to solve environmental cases that recently increased fast both in its quality and quantity. Development based on environmental insight requires the involvement of all the Indonesians including the Police Force to take care of the sustained capability of environment through environmental management. Development activities is not giving positive impact only but also negative impact This become the constraint to create development based on environmental insight and it can be observed during the times where many cases of environment pollution can not he handled well by the government. The facts indicated that the implementation of law enforcement still not giving satisfied results because of wrong perception in handling environment pollution by law enforce apparatus and community. The difficulties to proof environment pollution resulted by many factors for example weakness of law enforce apparatus professionalism, expensive of financial and social cost that must be carried by the people, and complexity of judicature bureaucracy where sometimes it becomes non juridical constraint for environment pollution victims. Therefore participation of police in this case is really required particularly in giving information, arrangement, prevention, warning, and law action.
To explain how police role in handling living environment pollution cases, research was done with title "The Optimallization of Police Role in handling Living Environment Pollution Cases (a case study on living environment pollution cases handling at East Jakarta Timur Resort Police jurisdiction)". The objective of this research was to know what factors influence police role in handling living environment pollution cases and what factors must be the priority to increase police role in handling living environment pollution cases.
The research hypotheses was increasing of living environment understanding, living environment regulations and partnership with related instances, community and supporting of environment laboratory were very influence to the optimally of police role in handling living environment pollution cases. East Jakarta Resort Police was chosen as the research location with consideration this Resort Police is one of the biggest Resort Police in DKI Jakarta. To achieve the research objective, researcher made a research concept frame that is relationship understanding among influenced variables. There are 92 research variables that divided into 3 groups namely:
1. Variables that related with living environment understanding
2. Variables that related with living environment regulations understanding
3. Variables that related with partnership among respondent, community and related instances.
50 respondents were chosen randomly at all function level of East Jakarta Resort Police. Data collecting conducted by field observation, structured interview with respondents, related instances and community. The obtained data were analyzed descriptively by qualitative and quantitative approaches and hypotheses were tested by factor analysis. Analysis factor or principal component analysis is one of the multivariate analysis methods.
According to data processing output from 92 variables that assumed have relation with research objective, 23 main factors obtained giving significant influence, Research result concluded that generally there are 3 main factors influenced the optimally of police role in handling living environment pollution cases, they are:
1. Living environment understanding aspect
Respondent must understand ecology concepts and able to apply it in his/her duty area, able to identify environmental impacts produced by industrial waste and domestic waste and flood sensitive area.
2. Living environment regulations understanding
Respondent must able to apply the regulations of living environment. number of environment investigator still not enough; little information of living. environment make police often to delegate living environment pollution cases to the competent instance,
3. Partnership aspect among respondent. related instance and community Respondent do not yet make optimal partnership related instance and community particularly to initiative living environment activities.
4. It is needed to build an living environment laboratory at Resort Police level to support polices' role in handling living environment pollution cases to find initial evidences
In this case respondent still waiting the report from community. Respondent must doing preventive action than repressive action.
Based on these results, it was suggested:
1. To make an integrated regular training about living environment among police, lawyer, attorney, NGO and related instances to create one vision about living environment management,
2. To increase the infrastructures at Resort Police level for example build an environment laboratory.
3. Police must more proactive in doing prevention action through giving information, guidance, monitoring, patrol and enforcement.